Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Teori Sastra Naratif

Sastra merupakan metode komunikasi yang bersifat khusus, tidak hanya memiliki keindahan makna namun juga konjungsi antar kata sehingga memerlukan pengetahuan secara kontekstual untuk memahami makna di balik sebuah kata-kata tersebut.

Menurut A Teeuw (1984: 23) sastra dalam bahasa Indonesia diambil berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata sas- dalam kata kerja turunan berati ‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi’. Akhiran –tra biasanya menunjukan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’

Sastra Naratif


Pada pengkajiannya, studi mengenai sastra dibagi menjadi tiga bagian, yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Menurut Rene Wellek & Austin Warren, teori sastra adalah studi prinsip, katagori, dan kriteria karya. Sehingga sastra yang tidak mengikuti kaidah penulisan sastra tidak dapat dikatakan sastra kanon. Teori sastra mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya teori sastra yang berkembang di masyarakat adalah teori klasik yakni teori pragmatik, teori mimetik, teori obyektif, dan teori ekspresif. Teori-teori ini kemudian berkembang menjadi teori modern, yang salah satunya yakni teori naratif.

Teori naratif merupakan salah satu teori modern yang dikembangkan dari teori klasik oleh beberapa ahli sastra dunia. Teori yang berlandas terhadap strukturalisme ini menekankan pada proses naratologi pada sebuah cerita atau teks dan pemaknaannya.


Sejarah Teori Naratif


Pada era modern ini, sastra tidak hanya mengalami perkembangan dalam teorinya namun juga perkembangan pemasaran yang membuat teks itu menjadi populer sehingga terkadang melupakan struktur yang menyusunnya. Ternyata kejadian ini pernah terjadi sebelumnya pada awal abad ke 19, yakni ketika masyarakat menggunakan sastra sebagai dokumentasi sosial bahkan sastra diidentikan dengan sejarah dan filsafat. Kemudian hadirlah Roman Jakobson dan Viktor Shlovsky membawa aliran formalisme rusia yang berakar dari strukturalisme ala Ferdinand de Saussure. Munculnya formalisme Rusia tidak dapat dipisahkan dengan gerakan Futurisme (masa depan) antara tahun 1910 – 1915 yang terjadi di Rusia dan Italia. Mereka menangkap kekosongan yang dihasilkan oleh kebudayaan serta mulai memuja zaman modern yang membebaskan ketertindasan rakyat pada saat itu. Mereka menganggap karya juga harus mengalami proses modernitas baik dari tema maupun dari bentuk serta strukturnya.

Kaum formalisme Rusia ini mengkaji sastra secara formal, yakni bentuk dan wujudnya. Kaum formalisme Rusia berusaha mengembalikan sastra ke hakikatnya sebagai sastra yang pada saat itu beralih guna sebagai dokumen sosial masyarakat. Salah satunya dengan berlandas teori strukturalisme yang menguak unsur intrinsik dalam sebuah teks terlepas dari relasi dan nilai teks itu dalam masyarakat luas. Proses tersebut antara lain yakni naratologi yang identik dengan teori naratif, sehingga mempengaruhi penggunaan plot, penokohan, bahkan setting dalam sebuah teks.


Tokoh Pemikir Teori Naratif


Beberapa tokoh mengkaji terbentuknya teori naratif, antara lain yaitu Vladimir Propp, A.J Greimas, Seymour Chatman, dan Tzvetan Todorov.

Propp memulai dengan masalah pengklasifikasian dan pengorganisasian cerita rakyat. Propp secara induktif mengembangkan empat hukum yang menempatkan sastra rakyat atau fiksi pada pijakan baru. Karena inilah Vladimir Propp dikenal sebagai cikal bakal struktural naratologis, keempat hukum tersebut adalah :

1.    Fungsi karakter (tokoh) sebagai sebuah penyeimbang, elemen-elemen tetap dalam sebuah cerita, tidak bergantung kepada bagaimana atau karena siapa mereka terpenuhi. Elemen-elemen tersebut membentuk komponen-komponen fundamental sebuah cerita.
2.    Jumlah fungsi yang dikenal dalam cerita peri terbatas.
3.    Rangkaian fungsi itu selalu identik.
4.    Semua cerita peri terdiri atas satu tipe jika dilihat dari strukturnya.

Dalam membandingkan semua fungsi cerita-cerita tersebut, Propp menemukan bahwa jumlah keseluruhan fungsi tidak lebih dari tiga puluh satu fungsi. Fungsi-fungsi tersebut disusun sebagai berikut :

1 Salah satu anggota keluarga hilang/pergi dari rumah.
2 Larangan ditujukan pada sang pahlawan
3 Larangan dilanggar.
4 Penjahat berusaha mengintai.
5 Penjahat menerima informasi tentang korbannya.
6 Penjahat berusaha menipu korbannya untuk menguasai korban atau (harta) milik korban.7 Korban tertipu dan tanpa sadar membantu musuhnya.
8 Penjahat membahayakan atau melukai seorang anggota keluarga.
      a.  Seorang anggota keluarga kekurangan atau menginginkan sesuatu.
9 Kemalangan atau kekurangan diketahui.
10 Pencari setuju atau memutuskan untuk mengatasi halangan.
11 Pahlawan meninggalkan rumah.
12 Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dsb. dalam proses mendapatkan alat (agent) sakti atau penolong.
13 Pahlawan mereaksi tindakan donor masa depan.14 Pahlawan memperoleh kekuatan alat sakti.
15 Pahlawan dipindah, dikirim, atau digiring/dituntun kemana-mana dalam pencarian objek.
16 Pahlawan dan penjahat terlibat perang langsung.
17 Pahlawan mendapat nama (terkenal).
18 Penjahat dikalahkan.
19 Kemalangan atau kekurangan awal berhasil dimusnahkan.
20 Pahlawan kembali.
21 Sang pahlawan dikejar.
22 Penyelamatan pahlawan dari kejaran.
23 Pahlawan – yang tidak dikenali – pulang atau pergi ke negeri lain.
24 Seorang pahlawan palsu menyatakan tuntutan (claim) yang tidak berdasar.
25 Sebuah tugas yang sulit diajukan pada sang pahlawan.
26 Tugas berhasil dipecahkan.
27 Sang pahlawan dikenali.
28 Pahlawan palsu atau penjahat terungkap.
29 Pahlawan palsu diberikan tampilan baru.
30 Penjahat dihukum.
31 Pahlawan menikah dan bertakhta.

Propp menyebut tujuh fungsi pertama sebagai unit persiapan. Komplikasi ditandai dengan nomor 10. Komplikasi diikuti dengan perpindahan, perjuangan, kembali (kepulangan), dan pengenalan.
Sebagai tambahan dari tiga puluh satu fungsi tersebut, Propp menambah tujuh “putaran aksi” (spheres of action). Ketujuhnya disusun sebagai berikut :

1.    Penjahat.
2.    Donor (penyedia).
3.    Penolong.
4.    Putri dan ayahnya.
5.    Utusan (dispatcher)
6.    Pahlawan (pencari atau korban)
7.    Pahlawan palsu.

Algirdas Julien Greimas adalah seorang ahli sastra yang berasal dari Perancis. Sebagai seorang penganut teori struktural, ia telah berhasil mengembangkan teori strukturalisme menjadi strukturalisme naratif dan memperkenalkan konsep satuan naratif terkecil dalam karya sastra yang disebut aktan. Teori ini dikembangkan atas dasar analogi-analogi struktural dalam Linguistik yang berasal dari Ferdinand de Saussure, dan Greimas menerapkan teorinya dalam dongeng atau cerita rakyat Rusia. Dalam teori naratologi yang dikembangkan oleh A.J. Greimas, yang lebih diperhatikan adalah aksi dibandingkan pelaku. Naratif model ini mampu menunjukkan secara jelas dan dikotomis antara tokoh protagonis dan antagonis. A.J Greimas berpendapat bahwa subjek yang terdapat dalam wacana merupakan manusia semu yang dibentuk oleh tindakan yang disebut actans dan acteurs. Teori struktural naratif dipergunakan untuk menganalisis karya prosa fiksi berdasarkan pada struktur cerita, dan analisis struktur aktan dan fungsional merupakan konsep dasar langkah kerja yang dikemukakan Greimas.

Seymour Chatman (1978) dikenal dengan teori naratif pada sebuah film, beliau berusaha menjelaskan tentang wacana naratif, menurutnya teori ini menjelaskan tentang bagaimana hubungan cerita dari ‘maksud pengarang’ dan ‘penangkapan pembaca’ sebaik ‘narator’ dan ‘naratee’ menuliskan di dalam penggambaran sebuah tampilan. Chatman memulai gagasan dengan bercerita bahwa mengandaikan perjumapaan seorang teller dan pendengar meskipun sifat dan hubungan komunikasi tersebut sangat kompleks bahkan ketika menceritakan dan mendengarkan secara tatap muka. Dengan hubungan dalam pikiran teller-pendengar, Chatman mengusulkan kerangka kerja dari diskursif tokoh sebagai cara untuk berbicara.

Tzvetan Todorov adalah salah satu tokoh Strukturalis yang mencetuskan pandangannya mengenai teks sastra. Todorov mengatakan bahwa telaah teks sastra meliputi: (1) aspek semantik: hubungan sintagmatik dan paradigmatik,  (2) aspek verba: modus, kala, sudut pandang, penuturan, dan (3) aspek sintaksis: struktur teks, sintaksis naratif, kekhususan dan relasi. Dalam aspek sisteksis dibahas struktur teks, sintaksis naratif, dan kekhususan dan relasi.

a. Struktur Teks :   Struktur teks membahas urutan logis dan temporal, serta urutan spasia.

b. Sintaksis Naratif :   Sintaksis naratif merupakan ciri cerita mitalogi. Dalam bidang ini dibahas tiga satuan, yaitu (a) kalimat, (b) sekuen, dan (c) teks.

c. Kekhususan dan Relasi :    Kekhususan dan relasi membahas aspek predikat naratif. Kekhususan menyangkut berbagai bentuk dari satu predikat. Sedangkan relasi menyangkut dua macam predikat yang berbeda, yaitu primer dan yang sekunder serta aksi dan reaksi.


Substansi Teori Naratif


Sebuah cerita atau teks diciptakan oleh seorang sastrawan sebagai pengaplikasian kekuasaan dan kebebasaannya untuk mengatur jalannya sebuah cerita. Beberapa pengarang bersifat mana suka dalam penciptaan karya-karya tersebut yakni tidak mempedulikan bagaimana ia mengkomunikasikan cerita dengan pembaca. Namun beberapa pengarang lain justru berusaha memberikan gambaran nyata (teks dibawa semakin realistis) untuk memperkuat tema dalam sebuah cerita. Sehingga komunikasi seorang sastrawan kepada para pembaca merupakan aspek penting yang membuat kesempurnaan sebuah naskah.

Teori naratif cenderung erat kaitannya dengan naratorologi, yakni proses menyampaikan suatu cerita. Naratif juga berasal dari kata narasi yaitu suatu cerita tentang peristiwa atau kejadian dengan adanya paragraf narasi yang disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau secara kronologis. Tujuannya, pembaca diharapkan seolah-olah mengalami sendiri peristiwa yang diceritakan. Dengan mengalami sendiri dan masuk ke dalam sebuah cerita, pembaca memiliki kesempatan untuk mengasumsikan dan menciptakan sendiri imajinasi mereka mengenai keriilan dalam teks tersebut.

Penyampaian cerita oleh seorang narator ini terkadang bersifat subyektif jika narator tersebut hanya menggunakan satu sudut pandang. Berbeda dengan proses naratologi dalam  Novel Saman. Novel Saman memiliki beberapa tokoh, antara lain Yasmin, Shakuntala, Cok, Laila, dan Saman itu sendiri. Semua tokoh dalam Novel Saman berkesempatan menyampaikan cerita berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Hal ini juga menyebabkan perbedaan alur cerita karena setiap tokoh yang merangkap sebagai narator ini berhak menciptakan alurnya masing-masing, mana yang mau ia ceritakan di depan maupun belakang, meskipun story yang sebenarnya membangun cerita antara kelima tokoh tersebut yakni sama. Kemudian perbedaan ini juga yang menyebabkan terbentuknya fabula dan sjuzet dalam kaum formalisme Rusia, di Indonesia kita menyebutkannya sebagai cerita dan wacana, cerita adalah kejadian yang sebenarnya dan menjadi bahan mentah cerita bagi pengarang sedangkan wacana merupakan susunan cerita berdasarkan plot yang dibentuk oleh narator. Perbedaan waktu nampak jelas dalam Novel Saman tersebut. Perbedaan yang dibentuk oleh proses naratologi tidak tanpa sebab, melainkan bertujuan untuk pencarian makna, yakni alasan mengapa terjadinya perbedaan tersebut.


Cara Kerja Teori Naratif


Teori naratif dapat digunakan untuk mengkaji semua karya sastra yang berbentuk naratif terutama prosa, salah satunya yang paling dominan di dunia sastra Indonesia adalah hadirnya novel Saman. Novel Saman sangat dominan dalam naratologinya, selain itu Novel Indonesia yang menggunakan kepekaan terhadap naratologi yakni tetralogi novel Supernova karya Dee dan Cala Ibi karya Nukila Amal.

Pengkajian teori naratif dimulai dengan menentukan tokoh, watak, dan penokohan. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehinga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan untuk menampilkan tokoh disebut penokohan (Amirudin, 1984: 85). Penokohan seorang tokoh cenderung berpihak terhadap narator karena ia sebagai komunikator dan ia mengkomunikasikan semua yang ia rasakan berdasarkan sudut pandangnya. Suatu tokoh dikatakan antogonis maupun protagonis yakni karena tuturan narator cerita.

Naratologi juga membuat terjadi pertikaian diantara latar sebuah cerita. Abrams (1981: 173) mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat. Narator layaknya sutradara dalam sebuah film, ia menjadi kemudi yang menjalankan sebuah cerita bagaimana cerita ini hendak diolah. Cerita menyedihkan dapat ia ubah layaknya cerita menyenangkan, begitupun sebaliknya. Hal ini yang menyebabkan naratologi mempengaruhi latar sebuah cerita.

Selain tokoh & penokohan dan latar, naratologi juga menyebabkan perbedaan sudut pandang. Dalam novel Saman kita melihat perbedaan sudut pandang dan cara berpikir antara keempat sahabat yang telah membaur selama bertahun-tahun. Mereka berpendapat berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing, sehingga kita sebagai pembaca dapat mengetahui karakteristik dan watak tokoh tidak hanya dari satu prespektif, namun empat prespektif lainnya. Contohnya dalam karakteristik Shankuntala, ketika ia menceritakan dirinya sendiri, ia layaknya wanita jalang yang mengganggu suami orang, namun ketika melakukan pembacaan di akhir, kita dapat menyimpulkan bahwa Laila adalah wanita yang paling lugu diantara ketiga temannya. Begitu pula dengan Saman, ia dikenal sebagai pendeta yang menjalani hidup dengan lurus tanpa ada dosa yang membelenggunya, namun nyatanya di akhir cerita narator berusaha menampilkan cerita berbingkai perselingkuhan antara Yasmin dan Saman.

Perbedaan naratologi juga menyebabkan perbedaan terhadap gaya bahasa cerita. Ketika Shakuntala menjadi speaker, ia mencoba menjelaskan apa yang ia rasakan sebagai hal yang biasa dan tanpa merasa bersalah sedikitpun meskipun beberapa pembaca terkesan yang diceritakan adalah hal tabu. Berbeda lagi dengan ketiga temannya dan juga Saman atau Wisanggeni. Naratologi juga menyebabkan perbedaan alur yang menyebabkan terjadinya waktu cerita dan waktu penceritaan. Pendiskripsian unsur-unsur intrinsik dalam cara kerja teori naratif ini tidak hanya memaparkan namun juga mencari makna dibalik struktur yang menyusun suatu cerita.


Daftar Pustaka
  • Aminuddin. 1987. Karya Sastra sebagai Gejala Komunikasi Khas Berupa Bahasa. Malang: JPBSI IKIP
  • Chatman, Seymour. 1978. Story and Discourse: Narative Structure in Fiction and Film. London: Cornell University
  • Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo
  • Takwin, Bagus. 2007. Psikologi Naratif. Bandung: Jalasutra
  • Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
  • Utami, Ayu. 1998. Saman. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
  • Wellek, Rene & Austin Warren. 1993. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
.


This post first appeared on Daily Kirukkal, please read the originial post: here

Share the post

Teori Sastra Naratif

×

Subscribe to Daily Kirukkal

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×