Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Buya Hamka dan Rahasia Merebut Al-Aqsha

 

Ahli-ahli fikir Islam modern berkesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul Maqdis, tidaklah akan dapat diambil kembali dari Zionis sebelum orang Arab dan orang-orang Islam seluruh dunia mengembalikan pangkalan fikirannya pada Islam

Qosim Nurseha Dzulhadi

BUYA Hamka adalah salah satu dari ulama dunia yang memiliki perhatian khusus kepada masalah Palestina dan al-Aqsha. Perhatiannya ini banyak beliau tuangkan dalam banyak tulisannya.

Dalam Sejarah Umat Islam beliau mengulas tentang Negeri Syam, Perang Salib, dan kerajaan-kerajaan Islam di Syam. (Buya Hamka, Sejarah Umat Islam (Singapura: Pustaka Nasional, cet. Vl, 2006), 349-369).

Kisah kepahlawanan Shalahuddin al-Ayyubi tampaknya amat menarik perhatian Buya Hamka. Maka, beliau ulas lagi dalam Dari Hati ke Hati. Dalam tajuk “Shalahuddin al-Ayyubi: Pahlawan Perang Salib yang Berjihad menurut Jalan Nabi” beliau menyebutkan demikian:

“Bila Anda menyebut nama itu, tidak akan terpisah dari kenangan Anda bahwa pada akhir abad ke-Xl Masehi atau akhir abad ke-V Hijriyah (?) telah terjadi peperangan yang hebat diantara raja-raja dari Kerajaan Islam dengan Kerajaan Nasrani dari Benua Eropa yang merebut tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin dan menduduki negeri itu hampir dua abad lamanya sehingga berdirilah beberapa Kerajaan Kristen di tanah air Kaum Muslimin. (Buya Hamka, Dari Hati ke Hati (Depok: Gema Insani, cet. I, 1437 H/2016), 86.

Dan dengan iman sebagai “senjata” dalam Perang Hittin (1877) benteng al-Kark direbut. 20.000 tentara Salib tewas dan tertawan. Reginald ikut tertawan, termasuk Guy de Lusignan, Raja Jerusalem. Tapi Reginald dipancung kepalanya, karena pengkhianat. Dari benteng al-Kark masuk ke Akra, Nablus, Ramlah, Kisariyah, Jafa dan Beirut. Akhirnya, Jerusalem dikepung dan Baitul Maqdis dibebaskandibebaskan, setelah 88 tahun di tangan kaum Nasrani atau 90 tahun dalam hitungan Hijriyah. (Buya Hamka, Dari Hati ke Hati, 95, 96).

Dan tentunya, hari ini Baitul Maqdis dalam  keadaan “tertawan” bahkan terjajah. Sejak 1948 hingga 2024 negeri yang di dalamnya ada Kiblat Pertama Umat IsIam ini ditawan dan dijajah kaum Zionis-Yahudi.

Umat ini tengah menanti sosok seteguh Shalahuddin al-Ayyubi. Pahlawan Islam yang menjadikan iman sebagai “senjata” dalam menaklukkan penjajahan sadis Zionis-Yahudi.

Selain itu, kemurnian akidah seperti yang ditampilkan Shalahuddin al-Ayyubi dibutuhkan umat ini untuk mengakhiri kebiadaban peradaban Barat yang materialis dan bengis di sana.

Kembali ke Pangkalan Islam

Terkait dengan gagahnya Shalahuddin al-Ayyubi dalam membebaskan Baitul Maqdis dari tangan kaum Salibis, agaknya refleksi sekarang perlu kita lakukan. Dan ini yang diingatkan oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar-nya yang legendaris itu.

Kata Buya Hamka, di saat ini kaum Bani Israil itu telah dapat mendirikan kembali Kerajaannya di tengah-tengah Tanah Arab, di Palestina yang telah dipunyai oleh orang Arab Islam sejak 1.400 tahun, dan beratus-ratus tahun sebelum itu telah dikuasai negeri itu oleh orang Romawi dan Yunani.

Sudah lebih 2.000 tahun tidak lagi orang Yahudi mempunyai negeri itu. Tetapi dengan uang dan pengaruh, mereka menguasai pendapat dunia untuk tidak mengakui negeri Islam itu.

Tujuh Negara Arab, hanya satu yang tidak resmi negara Islam, yaitu Negara Lebanon. Ketujuh Negara Islam itu kalah berperang dengan mereka (1948), dan langsung juga negeri Israel berdiri.

Maka setelah ditanyai orang kepada Presiden Mesir, (ketika itu Republik Arab Persatuan), Jamal Abdel Nasser, apa sebab tujuh Negara Arab dapat dikalahkan oleh satu Negara Israel, Nasser menjawab: “Kami kalah karena kami pecah jadi tujuh, sedang mereka hanya satu.”

Pada tahun 1948, peperangan hebat diantara orang Islam Arab dengan Yahudi itu, yang menyebabkan kekalahan Arab, negara-negara Arab baru tujuh buah.

Kemudian, tengah buku “Tafsir Al-Azhar” ini masih dalam cetakan yang pertama (Juni 1967), Negara Arab tidak lagi tujuh, melainkan telah menjadi tiga belas. Waktu itu sekali lagi Israel mengadakan serbuan besar-besaran.

Sehingga dalam enam hari saja lumpuhlah kekuatan Arab Islam, hancur segenap kekuatannya. Beratus buah pesawat terbang kepunyaan Republik Arab Mesir dihancurkan sebelum sempat naik ke udara. Belum pernah negeri-negeri Arab khususnya dan ummat Islam umumnya menderita kekalahan sebesar ini, walaupun dibandingkan dengan masuknya tentara kaum Salib dan Eropa, sampai dapat mendirikan Kerajaan Palestina Kristen selama 92 tahun, sepuluh abad yang lalu.

Maka dikaji orang lah apa sebab sampai demikian?

Setengah orang mengatakan karena persenjataan Israel lebih lengkap, dan lebih modern. Setengah orang mengatakan bahwa bantuan dari negara-negara Barat terlalu besar kepada Israel, sedang Republik Arab Mesir sangat mengharap bantuan Rusia.

Tetapi di saat datangnya penyerangan besar Israel itu, tidak datang bantuan Rusia itu.

Setengahnya mengatakan bahwa Amerika dan Rusia menasihati Republik Arab Mesir agar jangan menyerang lebih dahulu; kalau sudah diserang baru membalas. Tetapi Israellah yang memang menyerang lebih dahulu, sedangkan pihak Arab telah taat kepada anjuran Rusia dan Amerika.

Tetapi segala abalisa ini tidaklah kena mengena akan jadi sebab musabab kekalahan. Kalau dikatakan persenjataan Israel lebih lengkap, senjata Republik Arab Mesir tidak kurang lengkapnya.

Kalau bukan lengkap persenjataan Mesir, tentu Presiden Jamal Abdel Nasser dan terompet-terompetnya di radio tidak akan berani mengatakan bahwa kalau mereka telah menyerang Isarel pagi-pagi, sore harinya mereka sudah bisa menduduki Tel Aviv.

Kalau dikatakan bahwa orang Yahudi Israel itu lebih cerdas dan pintar, maka sejarah dunia sejak zaman Romawi sampai zaman Arab menunjukkan bahwa bangsa yang lebih cerdas kerapkali dapat dikalahkan oleh yang masih belum cerdas.

Bangsa Jerman yang waktu itu masih biadab, telah dapat mengalahkan Romawi. Bangsa Arab yang dikatakan belum cerdas waktu itu, telah dapat menaklukkan Kerajaan Romawi dan Persia.

Sebab yang utama bukan itu. Yang terang ialah karena orang Arab khususnya dan Islam umumnya telah lama meninggalkan senjata batin yang jadi sumber dari kekuatannya. Orang-orang Arab yang berperang menangkis serangan Israel atau ingin merebut Palestina sebelum tahun 1967 itu, tidak lagi menyebut-nyebut Islam. Islam telah mereka tukar dengan Nasionalisme Jahiliyah, atau Sosialisme ilmiah ala Marx. Bagaimana akan menang orang Arab yang sumber kekuatannya ialah imannya, lalu meninggalkan iman itu, malahan barangsiapa yang masih mempertahankan ideologi Islam, dituduh reaksioner.

Nama Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan pembangun dari bangsa Arab telah lama ditinggalkan, lalu ditonjolkan nama Karl Marx, seorang Yahudi. Jadi, untuk melawan Yahudi mereka buangkan pemimpin mereka sendiri, dan mereka kemukakan pemimpin Yahudi.

Dalam pada itu kesatuan akidah kaum Muslimin telah dikucar-kacirkan oleh ideologi-ideologi lain, terutama mementingkan bangsa sendiri. Sehingga dengan tidak bertimbang rasa, di Indonesia sendiri, di saat orang Arab bersedih karena kekalahan, Negara Republik Indonesia yang penduduknya 90 % pemeluk Islam, tidaklah mengirimkan utusan pemerintah buat mengobati hati negara-negara itu, melainkan mengundang Kaisar Haile Selassie, seorang Kaisar Kristen yang berjuang dengan gigihnya menghapuskan Islam dari negaranya.

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

Ahli-ahli fikir Islam modern telah sampai pada kesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul Maqdis, tidaklah akan dapat diambil kembali dari rampasan Yahudi (Zionis) itu, sebelum orang Arab khususnya dan orang-orang Islam seluruh dunia umumnya, mengembalikan pangkalan fikirannya kepada Islam.

Sebab, baik Yahudi dengan Zionisnya, atau negara-negara Kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materiel berdirinya Negara Israel itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang Salib secara modern, bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan menantang Arab karena dia Islam. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1082): 2/220-221).

Maka, jelaslah sudah problem utama umat ini. Yaitu akidah. Ya, keyakinan sudah lama berganti (atau sengaja diganti) dengan ideologi-ideologi lain yang bertentangan dengan pandangan alam (worldview) Islam.

Padahal, umat ini kuat dan ditakuti lawan karena akidahnya. Bukan yang lainnya. Dan apa yang kita saksikan saat ini di Palestina dan Baitul Maqdis menguatkan hal ini.

Negara sekecil Afrika Selatan sejatinya telah mempermalukan negara-negara Arab yang konon “tetangga” dekat Palestina. Mereka hanya menonton. Mirip tajuk sebuah sinetron: “Tetangga kok gitu?”

Apa benar kondisi negara-negara Arab itu sama seperti tahun 1948, 1956, dan 1967? Apakah ini menguatkan pandangan Buya Hamka bahwa negara-negara itu semua belum kembali ke pangkalan Islamnya?

Yang jelas Khalifah Umar pernah ingatkan kita dengan satu pernyataannya yang amat terkenal: “Ketika kami mencari kemuliaan di luar Islam kami semakin dihinakan oleh Allah. Dan ketika kami mencari kemuliaan dalam Islam kami dimuliakan Allah.”

Karena hanya dengan kembali ke pangkalan Islam umat ini akan kembali jaya, kuat dan ditakuti oleh musuh. Jika tidak, maka perjuangan akan semakin panjang dan pengorbanan akan semakin besar. Semoga kita segera sadar. *

Dosen dan Guru di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah dan Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan



This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Buya Hamka dan Rahasia Merebut Al-Aqsha

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×