Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Jejak Astronom Muslim di Eropa: Nama 210 Bintang Memiliki Akar Arab

Tags: bintang arab nama

 

Aldebaran, Algol, Arrakis, Deneb, Fomalhaut, Rigel, Thuban, Vega, dan Betelgeuse – memiliki Nama Arab. Foto/Ilustrasi: Ist
Beberapa Bintang terang paling terkenal di langit – Aldebaran, Algol, Arrakis, Deneb, Fomalhaut, Rigel, Thuban, Vega, dan Betelgeuse – memiliki nama Arab . Nama-nama ini memperlihatkan hubungan mereka dengan para astronom Arab dan Muslim yang mengamati dan menamainya berabad-abad yang lalu.

Dr Munazza Alam, astronom dan peneliti postdoctoral di Carnegie Earth & Planets Laboratory di Washington, DC dalam artikelnya yang dipublikasikan laman Review of Religions melansir beberapa nama tertua berakar dari orang Arab kuno sebelum kebangkitan Islam. Belakangan, banyak nama Arab lainnya muncul sebagai terjemahan dari nama-nama Yunani.

Dalam astronomi Barat saat ini, sebagian besar nama bintang yang diterima memiliki akar bahasa Arab. Hanya sedikit yang berasal dari Yunani. Secara khusus, terdapat 210 bintang dengan nama Arab, 52% di antaranya adalah Arab asli, 39% diterjemahkan Ptolemeus, dan 9% adalah dugaan atau pembacaan yang salah.

"Nama bintang kuno lainnya diubah selama Abad Pertengahan dan Renaisans oleh penulis Eropa yang salah menyalin atau menerjemahkan nama Arab," tulis Dr Munazza Alam.

Kala itu, banyak kemajuan bidang astronomi dibuat oleh para astronom Muslim di Zaman Keemasan Islam. Sementara Eropa masih dalam Abad Kegelapan, pemikiran intelektual serta inovasi dilumpuhkan oleh gereja.

Pada tahun 2016, Persatuan Astronomi Internasional (IAU) menetapkan nama bintang resmi untuk merampingkan sistem penamaan bintang yang berbeda. Akibatnya, banyak bintang terang yang secara resmi diberi nama Arab yang dikenal umum.

Penyebaran Astronomi Muslim

Claudius Ptolemy, astronom dan matematikawan Mesir-Yunani abad ke-2, menulis risalah Almagest, merinci gerakan lebih dari seribu bintang dan orbit planet tata surya.

Almagest memiliki dampak jangka panjang pada sains Islam dan Eropa selama lebih dari seribu tahun. Itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ke-8 dan ke-9, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12.

Ptolemeus sampai pada empat kesimpulan utama dalam Almagest:

1. Alam surga berbentuk bulat, dan bergerak seperti sebuah bola.
2. Bumi berbentuk bulat dan berada di pusat kosmos.
3. Bumi tidak memiliki ukuran yang berarti dalam kaitannya dengan jarak bintang tetap dan harus diperlakukan sebagai titik matematis.
4. Bumi tidak bergerak.

Al-Sufi, seorang astronom Muslim Persia abad ke-10, menulis kitab "Suwar al-Kawakib al-Thabita" atau "Konstelasi Bintang Tetap". Karya ini memperluas katalog bintang Almagest Ptolemeus.

"Karya Al-Sufi mengoreksi pengamatan yang tidak akurat di Almagest dan memasukkan pengamatan yang tidak dicatat oleh Ptolemeus," ujar Dr Munazza Alam.

Mayoritas nama bintang Arab yang kita gunakan saat ini tercatat dalam risalah Al-Sufi. Karyanya menandai perubahan paradigma astronomi karena memberikan posisi, warna, dan kecerahan bintang-bintang yang terlihat dengan mata telanjang berdasarkan pengamatan, menghubungkan untuk pertama kalinya dalam sejarah nama-nama bintang Arab kuno dengan bintang-bintang yang diidentifikasi dan diamati.

Al-Sufi juga merupakan astronom pertama yang mengamati galaksi Andromeda serta Awan Magellan Besar (galaksi satelit Bima Sakti).

Pengamatan ini dilakukan dengan mata telanjang karena teleskop belum ditemukan pada saat itu! Karya ini kemudian berguna untuk pengukuran bintang dan planet tata surya yang akurat dan komprehensif oleh Tycho Brahe.

Atas permintaan Alfonso the Wise (Raja Castille dan Leon), karya Al-Sufi diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol sebagai Libros de las Estrellas de la Ochava Esfera, yang digabungkan dengan Libros del Saber de Astronomía (Buku Pengetahuan Astronomi), untuk menyertakan posisi matahari, bulan, dan planet yang diperbarui.

Karya-karya Al-Sufi juga memengaruhi para astronom Muslim lainnya, termasuk Ulugh Beg dari Samarkand pada abad ke-15, yang mendirikan observatorium terbesar di dunia Islam.

Di observatorium ini, para astronom bekerja sama menyusun katalog bintang Zij-i Sultani. Katalog ini mencantumkan nama dan posisi untuk kurang lebih seribu bintang. Nama-nama yang tercantum dalam katalog bintang, instrumen, dan peta bola langit dapat ditelusuri kembali ke Al-Sufi atau Ulugh Beg.

Selanjutnya, Ibn al-Haytham mengembangkan optik, ilmu tentang bagaimana kita memandang cahaya – yang mengarah pada pengembangan kamera obscura dan teleskop.

Wanita Muslim juga berkontribusi pada kemajuan di bidang ini. Misalnya, desain astrolabe, alat yang digunakan untuk menemukan benda langit, memberi tahu waktu pada malam hari, dan mengidentifikasi waktu matahari terbit dan terbenam, disempurnakan oleh pembuat astrolabe Suriah Mariam al-Astrulabi.

Navigasi Langit

Menurut Dr Munazza Alam, nama bintang Arab pertama kali dibawa ke Spanyol pada Abad Pertengahan antara abad 10-13. Para astronom Kristen langsung memasukkan nama-nama tersebut ke dalam karya astronomi Eropa mereka, termasuk Aldebaran, Algol, Alhabor Rigel, dan Vega.

Nama-nama Arab dari bintang-bintang terang ini dan lainnya kemudian digunakan selama berabad-abad untuk navigasi langit oleh para pelaut, pelaut, dan penjelajah.

Nama-nama Arab dari bintang-bintang paling terang dan paling terkenal menunjukkan warisan zaman keemasan pemikiran ilmiah Islam dalam astronomi – sebuah warisan yang bertahan sampai sekarang.

Para ilmuwan dari Spanyol Islam, Afrika Utara, Timur Tengah, dan India selama abad ke-9 hingga ke-15 mencatat karya mereka dalam bahasa Arab dan meletakkan dasar dalam matematika dan astronomi, serta bidang lainnya. Kontribusi ilmiah mereka kemudian memberikan landasan bagi Renaisans intelektual Eropa, di mana astronomi berada di garis depan.

Pengaruh Lanjutan

Johann Bayer memperkenalkan 22 nama Arab tambahan ke Eropa pada abad ke-16 dan ke-17. Ilmuwan dan penulis segera mulai menggunakan nama-nama ini. Bayer menulis atlas bintang Uranometria pada tahun 1603 M yang berisi 51 peta bintang. Untuk merakit atlas ini, dia menggunakan posisi bintang yang tepat dari Tycho Brahe dan memperkenalkan konvensi penamaan baru untuk bintang.

Konvensi penamaannya menggunakan huruf Yunani untuk menunjukkan bintang yang lebih terang (Alpha Centauri, misalnya) dan menggunakan nama populer/umum untuk bintang yang lebih terkenal.

Dia mengambil nama-nama ini dari terjemahan Latin Almagest dan terjemahan Spanyol dari karya Al-Sufi.

Karya Al-Sufi juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1665 M oleh Thomas Hyde, disebut Tabulae longitudinis et latitudinis stellarum fixarum ex observasie Ulugh Beighi yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1767 M dan 1843 M. Selain itu, Jakob von Christmann menerjemahkan karya al-Farghani ke dalam bahasa Latin.

Warisan yang Bertahan

Dr Munazza Alam menjelaskan masuknya pengetahuan dan warisan astronom Muslim terus mengalir ke Eropa hingga abad ke-20. Giuseppe Piazzi memfasilitasi pembangunan Observatorium Palermo. Dia menyusun katalog lebih dari 6.000 bintang dan menamai bintang-bintang tersebut berdasarkan modifikasi dari katalog Hyde – terjemahan dari karya Al-Sufi.

Katalog ini menjadi patokan astronomi bintang. Pada tahun 1809, Aja’ib al-Makhluqat (Keajaiban Penciptaan) oleh Zakariya al-Qazwini diterjemahkan oleh Ludwig Ideler, di mana ia juga memasukkan komentar tentang arti dan asal nama-nama ini.

"Star-Names and Their Meanings" atau "Nama Bintang dan Artinya" oleh Richard Hinckley Allen diterbitkan pada tahun 1899 dan selanjutnya mempopulerkan nama-nama bintang asal Arab di AS – bahkan membawa nama-nama ini ke Kamus Webster.

(mhy)Miftah H. Yusufpati


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Jejak Astronom Muslim di Eropa: Nama 210 Bintang Memiliki Akar Arab

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×