Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Soal HAM Barat dan Toleransi yang Tidak Adil

Tags: islam
Meskipun Islam tidak memberi klaim keselamatan terhadap pemeluk agama lain, akan tetapi ajaran Islam tidak memperkenankan mengebiri dan menyerang pemeluk agama lain. Islam menilai agama lain tidak benar, namun bukan berarti klaim ini melegitimasi melakukan penyerangan tanpa sebab. Peperangan dalam Islam didudukkan sebagai usaha prefentif (tadafu’), tidak mendudukkannya sebagai konfik (shira’). Visi Islam menjaga harmonitas dan koeksistensi antar kelompok, melalui usaha preventif bukan konflik.
Dalam Islam, toleransi (samahah) merupakan ciri khas dari ajaran. Islam menganjurkan umatnya untuk bersikap toleran, tolong-menolong, hidup yang harmonis, dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).
Kontroversi HAM
Pada 10 Desember 1948 PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM disusun sebagai usaha untuk mewujudkan dunia yang berkeadilan dan terbangunnya kerjasama yang berguna bagi manusia seluruh dunia tanpa memandang ras dan agama.

Tapi ternyata deklarasi DUHAM sejak awal menui kontroversi. Konsep HAM lebih kecenderung kepada humanisme. Padahal humanisme selalu dibenturkan dengan agama-agama. Penyusunan deklarasi juga masih diskriminatif. PBB tidak melibatkan Negara-negara Afrika Asia. Justru deklarasi disusun oleh sejumlah Negara Barat adidaya.

Beberapa utusan agamawan dari berbagai Negara sempat meminta butir-butir DUHAM agar direvisi. Dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan konsep-konsep yang berdasarkan agama baik spiritual maupun tangngung jawab. Pertemuan-pertemuan dalam Project on Religion and Human Right di New York pada Juli 2003 dan peringatan ulang tahun 50 tahun DUHAM di McGill Montreal Kanada dimanfaatkan oleh Negara-negara Islam. Pertemuan itu menghasilkan Universal Deklaration of Human Right by the World Religions. Namun tetap saja, konsep HAM masih meminggirkan agama.

Tidak Ada Kompromi
Hak-hak agama Islam belum mendapatkan tempat. Perwakilan Islam mempersoalkan pasal 16 dan 18. Tentang hak melaksanakan ajaran agama dan perkawinan beda agama.  Aspirasi umat Islam mentok. Ternyata ada pembatasan dan reduksi melaksankan ajaran secara penuh.

Memang karena dasarnya adalah humanisme sekular, maka tidak ada tempat bebas bagi agama, khususnya Islam. Hak-hak mematuhi dan melaksanakan ajaran agama Islam terbatas. Yang membatasi adalah sekularisme. Ideologi humanis-sekular menurut Dr. Anis Malik Thoha adalah salah satu wajah dari tren pluralisme. Ideologi ini bercirikan antroposentris, yaitu menganggap manusia sebagai hakikat sentral kosmos. Secara epistemologis, manusia itu sumber kebenaran, kebenaran Tuhan tidak bisa dijangkau.

Spirit humanisme adalah pengingkaaran terhadap kebenaran metafisik absolute. Ia adalah ideologi kuno yang menilai manusia sebagai satu-satunya pengatur nilai. Cikal bakalnya dapat dilacak pada abad ke-5 SM. Dipopularkan oleh filosof Protagoras. Protagoras, yang juga tokoh Sophis Yunani mengatakan manusia adalah satu-satunya standar bagi segala sesuatu, bukan doktrin agama.

Karena itu idologi ini tidak pernah sukses berkompromi dengan agama. Maka tidak heran, jika sering kita temui diskriminasi Barat sekular terhadap Islam. Karena sejatinya, tidak tempat keadilan untuk agama, khususunya Islam.

Anehnya, yang dituduh intoleran oleh PBB justru muslim Indonesia. Seperti baru-baru ini ada laporan dari Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, 23 Mei 2012, yang menulis bahwa Indonesia Negara muslim yang tidak toleran. Di sinilah letak tidak adilnya. Di Swiss menara dilarang. Adzan dilarang dikeraskan. Tapi Negara ini tidak pernah disebut Negara toleran. Justru di Indonesia, agama-agama non-Islam bebas hidup. Di Negara Barat tidak ada hari besar agama kaum minoritas menjadi hari libur nasional. Tapi di Indonesia hal itu tidak pernah diributkan. Gereja-gerja dan Vihara bebas, tidak diganggu. Siswa-siswa non-muslim masih bisa belajar agamanya di sekolah-sekolah negeri. Di Eropa belum ditemukan setoleran itu. Tapi kenapa tidak dipersoalkan? Jelas karena Eropa sekular, sedangkan Indonesia religius.

Catatan-catan intoleransi Barat, sudah banyak ditulis, tapi tidak pernah diproses hukum. pernah ditulis Washington Post pada 25 November 2006, seorang anggota Perlemen Inggris, Jack Straw, dengan arogan meminta kaum muslimah melepas cadarnya ketika masuk ke kantornya. Islam dan muslim masih dipandang rendah dan kelas bawah yang perlu dicurigai. Beberapa waktu lalu Syekh Yusuf Qardhawi dicekal dilarang  masuk Negara Prancis.

Fakta-fakta ini sesungguhnya menunjukkan peradaban Barat belum mampu belajar toleransi bergama. Faktornya adalah sekularisme — yang menjadi ideologi Barat — tidak mengajarkan toleransi terhadap agama-agama. Sekularisme dan liberalisme meminggirkan agama dan menindas doktrin-doktrin sentral agama.

Maka, yang harus belajar  toleransi itu adalah Barat secular kepada Islam. Bukan kaum muslimin yang belajar toleransi kepada mereka.

Kebenaran Toleransi
Oleh sebab itu, klaim kebenaran sebenarnya tidak menghalangi pemeluk agama lain untuk menentapkan perkara mereka sesuai dengan apa yang terdapat dalam kitab suci mereka. Hal ini berbeda dengan ideologi sekularisme. Sekularisme membatasi hak-hak beragama di ruangan publik. Sedangkan Islam memberi izin.

Toleransi Islam seperti itu telah lama dipraktikkan oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Kemudian diteruskan oleh para khalifah di Baghdad dan Andalusia. Bernard Lewis mengakui toleransi Islam. Dalam The Jews of Islam ia mengatakan, bahwa orang-orang Yahudi merasa aman hidup di bawah naungan orang Islam selama berabad-abad. Mereka tidak ditindas atau dirampas hak-haknya, bahkan mendapat kesempatan untuk bersekolah di lembaga-lembaga kajian. Kaum Yahudi hanya dikecam karena kekufurannya, namun mereka tetap mendapatkan hak-hak hidupnya.

Dalam sistem Islam ada konsep kafir dzimmi.Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka. Kafir dzimmi itu dilindungi karena taat pada kepemimpinan Islam dan tidak menyebarkan kesesatan kepada umat Islam. Bahkan umat Islam dilarang mendzalimi ahl al-dzimmi ini.

Maka, jika ingin adil, Barat mestinya yang perlu belajar kepada Islam. Sementara kaum muslimin perlu mendalami sejarahnya secara benar – dimana toleransi itu begitu agung diamalkan tanpa ada diskriminasi. Kaum muslim tidak perlu minder dengan tawaran konsep-konsep HAM sekular. Karena sejatinya konsep Islam telah sempurna.

wallahu a'lam bish shawab. ***


This post first appeared on Kehidupan Islam | Syariah, Khilafah, Peradaban Isl, please read the originial post: here

Share the post

Soal HAM Barat dan Toleransi yang Tidak Adil

×

Subscribe to Kehidupan Islam | Syariah, Khilafah, Peradaban Isl

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×