Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

[Horror]Suara-suara Memaki












Suara memaki itu tak juga berhenti terdengar. “Sudah diam! Berisik! Diaaam..!!” teriakku sejadi-jadinya dalam perasaan kesal. Lalu sejenak suara itu berhenti, seolah terkekeh melihat tingkahku yang bodoh, berteriak-teriak sebagaimana dirinya sambil memukul kepalaku sendiri. Kurang ajar!
Entah sudah berapa kali aku berjalan mondar-mandir di dalam kamarku ini, dalam gelisah dan perasaan cemas tak menentu. Lalu suara memaki itu tiba-tiba datang, menghujami diriku dengan kata-kata yang kasar.”Manusia bodoh! Tak berguna! Idiot! Tolol! Banci kaleng!” terus menerus tanpa henti. Membuat sakit telinga dan juga kepalaku.
Tapi aku membenarkan semua kata-kata dalam caci maki itu. Aku mengakui kebodohanku sebagai seorang manusia, sebagai lelaki yang tidak berguna; tolol, idiot dan mirip banci kaleng. Dan semua kata-kata lain yang keluar dari caci maki itu. Sialan!
Entah apa salahku? Aku hanya manusia yang berusaha hidup apa adanya, jujur dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh, Sebagimana kebanyakan orang. Aku tak ingin menyakiti dan mengecewakan siapapun. Tidak pernah! Karena aku tahu, tuhan tidak menyukai hal yang demikian. Meski kemudian yang terjadi adalah, aku yang selalu disakiti dan dikecewakan oleh banya orang. Anjing!
Akhirnya aku jatuhkan tubuhku di atas ranjang. Sejenak memejamkan mata, dari menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dalam satu tarikan keras. HAH!!.. berharap detak jantung ini bisa kembali normal. Dan aku kembali bisa merasa tenang. Aku berharap akan hal itu..
Tapi yang terjadi..tiba-tiba aku merasakan sakit didadaku dan juga seolah tubuhku ditarik dengan paksa. Sakiiit…! Oh, ada apa lagi ini? semakin lama semakin kuat tarikan pada tubuhku, dan perlahan aku bisa melihat  satu sosok bayangan yang keluar dari dalam tubuhku. Sosok hitam tanpa wajah, dengan tangan yang seolah merobek dadaku sebagai jalan keluar dirinya. AAAAAGGGHH….!!! Rasa sakit itu tidak dapat aku tahan lagi. Saat bayangan itu semakin keluar dari tubuhku.
Aku terkulai lemah kehabisan tenaga. Rasa sakit yang begitu kuat aku rasa, telah berhasil menguras energi tubuhku untuk menahannya. Dalam helaan nafas yang cepat, keringat yang membasahi tubuhku, dan kesadaran yang sedikit demi sedikit mulai hilang. Seiring gelapnya pandangan mataku. Tiba-tiba tubuhku terangkat hampir menyentuh langit-langit kamar. Lalu dilemparkannya..
BUGH!! Tubuh telak menghantam tembok, dan jatuh telungkup menahan sakit. Aku tak sempat berfikir tentang apa yang terjadi. Seluruh persendian tubuhku serasa patah. Suara terkekeh mengejek diriku itu, kembali terdengar. Setan! Ada apa sebenarnya ini?!
Samar-samar aku melihat sosok hitam yang tadi keluar dari tubuhku mendekat. Dan kembali tubuhku terangkat dalam posisi menghadap tanah, karena sosok hitam itu merengkuh bahu leherku dan juga celanaku. Tubuhku diayunkannya kearah kiri, melayang dan menghantam lemari pakaianku. Kurang ajar!! Makiku marah, karena di perlakukan sedemikian rupa, layaknya sebuah boneka bagi seorang bocah.
Aku memaksakan diri untuk cepat berdiri meski sedikit terhuyung, sebelum sosok hitam itu menghampiri diriku lagi. “Siapa Kau?!” teriakku. Namun sosok hitam itu tidak menjawab, dan terus berjalan mendekati diriku. Aku telah siap dalam posisi membela diri. Melihat diriku telah siap dalam posisi demikian. Sosok itu sejenak menghentikan langkahnya, dan berdiri dihadapanku.
“Ayo maju!! Kenapa diam?! Kita bertarung sampai mati!!” teriakku lagi menantang. Tapi yang kemudian terjadi adalah, suara memaki itu kembali terdengar seperti menggema di kepalaku.
“Manusia Tolol!! Kenapa kau melawannya?! Idiot tak berguna! Kau tidak bisa melawannya! Mati saja kau!”
Aku menutup telingaku karena merasakan sakit mendengar suara caci maki yang bergema keras itu. sampai mencari-cari asal suara itu, tapi tak kutemukan juga. Bahkan sosok hitam yang tanpa wajah itupun kulihat diam tak bergeming dari posisinya semula. “Berisiiiiiikk…!!’ teriakku sekeras-kerasnya. Dan suara itu memaki itu kembali menjadi suara terkekeh, seolah tengah mengejekku. “Setan! Keluar kau!! Jangan jadi pengecut!!” teriakku lagi.
Suara itu menghilang, tapi sosok hitam didepanku melangkah maju mendekatiku dengan cepat. Lalu mencengkram batang leherku kuat-kuat. Nafasku tercekat, mengeluarkan suara-suara diujung kematian. Aku berusaha berontak melepaskan cengkraman tangan itu. Tetapi tak berhasil, karena aku merasakan tangan itu begitu kuat.
Sejenak aku merasakan wajahku memucat, karena aliran darah aku rasakan berhenti mengalir ke kepala. Mataku dengan sendirinya membelalak, sebagaimana lidah yang menjulur keluar. Mati! aku akan mati saat ini! hanya itu yang ada didalam benakku. Tanpa ku tahu apa yang harus aku lakukan lagi.
Sedetik ketika aku merasakan jiwa hampir melayang meninggalkan tubuhku. sosok itu melepaskan cengkraman tangannya di batang leherku. Aku pun jatuh bersimpuh terbatuk-batuk, berusaha menggapai udara yang sempat hilang dari rongga dadaku. Dan terdengar lagi tawa terkekeh mengejek diriku. Kurang ajar! Mahluk sialan!
……
Aku masih ingat bagaimana hinaan itu di lontarkan oleh orang tua Sinta kepadaku, saat aku datang menemui mereka dan mengutarakan maksudku untuk melamar.
“Manusia tidak tahu diri! Ngaca dong kamu! lihat siapa kamu sebenarnya. Berani-beraninya kamu melamar Sinta, anak kami!” ucap Papanya Sinta sambil melotot dan mengarahkan jari telunjuknya ke arahku terus menerus, seperti tengah menghakimi diriku.
Sedang Mamanya Sinta malah beranjak dari duduknya, sambil meletakan tangannya dipinggang,”Manusia gak berguna! Punya apa kamu?! Berani-beraninya datang melamar. Kerja aja gak jelas! Mau dikasih makan apa Sinta nanti? Mau makan batu?! Hah?!!”
Sementara aku bisa melihat Sinta yang tengah bersembunyi dibalik tembok tak jauh dari tempat aku berada bersama orang tuanya. Aku bisa mendengar tawa cekikikan geli dirinya, seolah merasa lucu dengan apa yang tengah aku alami. Apa salahku?!
Bahkan ketika aku melangkahkan kaki meninggalkan rumah besar itu, aku masih mendengar hinaan itu dari teras lantai dua rumah ini. Dimana sinta berdiri di tepi pagar batas, “Woi, Idiot! Jangan datang-datang lagi kesini, yah?! Dasar banci kaleng! Pacaran aja enggak, berani-beraninya ngelamar aku. Tolol!!”
Aku hanya bisa melangkah gontai meninggalkan rumah itu dengan kepala tertunduk. Rasa kecewa bercampur rasa sakit karena hinaan yang aku terima. Membuat diriku tak mampu lagi berkata-kata untuk membantah semua ucapan mereka.
……
Sosok hitam itu telah kembali bersatu dalam tubuhku, sedangkan suara caci maki itu berubah menjadi pemimpin dan juga penggembira dalam setiap aksiku. Peluh jatuh membasahi tubuhku, dengan nafas memburu. Aku tengah berada diatas tubuh telanjang Sinta, yang kedua kaki dan tangannya terikat oleh tambang plastik di setiap kaki ranjang.
Sinta mencoba berontak dan berteriak dalam ketakutan. Namun mulutnya telah aku sumpah dengan celana dalamku. Aku hanya mendengat suara teriakan tertahan, yang aku anggap erangan kenikmatan. Sebagaimana kenikmatan yang aku rasakan saat menyetubuhi dirinya. Akhirnya akupun terkapar disisi tubuhnya. Sementara Sinta terlihat sesegukan dalam tangis dan linangan airmata.
Tiba-tiba aku merasa iba melihat dirinya. Tapi seketika itu juga, suara caci maki itu terdengar keras mengema memenuhi kepalaku. ”Manusia bodoh! Tak berguna! Idiot! Tolol! Banci kaleng!” sehingga aku harus menutup telingaku dengan bantal yang ada di atas ranjang. “Diaaaaaaaaammm…..!! berisiiiiiik…!!” teriakku sejadi-jadinya. Sinta terkejut melihat sikapku.
Dan aku juga kembali merasakan tubuhku seolah tertarik sebagaimana sebelumnya, ketika sosok hitam yang berusaha keluar dari tubuhku. Aku segera bangkit dari ranjang dan meraih golok yang aku bawa saat masuk ke dalam rumah besar ini. Dan dengan sekali tebasan yang mengarah ke leher Sinta. Seketika, darah keluar dari kepala dan leher yang kini telah terpisah. Suara isak tangis Sinta pun hilang. Semua serasa berubah senyap. Sosok hitam itupun tidak jadi keluar dari tubuhku. Suara tawa puas membahana memenuhi kamar ini.
Akupun melangkah dengan tubuh telanjang menghampiri Papa dan Mama Sinta. Yang sedari tadi berada di sudut kamar, dengan posisi terikat kaki-tangannya dan mulut yang terbungkam kain. Mereka menyaksikan apa yang aku lakukan terhadap anaknya. Aku berjongkok dihadapan mereka.
“Maapkan aku ya, Ma,Pa.. seharus ini semua tidak terjadi. Maap..” ucapku penuh sesal. Lalu aku kembali berdiri sambil menjambak rambut kepala Mama Sinta. Dia berteriak dan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tali dan juga jambakan pada rambutnya. Papa Sinta tak kalah histerisnya. Ia menjatuhkan tubuhnya, mencoba merangkak bagai seekor ulat menghampiri diriku dan istrinya. Tapi sepertinya percuma..
Aku bersimpuh diatas tubuh yang menggantung di pintu kamar mandi. Dimana Mama dan Papa Sinta berada, dengan kondisi wajah yang pucat membiru, mata yang hampir melompat dari tempatnya, dan lidah yang terjulur. Aku menangis… sedangkan tawa yang selalu memenuhi isi kepalaku kembali terdengar dan terasa lebih bersahabat dengan diriku, karena tanpa rasa sakit.
Aku hampiri tubuh Sinta yang kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Aku angkat kepala itu, dan memeluknya dengan segenap rasa cinta yang selama ini aku miliki untuknya. Apa salahku?! Aku hanya manusia yang tak mampu menahan gejolak cinta dan rindu, yang datang tanpa ku undang. Jika boleh aku memilih, aku tidak ingin merasakan cinta ini untuk seorang perempuan yang sangat jauh berbeda derajat kehidupannya dengan kehidupanku.
Apalah aku? Aku hanya manusia yang tidak mampu melawan setiap kejadian yang telah tuhan tetapkan ada untukku. Dan aku terlalu bodoh untuk bisa memaknai maksud dari setiap kejadian. Aku tak pernah menginginkan semua ini terjadi. Aku sungguh mencintaimu, Sinta. Meskipun aku tahu siapa diriku sebelum sinta dan juga orang tuanya menghina diriku. Aku tahu itu!
…..
Berita headline di televisi hari ini. “Kembali telah terjadi pembunuhan berantai, pembantaian satu keluarga, dimana kondisi korban-korbannya sangat mengenaskan. Kedua orang tua yang tergantung di pintu kamar mandi, dan tubuh seorang gadis dalam keadaan telanjang. Sedangkan kepala sang gadis tidak ditemukan dilokasi kejadian. Pelaku yang sudah sekian lama di cari tidak kunjung tertangkap oleh pihak yang berwajib”
“Sudah diam! Berisik! Diaaam..!!” suara teriakan terdengar dari sebuah kamar.
………






awankening personal blog


This post first appeared on Awankening Personal Blogs, please read the originial post: here

Share the post

[Horror]Suara-suara Memaki

×

Subscribe to Awankening Personal Blogs

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×