Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Abu letusan Bromo masih pekat

Hari ini (26 Desember 2010), balik habis liburan di rumah mertua (Glenmore) tanpa ditemani istri dan anak…saya tempuh dengan naik kereta api. Kebetulan ada paman yg bersedia menemani sampai Sidoarjo. Cuaca di desa tampat mertua tinggal cukup cerah beberapa hari ini, bahkan Gunung Raung yang terkenal dengan pos-pos angkernya bisa dinikmati dari tempat duduk serambi depan rumah dengan sangat jelas. Dengar-dengar gunung ini juga mulai terlihat aktif, terlihat beberapa kepulan awan panas keluar dari mulutnya. Kekhawatiran warga juga mulai terdengar dimana-mana, bahkan ada yg meramalkan juga akan meletus seperti halnya Bromo. Semoga saja tidak terjadi apa2.

Gunung Raung (sumber: republika.co.id)

Bicara soal gunung meletus, kalau saya pribadi perhatikan, mulai dari Sinabung,  Anak Krakatau, Merapi, Bromo…semuanya meletus secara berurutan dari arah Barat ke Timur…entah gunung apa lagi yang akan mengikuti, yg jelas semakin ke arah Timur.

Lokasi Gunung Raung (Snapshot dengan GoogleMaps)

Kembali ke perjalanan saya, seperti biasa, penumpang kereta membludak saat akhir pekan..walhasil saya berdiri dekat pintu masuk kereta..hihi maklum cuma ikut yg kelas ekonomi. Perjalanan hingga Stasiun Jember berlalu dengan cepat, udara dingin nan segar masih bisa saya hirup kali ini. Para pedangan yang mencari rejeki di gerbongpun masih dengan menu seperti biasa. Namun menjadi berbeda ketika mulai masuk Stasiun Leces, para pedangan yang berlalu lalang dari gerbong satu hingga sepuluh mulai mengingatkan, bahwa abu masih tampak tebal sebentar lagi. Menu yang ditawarkan pedagangpun mulai berubah. Mas yang biasa menawarkan saya air meneral dingin dan tahu petisnya, kali ini tidak membawa itu semua. Kali ini ia berlalu-lalang dengan sekantong plastik besar berisi dus-dus masker. Masker hijau yang biasa dipakai istri saya waktu praktek dirumah sakit itu dijualnya dengan harga dua ribu rupiah per masker. Hmmm..padahal dulu waktu saya sakit batuk, teman sekerja istri saya ngasih segebok masker cuma-cuma, mungkin harga satuannya ga segitulah. Yahh..emang pandai memanfaatkan situasi.

Benar, selepas dari Stasiun Leces gerbong menjadi gelap, bukan karena lampu mati, tapi karena udara bercampur abu yang…saya kira cukup pekat waktu itu, meski mungkin tak sepekat punya Bromo. Pintu masuk ke gerbong mulai ditutup, jendela juga ditutup. Saya sempatkan untuk melihat keluar gerbong, yang tampak hanya pohon-pohon yang dulunya hijau menjadi abu-abu karena tertutup abu. Suasana juga sepi sekali, mencekam..karena tidak terlihat aktivitas warga disana. Rumah-rumah juga tertutup semua. Sayang saya tidak membawa kamera, jadi tidak bisa mendapatkan gambarnya.

Napas mulai sesak, matapun pedih…semakin ke barat laju kereta, semakin banyak orang yang memakai masker hijau itu. Orang-orang mulai memegang rambutnya, sayapun ikut-ikutan karena penasaran. Ya Allah, rasanya pekat sekali rambut ini, kaku, dan pastinya banyak pasir halusnya. Saya tetap menutup hidung saya dengan kain agar tetap bernapas. Stasiun Probolinggopun terlewati, tapi abu masih tetap ada, berterbangan..tapi tak sepekat tadi, dan akhirnya kembali normal ketika tiba di Stasiun Bangil.

Akhirnya sampai juga dengan selamat di Stasiun Gubeng…Alhamdulillah. Tapi penampilan jadi kayak orang baru mandi lumpur, tersiram abu…dan keringatan di dalam gerbong kereta. Lebih dari itu saya bersyukur, Allah melancarkan perjalanan saya, dan semoga melindungi kedua mertua saya disana..dari kemungkinan meletusnya Gunung Raung. Amiinn.


Tagged: Cerita, Fenomena, Info, Pengalaman, Story, travel, travelling


This post first appeared on All Of AndyQ, please read the originial post: here

Share the post

Abu letusan Bromo masih pekat

×

Subscribe to All Of Andyq

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×