Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Membahas Tentang Pernikahan Dini

Dailykirukkal - Pernikahan Dini, rumah tangga yang dibangun dari suatu keterpaksaan, maka berbagai persoalan pun mulai muncul. Lambat laun "kehancuran" membayangi kehidupan rumah tangganya. Suatu hal yang baik dimulai dengan tidak baik, rupanya pernikahan dini melahirkan dengan tidak baik pula. Membahas Tentang Pernikahan Dini bukanlah suatu hal yang baruuntuk di perbincangkan, masalah ini sangat sering "diangkat" dalam berbagai diskusi, berita hangat media massa maupun media sosial (elektronik).


Pernikahan Dini



Berbagai tanggapan tentang menikah di usia dini bermunculan, ada yang positif dan negatif. Salah satu contoh yang "mengangkat" persoalan ini adalah sinetron "Pernikahan Dini". Dikisahkan sepasang remaja yang masih duduk di bangku SMU berpacaran. Sampai suatu ketika sang gadis akhirnya hamil. Untuk menutupi aib maka kedua insan remaja tersebut terpaksa dinikahkan.Alhasil karena rumah tangga yang dibangun dari suatu keterpaksaan, maka berbagai persoalan pun mulai muncul. Lambat laun "kehancuran" membayangi kehidupan rumah tangganya. Suatu hal yang dimulai dengan tidak baik, rupanya melahirkan yang tidak baik pula.

Bisa jadi karena banyaknya hal negatif yang ditonjolkan dalam sinetron tersebut, maka berbagai pihak pun tak setuju dengan pernikahan dini. Mantan kepala SMU Negeri 1 Denpasar, melarang pernikahan dini bagi para pelajar terutama SMU, ia mengatakan : "Bila pemerintah memperbolehkan para pelajar untuk menikah, maka akan banyak siswa - siswi yang menikah sebelum merampungkan pendidikannya." Pendapat yang lain, seperti pendapat Prof. Dr. Dadang Hawari, seseorang psikiater mengatakan: "Secara psikologis dan biologis, seseorang matang berproduksi dan bertanggung jawab sebagai ibu rumah tangga antara usia 20 sampai 25 tahun atau antara 25 sampai 30 tahun. Di bawah itu, kecepetan. Jadi pre-cocks, matang sebelum waktunya."

Lain halnya yang dikatakan oleh Muhammad Fauzil Adhim: "Secara psikologis, usia terbaik menikah antara 18 sampai 24 tahun. Untuk pernikahan dini, tidak perlu dibatasi usia. Titik berat pada kedewasaan, illmu dan tanggung jawab. Kalau usia 16 tahun punya hal itu, tidak masalah untuk menikah." Kontroversi mengenai pernikahan dini tampaknya tidak akan pernah berakhir. Mengenai hal tersebut dalam penjelasan berikut ini akan kita kupas lebih mendalam. Arti Pernikahan Dini
istilah pernikahan dini adalah istilah kontemporer. Dini dikaitkan dengan waktu, yakni sangat diawal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kedaluwarsa. Bagi orang-orang yang hidup pada awal-awal abad ke 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13-14 tahun, atau lelaki pada usia 17-18 tahun adalah hal biasa, tidak istimewah.


Tetapi Bagi masyarakat kini, hal itu merupakan suatu keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun atau lelaki sebelum 25 tahun pun dianggap tidak wajar "terlalu dini" istilahnya. Hubungan Pria-Wanita Pra Nikah dalam Psikologi Perkembangan dijelaskan bahwa usia sekitar 10-14 tahun, individu mengalami "bermimpi" (pollusio) dan mulai menaruh perhatian dan ketertarikan khusus dengan lawan jenisnya. Perhatian terhadap lawan jenis ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik remaja. Daya tarik terutama pada penampilan fisik. Pada masa ini individu tampak sibuk dengan dirinya, utamanya berkenan dengan penampilan fisiknya.

Dalam perjalanan perkembangan atau pertumbuhan seseorang anak manusia, masa remaja identik dengan suatu masa dimana organ-organ seksnya telah saatnya mengalami kematangan. Banyak gejala yang menandai dengan masa yang dikenal dengan masa yang banyak dikenal orang dengan istilah masa pubertas ini. Bagi lelaki (pada usia 12-14 tahun) misalnya mulai tumbuh kumis dan janggut, muncul jakun, suara berubah menjadi besar dan mulai memperhatikan alias tertarik pada lawan jenisnya. Sedangkan wanita (pada usia 10-14 tahun) gejala-gejala yang timbul adalah menstruasi (manarhea), mulai suka berdandan, terjadipembesaran pada bagian dada, terjadi perubahan pada bagian pinggang dan bokong dan tentunya juga suka diperhatikan oleh lawan jenisnya.

Masa pubertas ini jika tidak di manage dengan baik dan benar (tentunya menurut ajaran islam) akan berdampak kepada masalah-masalah sosial yang sangat sulit untuk dipecahkan, seperti timbulnya fenomena pacaran, MBA (married by accident) satu istilah bagi muda-mudi yang wanitanya telah hamil duluan. Munculnya fenomena pacaran pada sebagian pasangan muda-mudi dengan alasan bahwa untuk menuju pada pernikahan harus mengenal dengan baik calon pasangan maka perlu penjajakan "luar" dan "dalam" agar dapat lebih mengetahui dan mengenal karakter masing-masing. Padahal kalau di timbang, berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari pacaran ini yakni secara rasional:


  1. Pemborosan
    Pacaran mendidik untuk berlaku boros, apalagi dengan semakin gencarnya media massa mempropagandakan kebiasaan buruk "konsumerisme". Biasanya untuk membuat sang pacar semakin lengket maka berupaya memenuhi berbagai kebutuhannya, padahal belum tentu menjadi pasangan hidup sebenarnya.
  2. Pencurian Hingga Perampokan
    Dalam masa pacaran seseorang jika memiliki penghasilan sendiri, mungkin tidak terlalu bermasalah, tetapi biasanya pelaku pacaran kebanyakan masih minta subsidi pada orang tua. Jika orang tua mampu, maka masalah sedikit berkurang, akan tetapi jika tidak, dan sudah saatnya untuk "kencan", maka mencuri bahkan merampas duitnya orang tua atau pun orang lain menjadi solusinya.
  3. Kejahatan Seksual
    Untuk membuat pacarnya semakin tertarik dengannya, maka penampilan perlu untuk diperbaiki dan dipermantap, hingga pakaian modis dan seksi pun yang menampakan aurat dan mengumbar syahwat, ditambah harum semerbaknya minyak wangi menjadi sebuah pilihan. Sudah hukum alam sesuatu yang merangsang akan berakibat rangsangan. Konon kasus masturbasi (onani) hingga kejahatan sesk (perkosaan) adalah akibat yang disebabkan dari menebar rangsangan di mana-mana.
  4. Sakit Hati
    Tidak semua orang yang berpacaran jalan cerita yang mulus (happy ending), terkadang karena suatu dan lain hal, menyebabkan terjadinya hubungan "kandas di tengah jalan", kemudian sang kekasih mencari pacar baru lagi. Akibatnya muncul sakit hati yang amat mendalam. Kalau sang pacar ditinggal pergi sang kekasih pujaan hati maka, "makan tak enak, tidur pun tak nyenyak". Bahkan ada yang stress berkepanjangan, sehingga tak mau menikah lagi. Dan tak jarang berakhir di liang lahat, karena tak tahan menanggung derita, "baygon" pun menjadi jalan keluarnya.

Sekian pembahasan kami tentang Pernikahan Dini, semoga dapat menjadi manfaat dan berguna bagi orang lain.


This post first appeared on Daily Kirukkal, please read the originial post: here

Share the post

Membahas Tentang Pernikahan Dini

×

Subscribe to Daily Kirukkal

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×