Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Teori Konsep Pragmatik

Ketika membicarakan Pragmatik tentu tidak akan lepas dari teori tentang kebahasaan Menurut E. Casser dalam philosophy of Symbolic Forms, bahwa teori kebahasaan dibagi menjadi tiga cabang, yaitu
(1) semantik, berhubungan dengan makna-makna tanda bahasa,
(2) sintaktik, berhubungan dengan kombinasi tanda-tanda,
(3) pragmatik, berhubungan dengan asal-usul, pemakaian,
dan akibat pemakaian tanda-tanda itu dalam tingkah laku dimana mereka berada (fungsi tanda itu).    

Konsep Pragmatik

     
George Yule sendiri juga mendefinisikan pragmatik menjadi empat bagian :
  1. Pragmatik sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan  oleh pendengar/atau pembaca (Pragmatics is the study of speaker meaning).
  2. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual (Pragmatics is the study of contextual meaning), dimana melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Dalam hal ini diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaanapa.
  3. Pragmatik merupakan studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan atau bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur (Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said). Jenis studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna yang tersamar.
  4. Pragmatik merupakan studi tentang ungkapan dari jarak hubungan, yaitu seberapa dekat atau jauh jarak pendengar (Pragmatics is the study of the expression of relative distance). Penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Jarak hubungan di sini merupakan jarak keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama.
Sementara itu Levinson dalam bukunya Pragmatics mendefinisikan bahwa pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakai dengan konteksnya. Pragmatik juga merupakan sebuah kajian atau penelitian di bidang deiksis, implikatur, praanggapan, penuturan atau tindak bahasa, dalam struktur wacana.

Menurut Morris, kajian tentang pragmatik merupakan bagian dari teori semiotik, hal ini disebabkan karena pragmatik berhubungan langsung dengan tingkah laku pemakai bahasa, yakni antara penutur dan lawan tutur. Walaupun pragmatik selalu berhubungan dengan semantik, karena tingkah laku itu efek dari pemahaman terhadap makna, tetapi pragmatik lebih mengedepankan aktualisasi dari suatu teks bahasa.

Dari serangkaian definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa pragmatik mempunyai cakupan arti yang luas; tidak hanya studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur, tetapi juga studi tentang penggunaan bahasa dalam sehari-hari berdasarkan konteksnya.


Aspek-Aspek Pragmatik

Peter Grundy melalui teorinya ada beberapa keutamaan, yang merupakan hal terpenting dalam pragmatik. Yaitu :
1. Ketepatan (Appropriacy)
Dalam hal ini diperlukan ketepatan antara ucapan si penutur dengan situasi  yang sedang ia hadapi, dan orang yang ia tuju.
Contoh: (Pada saat ta’ziah di rumah teman)
A: (dengan suara pelan) nanti dikuburkan jam berapa ?
B: Jam 04:00 sore

2.   Makna Secara Tak Langsung (Non-literal or indirect meaning)
Tidak semua makna yang dikehendaki penutur disampaikan lewat ujarannya secara harfiah. Terkadang makna harfiah sangat jauh kedudukannya dengan makna tak langsung. Pada kenyataannya, makna tak langsung juga merupakan jenis bahasa yang digunakan dalam dunia nyata, sedangkan makna harfiah hanya merupakan satu aspek makna yang disampaikan dalam sebuah ujaran.

3.Kesimpulan (Inference)
Di dalam suatu percakapan, terkadang timbul satu pertanyaan tentang bagaimana kita mendapatkan makna secara harfiah (contohnya percakapan panjang) dan memahami makna tak langsung (contohnya pertentangan) dari serangkaian kata-kata yang muncul. Pada kenyataannya kita harus menarik benang merah atau menarik kesimpulan sebagai apa yang dimaksudkan oleh penutur. Terkadang kesimpulan yang dihasilkan cukup dramatis dan lebih menarik dibandingkan makna harfiah itu sendiri. Dalam hal ini, setiap ujaran terlihat seperti mengundang suatu kesimpulan.

4.   Tidak dapat ditentukan (Indeterminacy)
Beberapa makna yang dijadikan bahan untuk suatu kesimpulan mempunyai satu konsekwensi yang penting. Dalam beberapa hal, terkadang ujaran yang kita dengar tidak jelas, atau istilahnya dalam linguistik yaitu: ‘under-determined’ (di bawah ketentuan). Kesimpulan yang kita tarik menentukan apakah makna yang mungkin merupakan suatu pemikiran yang dimaksud oleh penutur. Suatu konteks dalam hal ini juga dapat membantu kita untuk menentukan makna, dan dengan mengetahui siapa penutur, kita juga dapat menentukan apa yang penutur maksudkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan bagian yang mempelajari cara untuk menilai kemampuan kita secara sistematis dalam menentukan maksud penutur bahkan ketika ujaran-ujarannya secara dramatis berada di bawah ketentuan (Under determined).

5. Konteks (Context)       
Hubungan antara konteks dan bahasa merupakan hal utama dalam pragmatik, karena seorang pragmatis tertarik akan makna suatu ujaran. Mereka juga tertarik akan konteks yang ada dalam ujaran, sejak itu, seperti yang semua orang tahu, konteks dapat membantu dalam menentukan makna yang dimaksudkan penutur untuk pendengar. Pemahaman konteks sangat diperlukan dalam analisis pragmatik. Mengapa? Bertolak dari pemahaman konteks inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan. Konteks ialah segala aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Mengartikan konteks sebagai pengetahuan latar belakang tuturan yang sama-sama dimiliki baik oleh penutur maupun oleh petutur dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan. Dengan demikian, konteks dapat mengacu pada tuturan sebelum dan sesudah tuturan yang petutur dimaksud, mengacu kepada keadaan sekitar yang berkaitan dengan kebiasaan partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat. Konteks pun dapat mengacu pada kondisi fisik, mental, serta pengetahuan yang ada di benak penutur maupun petutur. Unsur waktu dan tempat terkait erat dengan hal-hal tersebut

6. Hubungan (Relevance)
Hubungan (Relevance) sangat dibutuhkan untuk memahami makna ujaran. Hal itu dikarenakan adanya mekanisme yang memungkinkan setiap orang untuk memeriksa apakah dia telah mencapai pemahaman yang paling relevan. Relevance telah dilihat oleh Sperber dan Wilson (1995) sebagai prinsip terpenting suatu laporan untuk mengetahui cara seseorang memahami bahasa.

7. Refleksivitas (Reflexivity)
Seringkali ketika sedang berbicara, ada satu fikiran bahwa bagaimana ujaran si penutur bisa cocok dalam suatu percakapan secara keseluruhan atau bagaimana penutur ingin dimengerti. Ketika penutur memberitahu pendengar betapa mereka ingin agar pendengar dapat memahami apa yang mereka ucapkan, mereka membuat gugus pemahaman lebih mudah.        


Ruang Lingkup Pragmatik


Ruang Lingkup pragmatik sebagai bidang tersendiri dalam ilmu bahasa adalah deiksis, implikatur percakapan, praanggapan, dan tindak ujaran. Pokok kajian pragmatik tersebut akan diulas di bawah ini.

a.    Deiksis
Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan. Dengan kata lain adalah bahwa kata  Kata saya, sini, sekarang, misalnya, tidak memiliki acuan yang tetap melainkan bervariasi tergantung pada berbagai hal. Acuan dari kata saya menjadi jelas setelah diketahui siapa yang mengucapkan kata itu. Kata sini memiliki rujukan yang nyata setelah di ketahui di mana kata itu di ucapkan. Demikian pula, kata sekarang ketika diketahui pula kapan kata itu diujarkan. Dengan demikian kata-kata di atas termasuk kata-kata yang deiktis. Berbeda halnya dengan kata-kata seperti meja, kursi, mobil, dan komputer. Siapapun yang mengatakan, di manapun, dan kapanpun, kata-kata tersebut memiliki acuan yang jelas dan tetap.
Contoh, ketika seorang siswa yang mendapati tulisan di sebuah bus jurusan Unesa, yang bertuliskan hari ini bayar, besok gratis. Demikian pula di dalam sebuah warung makan di sekitar tempat kos mahasiswa, dijumpai sticker yang bertuliskan Hari ini bayar, besok boleh ngutang. Ungkapan-ungkapan di atas memiliki arti hanya apabila diujarkan oleh sopir mikrolet di hadapan para penumpangnya atau oleh pemilik warung makan di depan para pengunjung warung makannya. Deiksis dapat di bagi menjadi lima kategori, yaitu deiksis orang (persona), waktu (time), tempat (place), wacana (discourse), dan sosial (social) (Levinson, dalam Nadar, 2009:53).

b.      Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan merupakan salah satu ide yang sangat penting dalam pragmatik. Implikatur percakapan pada dasarnya merupakan suatu teori yang sifatnya inferensial, suatu teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa, keterkaitan makna suatu tuturan yang tidak terungkapkan secara literal pada tuturan itu. Brown menjelaskan “Implicature means what a speaker can imply, suggest, or mean, asdistinct from what the speaker literally says”. Implikatur percakapan berarti apa yang diimplikasikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur tidak terungkapkan secara literal dalam tuturannya.
Menurut Levinson (melalui Nadar, 2009: 61), menyebutkan implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik (”one of the single most important ideas in pragmatik”). Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah bahwa implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan ”provides some explicit account of how it is possible to mean more than what is actually said”
Contoh :
Budi                : “Can you tell me the time?
Jatmiko            : “ Well, the milkman has come”.
Jawaban dari pertanyaan di atas nampaknya tidak relevan dengan permintaan Budi tentang waktu, namun Jatmiko sebenarnya ingin mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak tahu secara tepat pada saat itu pukul berapa. Dia berharap penanya dapat memperkiraka waktunya sendiri dengan mengatakan bahwa tukang susu sudah datang. Dalam konteks ini, nampaknya penutur dan lawan tutur sama-sama sudah mengetahui pukul berapa tukang susu biasanya datang.

c.       Praanggapan
Jika suatu kalimat diucapkan, selain dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, ikut turut serta pula tambahan makna yang tidak dinyatakan tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat itu. Pengertian inilah yang dimaksud dengan praanggapan. Kalimat yang dituturkan dapat dinilai tidak relevan atau salah bukan hanya karena pengungkapannya yang salah melainkan juga karena praanggapannya yang salah.
Contoh :
A: What about inviting John tonight?
B: What a good idea; then he can give Monica a lift
Praanggapan yang terdapat dalam percakapan di atas antara lain adalah (1) Bahwa A dan B kenal dengan John dan Monica, (2) bahwa John memiliki kendaraan – kemungkinan besar mobil, dan (3) bahwa Monica tidak memiliki kendaraan saat ini.

d.      Tindak Ujaran
Menurut Austin mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Austin secara khusus mengemukakan bahwa tuturan-tuturan tidak semata-mata hendak mengkomunikasikan suatu informasi, melainkan meminta suatu tindakan atau perbuatan.
Contoh :
Bilamana seseorang mengatakan, misalnya: “Saya minta maaf”; “Saya berjanji”; artinya, permintaan maaf dilakukan pada saat orang itu minta maaf dan bukannya sebelumnya. Janji atau kedatangannya kelak harus dipenuhi, dan bukannya sekarang ini.   

Dalam menganalisis tindak ujaran atau tuturan, dikaji tentang efek-efek tuturan terhadap tingkah laku pembicara dan lawan bicaranya. Austin membedakan adanya tiga jenis efek tindak tuturan, yaitu: tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak lokusi mengacu pada makna literal, makna dasar, atau makna referensial yang terkandung dalam tuturan. Tindakan yang dilakukan sebagai akibat dari suatu tuturan disebut tindak ilokusi. Dalam hal ini, tindak ilokusi berarti “to say is to do”. Tindak perlokusi mengacu pada efek atau pengaruh suatu tuturan terhadap pendengar atau lawan bicara.


Referensi :
  • Budi, J. (2012). Konsep Pragmatik dan Ruang Lingkupnya.
  • Hazier Ika Silvia Marlina. (____). Peran Ilmu Pragmatik dalam Berbahasa. 
.


This post first appeared on Daily Kirukkal, please read the originial post: here

Share the post

Teori Konsep Pragmatik

×

Subscribe to Daily Kirukkal

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×