Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Giri Kedathon, Penyebar Islam ke Wilayah Timur Nusantara

 

Makam Sunan Giri Prapen.

Foto: google.com
Para Penguasa Giri Kedhaton dan perannya dalam penyebaran Islam ke kawasan timur Syekh Maulana Fatichal atau yang lebih dikenal dengan Sunan Prapen merupakan putra kedua Syekh Maulana Zainal Abidin (Sunan Dalem) sekaligus cucu Syeikh Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri). Sunan Prapen adalah penerus Giri Kedhaton yang keempat yang berkuasa 1548 M – 1605 M.

Beliau hidup dimasa Pajang, Sultan Hadiwijaya (1549-1582), Arya Pangiri (1583-1586), Pangeran Benowo (1586-1587), Panembahan Senopati Mataram (1587-1601) dan putranya Pabembahan Hanyakrawati (1601-1613).

Dalam Babad Lombok yang dibukukan oleh Alfons van Der Kraan, dengan judul " Lombok, Penaklukkan, Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-1940", Sunan Prapen disebut sebagai penyebar Islam di Lombok.

Disebutkan bahwa Susuhunan Ratu Giri (Sunan Giri ll/Sunan Dalem) di Gresik memerintahkan supaya keyakinan baru tersebut (Islam) agar dibawa ke pulau-pulau. Lembu Mangkurat dikirim ke Banjarmasin, Datu Bandan dikirim ke Makassar, Tidore, Seram dan Galea. Adapun Sunan Prapen dikirim ke Bali, Lombok dan Sumbawa.

Dalam Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang oleh Dhurorudin Mashad, sebelum pergi ke Lombok Sunan Prapen singgah di Buleleng menyiarkan Islam dan membangun musholla yang menjadi cikal bakal masjid Agung Singaraja Buleleng. Dia dibantu oleh salah seorang putra raja Buleleng Anglurah Panji Sakti untuk memfasilitasi para pedagang Muslim yang datang ke Buleleng sebelum akhirnya beliau melanjutkan perjalannya ke Lombok.

Dalam proses dakwah Islam ke Lombok Sunan Prapen dibantu oleh Jaya Lengkara. Adipati Semarang, Tumenggung Surabaya, Tumenggung Sedayu, Tumenggung Anom Sandi, Ratu Madura dan Ratu Sumenep.

Di antara mereka merupakan ahli pewayangan yang mengenalkan wayang di Lombok dengan kisah kepahlawanan Amir Hamzah, Sayyidina Umar bin Khattâb, Sayyidinâ Alî bin Abî Thâlib yang dilukiskan sebagai “Selander Alam Dahur”, dan Abû Lahab (si tukang fitnah) yang dinamai “Baktak”.

Lakon Perang Badar yang terkenal dengan sebutan “Awang Media”, Sunan Prapen mendarat pertama kali di Salut, perkampungan tua yang ada di wilayah pesisir timur Lombok yang masuk wilayah kerajaan Bayan dan mengislamkan penduduknya. Salah satu buktinya adalah masjid tua di Desa Salut yang bisa dilihat hingga saat ini. Hal itu beliau lakukan atas saran dari Sunan Pengging dari Jawa Tengah.

Dikisahkan Dalam Babad Lombok, Rangga Salut, seorang komandan prajurit di Salut menyarankan kepada Sunan Prapen, jika ingin mengislamkan Lombok secara lebih luas, mereka harus mengislamkan dahulu Raja Lombok/Selaparang yaitu Prabu Langkesari di Labuan Lombok. Sunan Prapen segera pergi menuju Labuan Lombok dimana Raja Lombok Prabu Langkesari akhirnya mau menerima kehadiran agama Islam dengan beberapa kesepakatan.

Namun dalam perkembangannya, kesepakatan itu ternodai, hasutan beberapa tokoh dalam istana membuat Raja Lombok Prabu Langkesari berbalik haluan mengingkari kesepakatan yang dibuatnya dengan Sunan Prapen dan menyiapkan tentara Selaparang untuk mengusir prajurit Islam dari Labuan Lombok.Ketegangan pun terjadi dan pertempuran tidak bisa dihindari.

Dalam pertempuran itu, Raja Lombok Prabu Langkesari dan para pengikutnya melarikan diri kedalam hutan dan gunung-gunung. Tapi akhirnya Raja bisa dikejar dan dibujuk kembali menghadap Sunan Prapen. Dia diampuni dan mengucapkan kembali dua kalimat syahadat dan dikhitan yang diikuti oleh rakyat Lombok.

Mereka pun diajarkan berbagai pengetahuan agama yang kemudian diikuti dengan pembangunan Masjid di Labuhan Lombok sebuah pusat peribadatan.

 
Setelah mengislamkan kerajaan Selaparang/Lombok, agama Islam pun disebarkan ke daerah-daerah kedatuan yang berada di bawah kerajaan Lombok. Seperti kedatuan Pejanggik, Langko, Parwa, dan Suradadi. Tetapi proses pengislaman kedatuan di bawah kerajaan Lombok yang mempunyai hak otonomi tersebut tidak selalu berjalan mulus.
Di beberapa tempat seperti Perigi dan Suradadi, para utusan Sunan Prapen mendapat perlawanan sengit. Rakyat Suradadi di bawah kepemimpinan Patih Biku’ Mangkurat coba menghalau pasukan Giri, namun perlawanannya berhasil dilumpuhkan, dan masyarakat Suradadi akhirnya masuk Islam.
Setelah itu, hampir seluruh desa dan kedatuan di bawah kerajaan Lombok memeluk agama Islam. Kecuali beberapa tempat seperti Pengantap, Pejarakan di bagian barat dan sebagian di Tanjung, Gangga, Pekanggo dan Sokong.
Mereka yang tidak mau masuk Islam dan tidak terhindukan pada zaman Majapahit, lari ke gunung-gunung dan tetap memeluk agama Boda, agama nenek moyang suku Sasak.
Di tengah kemajuan pesat Labuhan Lombok sebagai pusat pemerintahan, atas pertimbangan keamananan sebagaimana diusulkan Patih Singayuda dan Patih Bandhayuda, Prabu Rangkesari kemudian memindahkan ibu kota kerajaan dari daerah pesisir ke lokasi yang lebih tengah. Tepatnya di Selaparang, yang ada di Kecamatan Suela, Lombok Timur saat ini.
Setelah berhasil mengislamkan Selaparang dan sekutu-sekutunya, Sunan Prapen tidak lama menetap di Lombok, beliau menyerahkan tugas penyebaran Islam selanjutnya kepada dua orang kepercayaanya, Raden Sumulilya, dan Raden Salut. Setelah itu, Sunan Prapen pergi menuju pulau Sumbawa mengislamkan Taliwang, Seram, dan Bima.
Seperti di Lombok, Sunan Prapen mendatangi Raja Sumbawa dan mengajaknya masuk Islam yang diterimanya dengan baik. Raja Sumbawa kemudian mengundang Raja Bima, Raja Taliwang dan Raja Pekat untuk memeluk Islam bersamanya. Setelah mengislamkan daerah Sumbawa Sunan Prapen meninggalkan sebagian pengikutnya dari Jawa untuk menyebarkan Islam di wilayah Sumbawa. Dari Sumbawa Sunan Prapen berpindah ke Bali, dimana ia mulai mengadakan perundingan-perundingan dengan Dewa Agung dari Kerajaan Klungkung, Namun usaha ini tidak berhasil kemudian kembali ke Giri Kedhaton pada 1545.
Bahkan, di akhir kekuasaan Sunan Dalem yang wafat pada 1546 dan digantikan oleh sang kakak Sunan Sedo Margi yang berkuasa hanya dua tahun setelah wafat dalam suatu perjalanan ke Pasuruan pada 1548. Pada 1548 Sunan Prapen berkuasa di Giri Kedhaton dan mengembalikan kebesaran Giri di tanah Jawa.
Pasca wafatnya Sultan Trenggono pada 1546 dalam suatu ekspedisi militer ke Pasuruan terjadilah kekacauan di Demak. Banyak wilayah yang melepaskan diri dari kekuasaan Demak.
Pada 1549, sebagai simbol kebebasan dari belenggu Demak, Sunan Prapen membangun sebuah kedaton baru di Giri, menggantikan kedaton milik kakeknya yang dibangun pada 1488.
Sunan Prapen sosok raja Islam yang komplet. Ia adalah seorang Raja Pandita, pendakwah (penyebar ajaran Islam), seorang Empu pembuat senjata serta seorang Pujangga besar. Beliau berhasil mengembalikan kewibawaan Giri Kedhaton dimata para penguasa Jawa lainnya dengan melantik para Sultan dari Jawa dan luar Jawa serta menjadi juru damai dalam banyak konflik diantara mereka.
Pasca terjadinya konflik antara Jipang-Pajang sebagai pewaris tahta Demak, Sunan Prapen menjadi mediator antara Mas Karebet/Jaka Tingkir putra menantu Sultan Trenggono dengan para bupati di wilayah Jawa Timur pada tahun 1568.
Berkat usaha Sunan Prapen, akhirnya semua bupati di Jawa Timur, mengakui kedaulatan Pajang, sebagai kelanjutan kedaulatan Demak. Sunan Prapen kemudian melantik Sultan Hadiwijaya menjadi Sultan Pajang menggantikan kekuasaan Kesultanan Demak Bintoro di tanah Jawa pada 1568.
Selanjutnya dalam konflik koalisi Pajang-Demak yang dipimpin Arya Pangiri, putra menantu Sultan Hadiwijaya melawan koalisi Mataram-Jipang yang dipimpin Sutawijaya-Benawa berakhir dengan kekalahan Pajang-Demak.
Sunan Prapen kembali merestui penobatan Danang Sutawijaya sebagai penguasa Mataram di Kotagede menggantikan kekuasaan Pajang.
Banyak penguasa Jawa menganggap Sunan Prapen seorang alim yang bijak. Diceritakan dalam Serat Kandha, Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati, penguasa Mataram dengan Jayalengkara Bupati Surabaya pada 1588 karena penolakan para bupati Jawa Timur tersebut terhadap kekuasaan Mataram.
Saat itu Giri Kedhaton oleh Sunan Prapen dijadikan sebagai tempat berlindung bagi para Adipati Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terdampak pertempuran tersebut.
Sejak saat itulah Sunan Prapen karena karomah dan kewibawaanya hampir selalu menjadi pelantik atau pemberi restu kepada raja Islam yang naik tahta di Pulau Jawa yang menjadi kerajaan bawahan Mataram maupun sejumlah Kesultanan di wilayah Indonesia Timur seperti di Pulau Kalimantan, Lombok dan Maluku.
Sehingga petinggi VOC saat itu menyatakan kalau Sunan Prapen bertindak seperti Paus penguasa Tahta Suci Vatikan yang juga memberikan restu dan berkah kepada raja-raja di Eropa.
Di samping kewibawaanya tersebut, Sunan Prapen juga merupakan seirang pujangga besar di masanya. Dia lah yang menggubah kitab Asrar dan kemudian digunakan sebagai dasar menyusun Jangka Jayabaya oleh Mapanji Sri Aji Jayabaya dari Kediri yang diteruskan oleh Oangeran Wijil l dan pujangga besar dari Surakarta Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Selain itu, Sunan Prapen juga dikenal sebagai empu atau pembuat keris. Karyanya yang terkenal di bidang pembuatan keris adalah keris Angun-angun.
Konon Sunan Prapen hidup hingga mencapai usia lebih dari 100 tahun.
Menurut penuturan pelaut Belanda Olivier van Noort, ketika singgah di Gresik pada 1601, dia mendengar bahwa daerah itu dipimpin oleh seorang tua berusia 120 tahun dengan para istrinya yang setia mendampinginya.
Sunan Prapen diperkirakan wafat pada bulan Syawwal 1605. Tahta Giri Kedhaton diwariskan kepada putra sulungnya Panembahan Pangeran Kawis Guwo (1605-1616).
Makam Sunan Prapen terletak di desa Klangonan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik sekitar 200 meter barat makam Sunan Giri. sekitar 100 meter jaraknya dengan makam Sunan Giri.
Bentuk makamnya cukup panjang yang berada di dalam bangunan bercungkup terbuat dari kayu jati dan menyerupai makam-makam kuno. Kondisinya masih asli dan terlihat nampak megah dengan undak-undakan yang cukup tinggi, mirip makam raja-raja Mataram di Imogiri.
Makam tersebut tidaklah seperti makam Sunan Giri yang banyak dikunjungi peziarah dari berbagai penjuru nusantara. Hanya sebagian orang yang menyempatkan diri untuk berziarah. Mereka itu biasanya peziarah yang suka lelaku tirakat atau para ahli suluk dari berbagai aliran tarekat.
Alasannya, kalau melakukan lelaku dan berzikir di makam Sunan Prapen akan menuai ketenangan dan tidak terganggu kedatangan orang lain, sehingga dapat melakukan do’a dengan khusuk dan hikmat.
Suasana yang demikian itu, menjadikan orang-orang yang melakukan ziarah kerasan. Tidak heran kalau banyak yang menginap selama beberapa hari tinggal di sekitar makam. Hal tersebut dilakukan karena merasakan seperti rumahnya sendiri dan suasananya menyerupai kehidupan jaman lampau. 
Sumber:
Jadikan Kesultanan Giri Pusat Peradaban Islam
http://penerbit-menara-madina.blogspot.com/.../sunan...
Menelusuri Penyebaran Islam di Lombok dari Buku Karya Dr Jamaluddin (1)
https://lombokpost.jawapos.com/.../menelusuri-penyebaran.../
Ziarah Makam Wali (3): Sunan Giri di Gresik
Baca selanjutnya: https://ganaislamika.com/ziarah-makam-wali-3-sunan-giri.../
https://ganaislamika.com/ziarah-makam-wali-3-sunan-giri.../
Hikayat Sunan Prapen
https://historia.id/.../hikayat-sunan-prapen-DnML7/page/2
Tokoh Penyebar Awal Islam Di Bali: Klungkung, Badung,
Denpasar, Buleleng dan Tabanan
https://www.aswajadewata.com/tokoh-penyebar-awal-islam.../
Sunan Prapen, Penyebar Islam di Tanah Lombok
https://apahabar.com/.../sunan-prapen-penyebar-islam-di


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Giri Kedathon, Penyebar Islam ke Wilayah Timur Nusantara

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×