Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Ali al-Qushji: Astronom Anti-Aristotelianisme yang Juga Jenius di Hagia Sophia


Qushji, bagaimanapun, menolak untuk mengikuti mereka yang bergantung pada bukti filosofis Aristoteles, sehingga membuka kemungkinan untuk fisika baru di mana Bumi sedang bergerak.

Ali al-Qushji meninggalkan jejak penting dalam bidang Astronomi pada abad ke-15. Putra Dari pelatih burung elang kerajaan itu belajar dari seorang astronom legendaris Ulugh Begh tentang ilmu linguistik, matematika, dan astronomi serta ilmu lain.

Pada tahun 1420, dia diam-diam pindah ke Kirman di mana dia mempelajari astronomi dan ilmu matematika. Ketika dia kembali ke Samarkand pada 1428, dia mempersembahkan kepada gurunya Ulugh Begh sebuah monograf atau kitab, “Hall ishkal al-mu’addil li-l-masir,” di mana dia memecahkan masalah yang berhubungan dengan planet Merkurius. Kitab itu sangat mengesankan sang guru sehingga dia mulai memanggil muridnya dengan sebutan Qushji, yang berarti ‘putranya yang berbudi luhur’.

Ketika Ulugh Beg, yang dikenal sebagai ‘pangeran bintang-bintang’, wafat, Qushji meninggalkan istana Timurid dan pergi ke Tarbiz (sebuah kota di Iran modern) di mana dia bertemu dengan penguasa Akkoyunlu, Uzun Hasan. Sejak saat itu, Uzun Hasan mengagumi kebijaksanaan Qushji dan mengirimnya sebagai perwakilan kepada Muhammad al-Fatih atau Sultan Muhammad II. Dia ditugaskan untuk menyelesaikan perselisihan diantara kedua pemimpin itu.

Saat mendekati Istanbul, Sultan Muhammad Al-Fatih mengirim sekelompok ulama untuk menyambut Qushji. Menurut beberapa catatan sejarah, saat melintasi Bosphorus untuk memasuki kota yang dulunya bernama Konstantinopel, sebuah diskusi terjadi tentang penyebab pasang surut selat itu.

Ketika dia tiba di Istana Kekhalifahan Ustmaniyyah, dia menghadiahkan sebuah karya matematika berjudul “Ar-Risalah Al-Muhammadiyah” kepada Sultan, yang dinamakan untuk menghormati Muhammad Al-Fatih. Menerima tawaran Sultan, Ali Qushji akhirnya memutuskan untuk tinggal di Istanbul dan menjadi pengajar di Madrasah Hagia Sophia (Ayasofya) pada tahun 1473, tahun yang menjadi titik balik bagi astronomi dan matematika di Istanbul.

Selama periode itu, Ali Qushji mengelola pengajaran Madrasah bersama dengan Mullah Husrev. Dia mengoreksi nilai yang salah dari garis bujur geografis Istanbul dari 60 derajat menjadi 59, dan mendeteksi garis lintang tersebut sebagai 41 derajat dan 14 menit.

Ia menghabiskan tiga tahun terakhir hidupnya di Istanbul dan sebelum menjadi kepala Madrasah Hagia Sophia, dia mengajar di Madrasah Sahn-i Thaman yang didirikan oleh sultan. Dalam waktu singkat, ia mendidik dan mempengaruhi sejumlah besar pelajar dan cendekiawan yang diyakini memiliki pengaruh besar pada generasi masa depan Kekhalifahan Utsmaniyah.

Seorang polimatik yang luar biasa, dia merupakan pakar dari beberapa displin ilmu termasuk sastra dan bahasa, filosofi dan teologi. Penguraian-penguraiannya menjadi lebih populer daripada teks asli, dan mereka menjadi subjek banyak penguraian. Ribuan salinan karya Qushji diajarakan di madrasah-madrasah.

Qushji menulis lima buku tentang matematika: satu berbahasa Persia dan empat berbahasa Arab. Kitab berbahasa Persia, Risalatul Hisab, menjadi buku panduan tingkat menengah di madrasah Kekhalifahan Utsmaniyyah. Di dalamnya, sesuai dengan prinsip-prinsip yang dia tetapkan dalam Sharh al-Tajrid, dia mencoba membebaskan matematika dari filsafat Pythagoras. Hasilnya, matematikawan Utsmaniyyah mengambil karakter praktis yang menghalangi studi tradisional seperti teori bilangan.

Sebagai seorang filsuf-teolog, matematikawan, astronom, dan ahli bahasa yang menghasilkan studi orisinil baik dalam astronomi observasional maupun teoritis di dalam astronomi Islam dan Utsmaniyyah, dia berkontribusi mempersiapkan Zij (buku pegangan astronomi) Ulugh Beg di Observatorium Samarqand, di mana dia menekankan pada kemungkinan gerakan Bumi, menegaskan perlunya pemurnian semua disiplin ilmu langsung dari fisika Aristotelian hingga metafisika.

Filsafat ilmiah Qushji, yang merupakan sumbangan besar bagi astronomi, meletakkan prinsip-prinsip konsep seperti wujud, keberadaan, alam, pengetahuan, dan bahasa. Qushji berusaha untuk mendefinisikan tubuh (jism) sebagai yang didominasi karakter matematis, dengan alasan bahwa esensi tubuh terdiri dari kuantitas terputus-putus (atom), sedangkan bentuknya terdiri dari kuantitas kontinu (geometris). Ketika tubuh adalah subjek dari indra, ia kemudian memperoleh sifat alaminya (kualifikasi).

Salah satu konsekuensi dari pandangan anti-Aristotelian Qushji adalah pernyataannya yang mencolok bahwa mungkin saja Bumi sedang bergerak. Di sini Qushji mengikuti garis panjang astronom Islam yang menolak bukti pengamatan Ptolemeus untuk geostasis; Qushji, bagaimanapun, menolak untuk mengikuti mereka yang bergantung pada bukti filosofis Aristoteles, sehingga membuka kemungkinan untuk fisika baru di mana Bumi sedang bergerak.

Pandangannya terhadap ini diperdebatkan selama berabad-abad setelah kematiannya, dan dia memberikan pengaruh yang besar pada pemikiran Ustamani-Turki dan penelitian ilmiah, khususnya melalui madrasah dan kurikulumnya. Pengaruhnya juga meluas ke Asia Tengah dan Iran, dan dikatakan bahwa dia mungkin memiliki pengaruh, baik secara langsung atau tidak langsung, pada ilmu pengetahuan Eropa modern awal yang sangat mirip dengan ide-idenya.

Di bidang astronomi, salah satu kontribusi terpenting Qushji adalah dalam program observasi langit untuk kitab Zij dan dalam koreksi karyanya, baik sebelum maupun sesudah publikasi. Selain itu, ia menerbitkan sembilan karya astronomi: dua dalam bahasa Persia dan tujuh dalam bahasa Arab. Beberapa dari kitab adalah tulisan aslinya sementara yang lain adalah uraian kitab lain.

Dalam monograf teoritisnya berjudul “Hall ishkal al-mu’addil lil masir (Penjelasan Persamaan Merkurius), dia mengkritik dan memperbaiki pendapat dan gagasan yang berkaitan dengan gerakan Merkurius yang disebutkan dalam Almagest karya Ptolemaeus. Karya lain, Risalah fi asl al-khariji yumkinu fi al-sufliyayn, membahas kemungkinan menggunakan model eksentrik untuk Merkurius dan Venus, yang, katanya, bertentangan dengan Ptolemaeus dan Quṭb al-Din al-Shirazi.

“Risala dar ʿilm al ‐ hayʾa yang ditulis dalam bahasa Persia di Samarqand pada tahun 1458, umumnya digunakan sebagai teks pengajaran; ada delapan puluh salinan manuskrip yang ada di perpustakaan di seluruh dunia. Itu juga diterjemahkan ke dalam bahasa Turki. Dua penguraian ditulis di atasnya, satu oleh Muṣliḥ al-Din al-Lari, yang lainnya oleh seorang penulis tanpa nama.

Penguraian Lari diajarkan secara luas di madrasah Utsmaniyyah. Risala Qushji juga diterjemahkan ke dalam bahasa Sanskerta dan dengan demikian mewakili transmisi astronomi Islam ke anak benua India. Qushji menulis versi yang diperbesar dari karya tersebut dalam bahasa Arab dengan nama, al‐Fatyiyya fī ʿilm al‐hayʾa, yang diberikan kepada Sultan Muhammad pada tahun 1473. Ali Qushji dimakamkan di pemakaman masjid Eyyub di Istanbul pada 1474.*


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Ali al-Qushji: Astronom Anti-Aristotelianisme yang Juga Jenius di Hagia Sophia

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×