Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat

Karena tak dapat menahan duka dengan wafatnya Rasulullah yang dirasakannya sangat tiba-tiba, Umar tidak percaya bahwa yang demikian dapat terjadi. Foto/Ilustrasi/Ist

Umar bin Khattab memang memiliki sifat yang keras. Mungkin karena itu saat Rasulullah sakit, beliau meminta Abu Bakar mengimami salat. Namun pada suatu ketika Abu Bakar tak ada di tempat, sehingga Umar menggantikannya. Suara Umar nyaring terdengar menggelegar. "Mana Abu Bakar? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian," ujar Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam .

Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab menyatakan melihat wataknya yang keras dan tegar itu kita menjadi heran ketika Umar kebingungan begitu ada berita Rasulullah telah wafat. “Ia menolak setiap usaha orang yang hendak meyakinkannya mengenai kenyataan pahit itu,” tulisnya.

Umar berdiri di depan orang banyak sambil berkata: "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"

Setelah Abu Bakar datang dan sesudah melihat Rasulullah ia pun yakin bahwa Rasulullah memang sudah tiada. Abu Bakar mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun itu lalu katanya: "Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selamanya tak pernah mati."

Kemudian ia membacakan firman Allah: "Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali takkan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3:144).

Setelah Abu Bakar membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi. Setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat, seolah ia tak pernah mendengar ayat itu sebelumnya.

“Saat itu mana wataknya yang keras dan tegar itu! Bahkan mana pula ketidaksabarannya dan yang selalu gelisah dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakar yang begitu lembut hati, cepat keluar air mata, teman dekat dan pilihan RasuluUah itu. Mana pula tempat Umar dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakar,” tulis Haekal lagi.

Tetapi tak lama setelah sadar, Umar kembali pula sebagai manusia politik. Kembali ia memikirkan masa depan kaum Muslimin sesudah peristiwa yang sungguh memilukan hati itu. Besar sekali dampak pemikiran dan tindakannya dalam menghadapi situasi kritis semacam ini, sehingga ia dapat menangkis setiap permusuhan terhadap Islam, dan sekaligus membuka jalan untuk penyebarannya di barat dan di timur.

Berpikir Masa Depan
Umar yakin sudah bahwa Rasulullah sudah wafat. Ia mulai berpikir mengenai masa depan umat Islam sepeninggal Nabi. Situasi itu memang memerlukan pemikiran yang mendalam. Andaikata orang-orang Arab terus berselisih di antara sesama mereka, niscaya Islam akan menghadapi bahaya besar. Mereka yang tinggal jauh dari Makkah dan Medinah, di pelbagai kawasan di Semenanjung itu tidak dapat menyembunyikan kejenuhan mereka terhadap kekuasaan Quraisy dan kekuasaan Madinah.

Kejenuhan terhadap kekuasaan inilah yang mem-buat al-Aswad al-'Ansi di Yaman memberontak. Dia juga yang membela Banu Hanifah di Yamamah supaya mendukung Musailimah bin Habib ketika ia mendakwahkan dirinya sebagai nabi dan membela Banu Asad supaya mendukung Tulaihah bin Khuwailid yang juga mendakwahkan dirinya nabi. Apa pula gerangan nasib yang akan menimpa Islam sepeninggal Rasulullah kalau kaum Muslimin tidak benar-benar teguh hati dalam menghadapi keadaan yang begitu genting dengan tetap bersatu dan hati tabah?

Menurut Haekal, hal inilah yang pertama kali dipikirkan Umar begitu ia yakin bahwa Rasulullah sudah wafat. Dan ini akan segera terlihat dengan jelas bahwa jika keadaan dibiarkan dan tidak ada orang yang dapat segera mengambil langkah dan mengatur strategi Muslimin yang tepat, kaum Muhajirin dan Anshar hampir saja terjerumus ke dalam perselisihan, dan di segenap penjuru negeri akan berkobar pemberontakan.

Oleh karena itu cepat-cepat ia menyeruak ke tengah-tengah jamaah Muslimin di Masjid membicarakan kematian Rasulullah. Ia terus menuju tempat Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan katanya: "Bentangkan tangan Anda akan saya baiat Anda. Andalah orang kepercayaan umat ini atas dasar ucapan Rasulullah."

Mendengar kata-kata Umar itu Abu Ubaidah terpengarah. Ia sadar, mengenai umat Islam sekarang ini memang perlu ada keputusan cepat. Tetapi pendapat Umar tidak disetujuinya. Ditatapnya laki-laki itu seraya katanya: "Sejak Anda masuk Islam tak pernah Anda tergelincir. Anda akan memberikan sumpah setia kepada saya padahal masih ada Abu Bakar, 'salah seorang dari dua orang '."

Sementara kedua orang itu sedang berpikir mengenai persoalan genting ini, tiba-tiba datang berita bahwa Anshar sudah berkumpul di Saqifah Banu Sa'idah, dengan tujuan agar pimpinan Muslimin di tangan mereka. Saat itu juga Umar cepat-cepat mengutus orang kepada Abu Bakar di rumah Aisyah agar segera datang. Abu Bakar menjawab melalui utusan itu, bahwa dia sedang sibuk. Tetapi Umar menganggap keadaan Muslimin lebih penting untuk sekadar meninggalkan kesibukan itu sebentar kendati sedang mempersiapkan jenazah Rasulullah. Sekali lagi Umar mengutus orang kepada Abu Bakar dengan pesan: "Telah terjadi sesuatu yang sangat memerlukan kehadirannya."

Abu Bakar pun kemudian datang dan menanyakan: “Apa yang terjadi ia harus meninggalkan persiapan jenazah Rasulullah?”

"Anda tidak tahu," kata Umar, "bahwa pihak Anshar sudah berkumpul di Serambi Banu Sa'idah hendak menyerahkan pimpinan ke tangan Sa'd bin Ubadah. Ucapan yang paling baik ketika ada yang mengatakan: Dari kami seorang amir dan dari Quraisy seorang amir?"

Abu Bakar melihat keadaan memang sangat berbahaya. Cepat-cepat ia berangkat disertai Umar dan Abu Ubaidah menuju Saqifah.

Begitu mereka sampai, Abu Bakar yang memimpin perdebatan Anshar dengan sikapnya yang bijaksana dan lemah lembut. Umar berdiri di sampingnya mengawasi apa yang akan terjadi, setelah melihat Hubab bin Munzir membakar semangat Anshar supaya menentang jika tak ada seorang amir dari mereka dan seorang amir dari Muhajirin.

Bah!" kata Umar. "Jangan ada dua kemudi dalam satu perahu. Orang-orang tidak akan mau mengangkat kalian sedang nabinya bukan dari kalangan kalian. Tetapi mereka tidak akan keberatan mengangkat seorang pemimpin selama kenabian dari kalangan mereka. Alasan dan kewenangan kami sudah jelas buat mereka yang masih menolak semua itu. Siapakah yang mau membantah kewenangan dan kepemimpinan Muhammad sedang kami adalah kawan dan kerabat dekatnya — kecuali buat orang yang memang cenderung hendak berbuat batil, berbuat dosa dan gemar mencari-cari malapetaka!"

Hubab menjawab dengan meminta kepada Anshar supaya mengeluarkan kaum Muhajirin dari Medinah atau mereka harus berada di bawah pimpinan Anshar. Kemudian kata-katanya ditujukan kepada ketiga orang Muhajirin itu: "Ya, demi Allah, kalau perlu biar kita yang memulai peperangan."

Baca juga: Preman Pasar Ukaz yang Jago Gulat dan Pacuan Kuda Itu Bernama Umar

Mendengar ancaman itu Umar membalas: "Mudah-mudahan Allah memerangi kamu!"

Hubab pun menjawab lagi: "Bahkan Andalah yang harus diperangi!"

Kedua ungkapan itu telah membangkitkan kemarahan di hati mereka. Melihat situasi demikian, Abu Ubaidah bin Jarrah segera turun tangan dan berkata yang ditujukan kepada penduduk Madinah: "Saudara-saudara Anshar! Kalian adalah orang yang pertama memberikan bantuan dan dukungan, janganlah sekarang menjadi orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan perombakan." (Baca juga: Respon Para Raja Terhadap Ajakan Rasulullah Memeluk Islam)

Kata-kata ini dapat meredakan kemarahan mereka. Mereka mulai berdiskusi dengan saling mengemukakan argumen. Basyir bin Sa'd, salah seorang pemimpin Khazraj bergabung kepada pihak Muhajirin. Dengan demikian Anshar tidak lagi seia sekata. Abu Bakar memperkirakan bahwa keadaan sudah reda dan sudah saatnya mengambil keputusan.

Ia mengajak orang-orang supaya bergabung dan mengingatkan jangan terpecah belah. Kemudian ia mengangkat tangan Umar dan Abu Ubaidah seraya berseru: "Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berikanlah ikrar kalian kepada yang mana saja yang kalian sukai."

Tetapi Umar tidak akan membiarkan perselisihan menjadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang lantang menggelegar ia berkata: "Abu Bakar, bentangkan tangan Anda"

Maka Abu Bakar membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya, katanya: "Abu Bakar, bukankah Nabi menyuruh Anda memimpin Muslimin bersembahyang? Andalah penggantinya (khalifahnya). Kami akan membaiat orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini."

Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar dengan mengatakan: "Andalah di kalangan Muslimin yang paling mulia dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam salat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih pantas dari Anda untuk ditampilkan dan memegang pimpinan kita!"

Setelah itu berturut-turut jemaah Saqifah membaiat Abu Bakar secara aklamasi, tak ada ketinggalan kecuali Sa'ad bin Ubadah. Selesai membaiat mereka kembali ke Masjid menanti-nantikan berita dari rumah Aisyah mengenai persiapan jenazah Rasulullah.

Keesokan harinya sementara Abu Bakar sedang di Masjid, Umar tampil di depan kaum Muslimin meminta maaf mengenai pernyataannya bahwa Nabi tidak wafat. "Kepada Saudara-saudara kemarin saya mengucapkan kata-kata yang tidak terdapat dalam Qur'an, ataupun suatu pesan yang tak pernah disampaikan Rasulullah kepada saya. Tetapi ketika itu saya berpendapat bahwa Rasulullah akan mengemudikan segala urusan kita dan akan tetap demikian sampai akhir hidup kita. Yang tetap ditinggalkan untuk kita oleh Allah ialah Kitab-Nya, yang dengan itu telah membimbing Rasul-Nya. Kalau kita berpegang teguh pada Kitabullah, kita akan mendapat bimbingan Allah, yang juga dengan itu Allah telah membimbing Rasul-Nya. Allah telah memutuskan segala persoalan kita demi kebaikan kita, sahabat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam dan yang kedua dari dua orang ketika di dalam gua, maka marilah kita baiat."

Semua orang kemudian sama-sama memberikan baiat (ikrar) yang dikenal sebagai Baiat Umum setelah Baiat Saqifah.

Haekal mengatakan inilah sikap Umar yang pertama sepeninggal Rasulullah. Seperti sudah kita saksikan, ini merupakan sikapnya yang sangat bijaksana, berpandangan jauh ke depan dan strategi politik yang baik sekali.

Ini jugalah sikapnya dalam mencalonkan pimpinan umat. Kemampuannya membuktikan ia dapat mengemudikan negara yang baru tumbuh ini, dengan tidak menghiraukan kepentingan pribadinya, dan segala pemikirannya hanya ditujukan untuk kepentingan umat dan kedisiplinan yang tinggi. 

Menurut Haekal, karena tak dapat menahan duka dengan wafatnya Rasulullah yang dirasakannya sangat tiba-tiba, Umar tidak percaya bahwa yang demikian dapat terjadi. Sesudah kemudian yakin bahwa Rasulullah sudah wafat, pikiran sehatnya kini dapat menguasai perasaannya, kesedihannya tak sampai mempengaruhinya untuk berbicara dengan Abu Ubaidah dalam menghadapi bahaya yang sedang mengancam umat Islam: bagaimana mengendalikan mereka serta mengarahkan strategi politik umat.

la tidak ingin berkuasa untuk dirinya, walaupun ia mampu untuk itu. Bahkan apa yang dipikirkannya itu bersih dari segala nafsu dan kepentingan pribadi. Oleh karena itu cepat-cepat ia membaiat Abu Ubaidah. 

Tetapi tatkala orang kepercayaan umat ini mengingatkannya bahwa dalam soal ini Abu Bakarlah yang lebih tepat dan lebih berhak dari semua orang, tanpa ragu pendapatnya langsung disetujuinya. Tak lama ketika diketahuinya ada pertemuan di Saqifah, ia pun memanggil Abu Bakar untuk menghadapi kaum Ansar itu.

Juga ia tidak mundur untuk menghadapi mereka ketika dikatakan kepadanya bahwa Anshar sudah mengambil keputusan dan tidak akan mengubah keputusannya. Kepergiannya bersama kedua sahabatnya ke Saqifah itu telah menentukan pengangkatan Abu Bakar dan bersatunya kembali umat Islam. 
(mhy)


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×