Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Permintaan Maaf yang Efektif

Apology is no longer a sign of weakness or defeat. Indeed, the willingness to apologize signals strength, character, and integrity.    ……   John Kador

IDUL FITRI merupakan moment yang selalu digunakan untuk meminta dan memberi maaf kepada seseorang. Walaupun sebenarnya kita tidak boleh menunggu hari raya itu untuk meminta maaf dan memaafkan kesalahan seseorang. Dan kini sudah sebulan lebih kita meninggalkan Idul Fitri, sudah saatnya mengevaluasi apakah permintaan maaf kita itu efektif atau sebaliknya, kurang memiliki  dampak apa-apa.

Secara  psikologis  dan  teologis  kita  tidak  boleh  memendam   perasaan   bersalah ( guilty feeling ). Perasaan bersalah yang merasuk di dalam hati akan menjadi beban psikologis yang berat bagi seseorang. Dan agama pun mengajarkan untuk meminta maaf dan bertobat. Bertobat artinya kembali ke jalan yang benar secara istiqamah. Bila orang yang berbuat salah itu tidak segera meminta maaf, maka ia akan terus tertekan jiwanya. Sementara perasaan orang yang terzalimi akibat perbuatan salah tersebut akan cenderung menimbulkan perasaan dendam yang berlarut.

Dengan demikian, keduanya akan terbebani oleh faktor kejiwaan dari perbuatan salah tersebut. Untuk bebas dari beban tersebut kita berkewajiban meminta dan memberi maaf. Seseorang yang memberi maaf derajatnya lebih mulia karena ia yang terzalimi, tapi dengan tulus memaafkan. Sementara yang berbuat salah harus meminta maaf. Meminta maaf bukanlah suatu kelemahan, tapi justru menunjukkan sebuah  kekuatan, karakter, dan integritas, demikian tulis John Kador, seorang yang banyak menulis tentang keefektifan Permintaan Maaf.

Kata maaf merupakan kata serapan dari Bahasa Arab. Al-afwu berarti penghapusan, yaitu menghapus kesalahan, menutup lembaran lama yang hitam dan membuka lembaran baru yang putih sebagai cerminan sikap seseorang yang akan melangkah on the right track.

Permintaan maaf yang efektif ( effective apology ), menurut John Kador memiliki beberapa sifat. Pertama, harus memiliki sifat transaksional, karena itu permintaan maaf harus dapat memulihkan keseimbangan dalam hubungan yang bermasalah antara kedua pihak. Yang memintaa maaf harus dengan jujur mengakui kesalahan yang diperbuatnya.

Mungkin Anda masih ingat permintaan maaf berikut ini beberapa bulan lalu.

“Atas nama pribadi dan atas nama keluarga, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya memohon maaf atas pemberitaan baru-baru ini yang menyangkut diri saya, yang telah menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan di kalangan masyarakat.”

Ia membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mengajukan permintaan maafnya yang jelas tidak efektif itu.

Kedua, harus memiliki sifat transformasional, karena permintaan maaf itu harus memiliki kekuatan untuk mengubah sifat dasar hubungan yang retak akibat sebuah perbuatan yang salah. Keinginan untuk menghapus kesalahan yang tidak trasformatif tidak akan memberikan dampak yang signifikan. Kekuatan trasformatif akan memulihkan hubungan yang retak, menciptakan kemungkinan pertumbuhan positif, dan menghasilkan sesuatu yang baik bagi semua orang. Karena itu di dalam agama kita mengenal pertobatan, sebuah upaya menghapus kesalahan yang trasformatif dan konsisten.

Ketiga, sebuah permintaan maaf harus mengungkapkan empati. Sebuah empati akan terasa dari permintaan maaf yang tulus disertai dengan niat yang baik untuk memperbaiki diri. Permintaan maaf di atas yang walau diiringi dengan derai air mata sama sekali tidak mengungkapkan empati, tapi malah hanya sekedar ingin mengundang simpati saja.

Permintaan maaf, menurut John Kador,  juga berfungsi mending fences. Mending fences berarti to repair a relationship with someone, atau to restore good relations with someone. Juga berfungsi building bridges, menjembatani dua pihak, yang bersalah dan yang terzalimi akibat perbuatan salah pihak lain.

Sebuah permintaan maaf hendaknya juga berfungsi restoring trust, memulihkan kepercayaan. Kepercayaan orang akan berkurang atau bahkan hilang karena suatu kesalahan yang diperbuat. Untuk itu, kata-kata  maaf harus mampu memulihkan kembali kepercayaan orang lain.

Permintaan maaf yang efektif harus memiliki ketiga sifat dan ketiga fungsi di atas. Tanpa itu, kata-kata maaf tidak akan banyak memberikan dampak positif yang signifikan untuk kebaikan bersama selanjutnya. “An effective apology is more than just a quick ‘I’m sorry’”, kata John Kador.

Memang, tulis John Kador lagi, “Apology is not cost-free, but it’s less expensive than denial, stonewalling and defensiveness”.

øøø

Pic © thenextweb.com

Cianjur,  18  Oktober 2010 | 14 :47


Filed under: Psikologi Tagged: efektif, integritas, John Kador, karakter, maaf, perasaan bersalah, permintaan maaf, tobat, transaksional, transformatif, trasformasional


This post first appeared on Islam 4 All | Doing The Right Thing And Doing It R, please read the originial post: here

Share the post

Permintaan Maaf yang Efektif

×

Subscribe to Islam 4 All | Doing The Right Thing And Doing It R

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×