Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Manila: Dari Fii Amanillah ke Ibu Kota Filipina

Tags: manila


Manila, ibu kota Filipina, adalah salah satu kota terbesar dan terpadat di dunia. Kota ini memiliki sejarah yang panjang dan beragam, yang mencerminkan pengaruh berbagai bangsa dan budaya yang pernah menguasai atau berdagang di sana. Salah satu aspek sejarah Manila yang mungkin kurang diketahui adalah bahwa kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan Islam di Nusantara, dan namanya berasal dari kata Arab “Fii Amanillah” yang berarti “di bawah lindungan Allah”.

Asal-usul Islam di Manila

Islam datang ke Manila pada abad ke-14, dibawa oleh pedagang-pedagang Melayu dari Indonesia dan Brunei. Mereka menyebarkan agama Islam kepada penduduk asli yang disebut Tagalog, yang sebelumnya menganut kepercayaan animisme. Islam berkembang pesat di Manila, terutama di sekitar muara Sungai Pasig, yang menjadi tempat strategis untuk perdagangan dan pertahanan.

Pada abad ke-15, Manila menjadi bagian dari Kerajaan Brunei, yang saat itu merupakan salah satu kerajaan Islam terkuat di Nusantara. Sultan Bolkiah dari Brunei mengirimkan putranya, Raja Sulayman, untuk memerintah Manila sebagai wakilnya. Raja Sulayman, yang juga dikenal sebagai Rajah Sulayman, adalah seorang pemimpin yang berani dan bijaksana, yang berhasil mempertahankan kemerdekaan dan kemakmuran Manila dari ancaman luar.

Selain Raja Sulayman, ada dua raja lain yang memerintah Manila bersama-sama, yaitu Raja Matanda dan Raja Lakandula. Raja Matanda adalah paman Raja Sulayman, yang menguasai daerah selatan Sungai Pasig, yang disebut Maynila. Raja Lakandula adalah saudara Raja Sulayman, yang menguasai daerah utara Sungai Pasig, yang disebut Tondo. Ketiga raja ini membentuk sebuah persekutuan yang kuat, yang disebut Kerajaan Manila atau Kota Seludong.

Menurut beberapa sumber, nama Manila berasal dari kata “Fii Amanillah”, yang merupakan ucapan perpisahan yang sering digunakan oleh pedagang-pedagang Muslim. Kata ini kemudian disingkat menjadi “Maynila” oleh penduduk setempat, dan kemudian diubah menjadi “Manila” oleh penjajah Spanyol. Nama ini mencerminkan harapan penduduk Manila agar kota mereka selalu berada di bawah perlindungan Allah.

Invasi Spanyol dan Akhir Kerajaan Manila

Pada tahun 1565, Spanyol mulai menjajah Filipina, dengan tujuan untuk menyebarkan agama Katolik dan menguasai perdagangan rempah-rempah. Spanyol mengirimkan ekspedisi militer ke Manila, yang dipimpin oleh Martin de Goiti dan Juan de Salcedo. Mereka berhasil menaklukkan beberapa pulau di sekitar Manila, dan kemudian mendirikan benteng pertama mereka di daerah yang disebut Intramuros.

Pada awalnya, Raja Sulayman dan raja-raja lainnya menyambut baik kedatangan Spanyol, dan bahkan menjalin hubungan persahabatan dan perdagangan dengan mereka. Namun, setelah beberapa waktu, mereka menyadari bahwa Spanyol bermaksud untuk mengambil alih Manila dan mengubah agama penduduknya. Mereka kemudian memutuskan untuk melawan Spanyol, dan mempersiapkan pasukan mereka untuk perang.

Pada tahun 1570, Raja Sulayman, Raja Matanda, dan Raja Lakandula memimpin sebuah serangan besar-besaran terhadap benteng Spanyol di Manila, yang dikenal sebagai Perang Bangkusay. Namun, mereka mengalami kekalahan telak, karena Spanyol memiliki senjata api yang lebih canggih, dan juga dibantu oleh beberapa suku Filipina yang sudah dikristenkan. Raja Sulayman dan raja-raja lainnya ditangkap oleh Spanyol, dan Manila dibakar habis.

Setelah itu, Spanyol mengklaim Manila sebagai ibu kota koloni mereka di Filipina, dan membangun kembali kota tersebut dengan gaya arsitektur Eropa. Mereka juga memaksa penduduk Manila untuk masuk agama Katolik, dan melarang praktik-praktik Islam. Islam di Manila pun semakin surut, dan hanya bertahan di beberapa daerah terpencil, seperti Mindanao dan Sulu.

Warisan Islam di Manila

Meskipun Islam di Manila telah mengalami kemunduran, namun warisan Islam di kota tersebut masih dapat ditemukan hingga sekarang. Beberapa contohnya adalah:

  • Nama-nama tempat, seperti Pasig, Makati, Mandaluyong, Marikina, dan lain-lain, yang berasal dari bahasa Melayu atau Arab.
  • Nama-nama orang, seperti Sulayman, Matanda, Lakandula, Salonga, Macapagal, dan lain-lain, yang berasal dari nama-nama raja atau tokoh Islam.
  • Budaya dan tradisi, seperti tarian, musik, pakaian, makanan, dan lain-lain, yang dipengaruhi oleh budaya Melayu atau Arab.
  • Bangunan dan monumen, seperti Masjid Golden, Masjid Quiapo, Makam Raja Rajah Sulayman, dan lain-lain, yang merupakan saksi bisu sejarah Islam di Manila.

Manila, yang dulu bernama Fii Amanillah, adalah sebuah kota yang memiliki sejarah yang kaya dan menarik, yang layak untuk diketahui dan dihargai. Kota ini adalah bukti bahwa Islam pernah menjadi bagian penting dari kehidupan dan peradaban di Filipina, dan masih memiliki pengaruh hingga sekarang.



This post first appeared on LDII Sampit - Kalimantan Tengah, please read the originial post: here

Share the post

Manila: Dari Fii Amanillah ke Ibu Kota Filipina

×

Subscribe to Ldii Sampit - Kalimantan Tengah

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×