Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Papan Empan Adepan, Menerampilkan Bicara yang Baik dan Benar dalam Islam

Tags: papan


Bicara adalah salah satu nikmat yang Allah SWT berikan kepada manusia. Dengan bicara, kita dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan keinginan kita kepada orang lain. Bicara juga dapat menjadi sarana untuk berdakwah, berilmu, dan beramal. Namun, bicara juga dapat menjadi sebab untuk berdosa, berbohong, dan berbuat zhalim. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita untuk menerangkan bicara yang baik dan benar, sesuai dengan syariat dan akhlak yang mulia.

Bicara yang baik dan benar adalah bicara yang sesuai dengan kebenaran, kemaslahatan, dan keadilan. Bicara yang baik dan benar juga adalah bicara yang mengandung hikmah, faedah, dan kebaikan. Bicara yang baik dan benar dapat mendekatkan kita kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orang-orang saleh. Bicara yang baik dan benar juga dapat memberikan manfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.

Namun, bagaimana cara menerangkan bicara yang baik dan benar dalam Islam? Berikut adalah beberapa tips yang dapat kita lakukan:

  • Menerapkan pahit madu, yaitu bicara yang meskipun pahit tetapi tetap manis. Pahit madu adalah bicara yang jujur, tegas, dan berani, tetapi tetap sopan, santun, dan lembut. Pahit madu adalah bicara yang menyampaikan kebenaran, nasihat, dan kritik, tetapi tetap menghormati, menghargai, dan menyayangi. Pahit madu adalah bicara yang tidak menyembunyikan kesalahan, kekurangan, dan kelemahan, tetapi tetap memberikan solusi, motivasi, dan dukungan. Pahit madu adalah bicara yang tidak menyakiti, menyinggung, dan memfitnah, tetapi tetap memaafkan, mengalah, dan berdamai. Pahit madu adalah bicara yang sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS An-Nisa ayat 9 yang artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."
  • Menerapkan enak didengar, yaitu bicara yang menyenangkan hati dan telinga. Enak didengar adalah bicara yang menggunakan bahasa yang baik, benar, dan baku, tanpa cacat, cela, atau cela. Enak didengar adalah bicara yang menggunakan nada yang sesuai, tidak terlalu keras, terlalu pelan, terlalu tinggi, atau terlalu rendah. Enak didengar adalah bicara yang menggunakan intonasi yang tepat, tidak monoton, datar, atau membosankan. Enak didengar adalah bicara yang menggunakan gaya yang menarik, tidak kaku, kering, atau hambar. Enak didengar adalah bicara yang sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: "Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan, dan Dia mencintai sifat yang mulia dan membenci sifat yang hina."
  • Menerapkan sopan santun, yaitu bicara yang mengikuti adab, etika, dan norma yang berlaku. Sopan santun adalah bicara yang menghormati orang yang lebih tua, lebih berilmu, lebih berpengalaman, atau lebih berkedudukan. Sopan santun adalah bicara yang menghargai orang yang sebaya, sejalan, seprofesi, atau sekepentingan. Sopan santun adalah bicara yang menyayangi orang yang lebih muda, lebih kurang, lebih membutuhkan, atau lebih lemah. Sopan santun adalah bicara yang menghindari perkataan yang kasar, kotor, atau vulgar. Sopan santun adalah bicara yang sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Isra ayat 23 yang artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
  • Menerapkan tata krama, yaitu bicara yang sesuai dengan budaya, adat, dan tradisi yang ada. Tata krama adalah bicara yang menggunakan bahasa yang halus, sopan, dan hormat, sesuai dengan tingkat kekerabatan, keakraban, atau keformalan. Tata krama adalah bicara yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang bermakna baik, positif, dan optimis, sesuai dengan suasana, situasi, atau kondisi. Tata krama adalah bicara yang menggunakan istilah-istilah yang khas, kaya, dan indah, sesuai dengan daerah, wilayah, atau tempat. Tata krama adalah bicara yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang mengandung doa, harapan, atau pujian, sesuai dengan acara, peristiwa, atau momen. Tata krama adalah bicara yang sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."
  • Menerapkan unggah-ungguh, yaitu bicara yang memperhatikan papan, empan, dan adepan. Unggah-ungguh adalah bicara yang memperhatikan papan, yaitu tempat dan situasi dimana kita bicara. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan tempat dan situasi yang berbeda-beda, seperti di rumah, di sekolah, di kantor, di masjid, di pasar, di jalan, dan sebagainya. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan situasi yang berbeda-beda, seperti saat senang, sedih, marah, takut, dan sebagainya. Unggah-ungguh adalah bicara yang memperhatikan empan, yaitu sesuatu atau isi yang kita bicarakan. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan sesuatu atau isi yang berbeda-beda, seperti ilmu, agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan isi yang berbeda-beda, seperti fakta, opini, cerita, humor, sindiran, dan sebagainya. Unggah-ungguh adalah bicara yang memperhatikan adepan, yaitu siapa lawan bicara kita. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan lawan bicara yang berbeda-beda, seperti orang tua, guru, atasan, teman, bawahan, anak, dan sebagainya. Kita harus menyesuaikan bicara kita dengan lawan bicara yang berbeda-beda, seperti laki-laki, perempuan, tua, muda, dekat, jauh, dan sebagainya. Unggah-ungguh adalah bicara yang sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS An-Nahl ayat 125 yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Papan, empan, dan adepan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tiga hal yang harus diperhatikan dalam berbicara, yaitu tempat dan situasi, sesuatu atau isi, dan siapa lawan bicara. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang ketiga istilah tersebut:

Papan adalah tempat dan situasi dimana kita berbicara. Tempat dan situasi dapat mempengaruhi cara kita berbicara, baik dari segi bahasa, nada, intonasi, maupun gaya. Misalnya, jika kita berbicara di rumah, kita dapat menggunakan bahasa yang santai, nada yang lembut, intonasi yang datar, dan gaya yang bebas. Namun, jika kita berbicara di kantor, kita harus menggunakan bahasa yang formal, nada yang tegas, intonasi yang naik turun, dan gaya yang sopan. Dengan menyesuaikan bicara kita dengan tempat dan situasi, kita dapat menunjukkan rasa hormat, menghindari kesalahpahaman, dan menciptakan suasana yang nyaman.

Empan adalah sesuatu atau isi yang kita bicarakan. Sesuatu atau isi dapat mempengaruhi apa yang kita bicarakan, baik dari segi fakta, opini, cerita, humor, sindiran, maupun doa. Misalnya, jika kita bicarakan ilmu, kita harus menyampaikan fakta yang benar, opini yang logis, cerita yang relevan, humor yang cerdas, sindiran yang halus, dan doa yang tulus. Namun, jika kita bicarakan agama, kita harus menyampaikan fakta yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, opini yang berdasarkan dalil, cerita yang mengandung hikmah, humor yang tidak mengejek, sindiran yang tidak menyesatkan, dan doa yang sesuai dengan syariat. Dengan menyesuaikan bicara kita dengan sesuatu atau isi, kita dapat menunjukkan rasa bertanggung jawab, menghindari kesalahan, dan menciptakan suasana yang bermanfaat.

Adepan adalah siapa lawan bicara kita. Siapa lawan bicara kita dapat mempengaruhi dengan siapa kita berbicara, baik dari segi kekerabatan, keakraban, keformalan, maupun kepentingan. Misalnya, jika kita berbicara dengan orang tua, kita harus menggunakan bahasa yang halus, sopan, dan hormat, sesuai dengan tingkat kekerabatan. Namun, jika kita berbicara dengan teman, kita dapat menggunakan bahasa yang santai, akrab, dan sayang, sesuai dengan tingkat keakraban. Dengan menyesuaikan bicara kita dengan siapa lawan bicara kita, kita dapat menunjukkan rasa menghargai, menghindari kesombongan, dan menciptakan suasana yang harmonis.



This post first appeared on LDII Sampit - Kalimantan Tengah, please read the originial post: here

Share the post

Papan Empan Adepan, Menerampilkan Bicara yang Baik dan Benar dalam Islam

×

Subscribe to Ldii Sampit - Kalimantan Tengah

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×