Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Backpacker-an ke India dan Kashmir (2): Serunya Menginap di Houseboat

Meskipun status wilayahnya berada di bawah pemerintahan India, orang-orang Kashmir tak pernah mau disebut sebagai orang India. “Kami Kashmiri. Kashmiri bukan India…”

TERBANG 1,5 jam menggunakan pesawat domestik Air India dari Bandara Indira Gandhi New Delhi, saya mendarat di Bandara Sheikh ul-Alam Srinagar, disambut cuaca dingin 2 derajat celcius. Hujan salju baru saja mengguyur kota di lembah pegunungan Himalaya itu. Atap-atap bangunan, pepohonan dan tanah lapang tampak memutih tertutup bunga es. Orang-orang dengan tubuh berbalut pheran, jubah tebal musim dingin khas Kashmir, berjejer di pintu keluar terminal kedatangan. Sebagian mereka memegang kertas di tangan bertuliskan nama-nama tamu yang akan dijemput.

Saya celingukan mencari-cari orang dengan kertas bertulisan nama saya. Sejak masih di Indonesia saya memang sudah memesan penginapan di houseboat, rumah perahu khas Kashmir yang ditambatkan di pinggiran danau itu. Kepada pemilik houseboat itulah saya juga minta disiapkan jemputan di bandara, sekalian mobil dan sopir yang bisa disewa selama kunjungan di Kashmir.

Setelah dua kali mondar-mandir, saya tetap tak menemukan penjemput saya. Mau menghubungi dengan telepon atau WA, ponsel tak berfungsi karena sinyal no service. Sementara untuk menggunakan akses WIFI bandara harus memasukkan kode angka yang dikirim via SMS ke nomor ponsel – yang sialnya, sinyal sedang no service itu. Paket data roaming yang sudah saya aktifkan saat di New Delhi, juga tak berfungsi. Blank. Sia-sia.

Mungkin karena penasaran melihat saya celingukan sambil mengutak-atik ponsel yang tak berfungsi, seorang pria Kashmir mendekati. Dengan bahasa Inggris patah-patah dia mengatakan percuma utak-atik ponsel, karena sejak dua hari sebelumnya koneksi internet di seluruh Srinagar memang tak berfungsi. Sengaja dimatikan dari pusat data, karena ada Perdana Menteri India Narendra Modi sedang datang berkunjung.

Pria itu kemudian menanyakan ke mana tujuan saya, dan menawarkan mobil sewaan serta penginapan pengganti. “Lupakan saja penjemputmu. Dia mungkin tidak akan datang. Saya punya houseboat yang jauh lebih bagus dari yang sudah Anda pesan. Harga bisa kita bicarakan,” dia berpromosi.

Saya bergeming. Sejak di Indonesia, semua pesanan sudah confirmed. Termasuk juga janji jemputan. Malam sebelum terbang ke Srinagar saya juga sudah konfirmasi ulang via WA ke pemilik houseboat, mengingatkan soal jadwal kedatangan, meskipun pesan memang hanya centang satu, tak terkirim apalagi terbaca.

Saya masih sangat yakin reservasi penginapan dan kendaraan tetap akan sesuai rencana, saat pria tadi kembali menawar-nawarkan diri. “Tidak ada yang bisa Anda hubungi di sini. Percaya sama saya. Ikut saya saja,” ujarnya.

Saya berputar sekali lagi. Membaca ulang satu per satu kertas di tangan para penjemput, mungkin ada yang terlewat. Sampai akhirnya saya temukan juga kertas dengan nama saya, dipegang seorang pria berperawakan tinggi dengan rambut sebahu dan wajah bercambang tipis. “Saya Omar, driver yang akan menemani Anda selama kunjungan di Kashmir,” katanya, datar.

“Dari tadi saya di sini,” sahut Omar, saat saya bilang saya sempat panik karena tidak menemukannya. Saat saya ceritakan ihwal pria Kashmir yang menawarkan tumpangan dan penginapan pengganti, Omar bilang orang seperti itu biasanya penipu. Jangan pernah percaya.

Tentara-tentara India bersenjata lengkap bersiaga dari gerbang bandara sampai sepanjang jalan yang kami lewati menuju pusat kota. Setiap persimpangan dijaga dua tiga serdadu. Kota Srinagar tampak sepi. Menurut Omar, orang-orang memang memilih berdiam diri di rumah selama ada kunjungan perdana menteri. Sebab seluruh penjuru kota sudah disterilkan sejak sepekan lalu.

“Dia (Narendra Modi, Red) sadar orang Kashmir tidak menyukainya. Semua orang diperiksa. Internet dimatikan. Supaya tidak ada yang ribut-ribut di jalan dan di medsos,” kata Omar.

Sampai di pusat kota Srinagar, kami mampir makan siang di restoran Mughal Darbar, rumah makan dengan menu khas Kashmir: wazwan, kuliner warisan Mughal yang lezatnya ampun-ampun. Nasi beraroma harum, kebab dan kari daging domba disajikan dalam satu nampan besar, dimakan bersama-sama. Minumnya kahwa panas, teh beraroma rempah yang menyehatkan.

Dari Mughal Darbar, Omar langsung membawa kami ke dermaga di Danau Nigeen untuk menyeberang menuju houseboat. Rumah-rumah perahu ini sejak puluhan tahun lalu sudah menjadi semacam guesthouse bagi tamu yang berkunjung ke Srinagar. Perahu berbentuk rumah apung dengan lebar 8 meter dan panjang 30 meter ditambatkan di pinggiran danau. Di dalamnya terdapat beberapa kamar tidur, ruang makan, dapur dan ruang keluarga. Semua bagian perahu terbuat dari kayu, dengan ukiran dan pahatankhas Kashmir yang otentik.

Riaz Wangnoo, pemilik houseboat, dengan sukacita menyambut kami yang diantar ke houseboat menggunakan shikara, perahu dayung tradisional Kashmir. Dari beranda houseboat milik Riaz, terhampar pemandangan danau dengan latar belakang gugusan pegunungan Himalaya berselimut salju. Subhanallah. Indah sekali.

“Kalau Anda datang pada musim panas, permukaan danau ini menjadi taman teratai. Penuh bunga teratai di mana-mana,” kata Riaz, yang mengaku bisnis houseboat yang dijalankannya merupakan warisan turun-temurun, dari tujuh generasi di atasnya.

Meski sederhana, fasilitas houseboat sangatlah lengkap. Pemanas tradisional terpasang di ruang tamu dan kamar tidur. Dibutuhkan sekali di tengah suhu yang bisa mencapai minus 10 derajat di musim dingin. Pemanas tersebut berupa drum dari alumunium untuk membakar kayu, dengan pembuangan asap disalurkan melalui pipa besi yang menjulur keluar dari salah satu dinding houseboat. Pada sisi lain penutup drum itu terdapat lubang tempat hawa panas dari bakaran kayu dikeluarkan. Dari lubang itulah hawa panas menyebar menghangatkan seluruh ruangan.

“Ini memang tradisional. Tetapi ini alami. Jauh lebih sehat daripada pemanas menggunakan gas,” kata Riaz. Di kamar tidur, Riaz juga menyediakan selimut tebal dengan kasur berlapis botol-botol karet berisi air panas yang menghangatkan kasur sepanjang malam. Tidur bisa lelap tanpa kedinginan.

TRADISIONAL – Pemanas ruangan di dalam houseboat, disiapkan secara manual dengan kayu yang dibakar di dalam drum alumunium.

Tinggal di houseboat lebih terasa berada di rumah daripada hotel. Karena ditambatkan di pinggiran danau, perahu rumah ini samasekali tidak bergoyang. Apalagi danaunya sendiri memang tenang, nyaris tak ada gelombang.

Riaz sendiri memperlakukan tamunya seperti keluarga. Dia menyediakan makan malam menu Kashmir dan sarapan ala kontinental dengan menu roti gandum dan telur dadar. Sore hari saat kami hendak berkeliling danau menggunakan shikara, Riaz meminjamkan jaket tebal koleksinya setelah melihat jaket istri saya dinilainya terlalu tipis dan tak akan mampu menahan hawa dingin.

Kashmir memang terkenal dengan keindahan alam dan hawa sejuknya. Berada di lembah dataran tinggi dengan dikelilingi pegunungan bersalju, provinsi di India bagian utara ini memiliki dua ibukota, sesuai musimnya; Jammu untuk ibukota saat musim dingin dan Srinagar untuk ibukota saat musim panas. Bahkan di musim panas pun cuaca di Srinagar masih di kisaran 15-20 derajat celcius, mengingat posisinya yang berada di lembah Kashmir yang didominasi danau dan wetland (semacam rawa) pada ketinggian 1600 mdpl.

Meski masuk wilayah India, orang Kashmir yang biasa disebut Kashmiri tidak pernah mau disebut sebagai orang India. “Kami Kashmiri. Kashmiri bukan India,” kata Riaz.

Sikap ini adalah buah dari sejarah panjang konflik Kashmir, yang wilayahnya terus menjadi rebutan sejak ratusan tahun silam. Kawasan subur di lembah pegunungan Himalaya, yang sering dijuluki paradise on earth dan telah masyhur sebagai salah satu persinggahan dalam rute perdagangan legendaris silk road (jalur sutera) itu, telah melewati konflik tak berujung berabad lamanya.

Sampai hari ini ada tiga negara yang berbagi wilayah Kashmir: Republik India menguasai sebagian besar wilayah tengah dan selatan, Republik Islam Pakistan di bagian utara dan barat laut, dan Republik Rakyat Tiongkok di bagian timur laut. Tetapi tiga negara ini tidak saling mengakui pembagian wilayah tersebut. India, misalnya, tidak pernah mengakui secara resmi wilayah yang diklaim Pakistan. Sementara Pakistan tetap menganggap seluruh wilayah Kashmir merupakan wilayah yang masih dipertentangkan.

Orang Kashmir sendiri tidak pernah happy bergabung dengan negara-negara tersebut. Mereka merasa dianaktirikan, baik oleh pemerintahan India yang mayoritas Hindu, maupun Pakistan yang mayoritas Islam. Tidak ada pembangunan berarti di Srinagar yang menyumbang devisa besar kepada India dari sektor pariwisata. Sementara Pakistan dianggap hanya memanfaatkan Kashmir untuk kepentingannya sendiri, salah satunya terkait sumber air bersih karena posisi hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Pakistan berada di Kashmir.

“Kami seharusnya merdeka. Berdiri sendiri seperti sebelum tahun 1947,” kata Riaz.

Sejarah mencatat, India dan Pakistan semula sama-sama berada di bawah Britania Raya, kontrol dan kendali Kerajaan Inggris. Tahun 1947, usai perang dunia II, dilakukan pemisahan di mana penduduk mayoritas Hindu di wilayah Hindustan menjadi negara India sekarang, sedangkan penduduk mayoritas muslim di sebelah barat menjadi negara Pakistan. Dalam proses pembagian wilayah tersebut, Kashmir diberi kebebasan: bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap berdiri sendiri. Kashmir terbelah. Ada yang ikut India, ada yang ikut Pakistan. Sebagian lagi malah masuk wilayah Tiongkok. Kashmir dalam wilayah India sendiri terbagi dalam tiga kawasan dengan identitas agama yang kuat; Kashmir yang mayoritas muslim dan berpusat di Srinagar, Jammu yang mayoritas Hindu, dan Ladakh yang penduduknya mayoritas Budha. Menurut Riaz, gerakan kemerdekaan Kashmir meskipun sepertinya meredup karena kebijakan pertahanan India, sebenarnya masih terus berkobar, baik di akar rumput Kashmir maupun perwakilan organisasi-organisasi di PBB. “Sedang menunggu momentum,” katanya, optimistis. (bersambung)



This post first appeared on WinDede.Com, please read the originial post: here

Share the post

Backpacker-an ke India dan Kashmir (2): Serunya Menginap di Houseboat

×

Subscribe to Windede.com

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×