Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Keadilan bagi Prita Mulyasari atau RS OMNI !?

Tidak habis dalam sekejap mata rasanya ketika kita mencermati pemberitaan akhir-akhir ini terkait dengan berbagai hal yang cukup menyita perhatian masyarakat. Kasus KDRT yang di alami Manohara, memanasnya kembali sengketa ambalat antara Indonesia dengan Malaysia, kisruh DPT serta yang paling mencolok adalah kasus yang dialami Prita Mulyasari yang berseteru dengan RS OMNI tangerang. Menariknya, berbagai kisah dan kasus itu seakan menjadi bumbu Pemilihan Presiden (Pilpres) yang sudah memasuki masa kampanye saat ini. Berbagai cara dilakukan oleh Tim Sukses maupun kontestan Pilpres sendiri untuk menjadi yang pertama dalam mengambil sikap , bersimpati dan inisiatif untuk menunjukkan bahwa ada keberpihakan yang diberikan sebagai wujud kedekatan dengan rakyat sebagai konstituen. Sebuah sikap yang patut diacungi jempol kalau memang empati dan simpati tidak hanya sekedar pemanis untuk meraih dukungan dalam Pilpres yang akan datang. Namun, rasanya kita perlu lebih jeli dan cermat melihat bumbu-bumbu Pilpres yang terjadi itu sebagai sesuatu yang tidak saja dipandang sebagai publisitas dan euforia “penzaliman” saja tetapi benar-benar memilah kasus mana yang hanya sekedar di blow-up untuk meningkatkan elektabilitas dengan kasus yang benar-benar perwujudan dari perlawanan terhadap ketidakadilan yang “terlembagakan”.

Satu contoh, kasus yang menjerat Prita Mulyasari yang berseteru dengan RS OMNI Tangerang patut dicermati lebih dalam karena hal ini “rasanya” tidak saja bicara masalah pencemaran nama baik, tetapi banyak hal bisa digali dari kasus ini. Kebebasan berpendapat, persamaan hak dimata hukum, keberpihakan terhadap pencari keadilan, perundang-undangan yang “nyatanya” belum dipahami secara mendalam oleh penegak hukum sendiri serta banyak hal krusial yang masih bisa digali lebih jauh.

Terlepas dari perdebatan atas apa yang disampaikan oleh Ibu Prita Mulyasari dalam surat pembaca dan email yang disampaikan ke rekan-rekannya, serta sanggahan yang diberikan pihak RS OMNI Tangerang, rasanya sebagai bagian dari masyarakat awan, empati dan simpati patut diberikan kepada Ibu Prita Mulyasari yang harus berhadapan dengan hukum ditengah usahanya untuk mencari keadilan dan memberikan himbauan kepada masyarakat lainnya untuk berhati-hati ketika berhadapan dengan layanan publik yang tidak transparan. Dan menunggu bukti-bukti dari pihak RS OMNI terkait sanggahan yang disampaikan melalui media massa dan dunia maya. Siapa yang benar dan siapa yang salah bukanlah klimaks dari perseteruan ini, melainkan bukti dan kenyataan yang sebenarnya terjadi itulah yang ditunggu-tunggu.

Mengapa? .........

Mmmmm, sebagai seorang Ibu dengan 2 orang anak yang masih balita, rasanya miris sekali harus masuk dalam jeruji besi dengan meninggalkan perannya sebagai seorang Ibu harus mengasuh anak-anak yang masih balita tersebut. Rasa kemanusiaan yang seakan “hilang” dimata hukum meski dalam BAP dinyatakan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik dan kemudian oleh kejaksaan dibebani dengan pasal tambahan telah melanggar Pasal 27 UU no. 11/2008 tentang ITE.

Apakah hak Ibu Prita untuk memperoleh penjelasan sebagai konsumen sudah terpenuhi?

Melihat dan membaca sanggahan yang disampaikan oleh pihak RS OMNI rasanya tidak ada sesuatu yang substansial merujuk dan memberi jawab pada keberatan dan pernyataan yang disampaikan Ibu Prita. Namun, sebagai orang luar yang hanya mencermati, rasanya perlu menunggu kelanjutan dari kasus ini yang sudah memasuki tahap persidangan.

Mengapa kasus ini menjadi menarik untuk dicermati?

Menurut saya, ada lima hal utama yang mendasarinya. Pertama, sebagai seorang warga negara Ibu Prita memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan mendapatkan kejelasan mengenai hal yang dialaminya. Dan RS OMNI sebagai penyedia jasa memiliki kewajiban untuk memberi jawaban atas keberatan dan keluhan yang disampaikan oleh Ibu Prita. Kedua, pernyataan saksi ahli bahwa email memenuhi syarat untuk dikenakan delik pasal 27 junto pasal 45 UU ITE harus diuji lebih lanjut dengan maksud untuk menghindari penafsiran yang salah terhadap pasal tersebut sehingga secara yuridis penetapan tersebut tidak cacat hukum. Ketiga, apabila tindakan Ibu Prita tersebut benar-benar memenuhi unsur pencemaran nama baik Pasal 310 KUHP, 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah, haruskah sebagai tersangka pantas dilakukan penahanan? Kalaupun harus dilakukan penahanan, ketentuan apa yang menjadi rujukan penahanan tersebut? Keempat, melihat kenyataan bahwa Ibu Prita masih memiliki 2 orang anak yang masih balita, mustahil untuk menghilangkan barang bukti dan kecil kemungkinan untuk melarikan diri, apakah layak untuk dilakukan penahanan? Kelima, melihat persyaratan pencabutan tuntutan yang disampaikan kuasa hukum RS OMNI bahwa apabila Ibu Prita tidak meminta salinan hasil tes laboratorium dengan kadar trombosit 27.000 dan meminta maaf kepada pihak RS OMNI maka tuntutan terhadapnya akan di cabut. Ada apa ini?

Biar persidangan berlangsung tanpa ada tendensi tertentu dan keadilan terwujud ditengah terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Dan harapannya adalah kasus ini tidak menjadi komoditas politik untuk kepentingan Pilpres semata, tetapi sebagai bentuk keberpihakan pada penegakan hukum yang berkeadilan dan persamaan hak dihadapan hukum.



This post first appeared on Celah Rasa, please read the originial post: here

Share the post

Keadilan bagi Prita Mulyasari atau RS OMNI !?

×

Subscribe to Celah Rasa

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×