Beberapa waktu yang lalu, Dirjen Pajak Kementrian Keuangan Fuad Rahmany dalam sebuah acara seminar di Universitas Trisakti mengatakan "Namun secara kasar mereka atau warga yang masih belum bayar pajak baru mencapai 35 juta orang. Mereka tidak sadar kalau selama ini mereka menggunakan fasilitas negara seperti jalan umum dan BBM yang dihasilkan dari pajak," kemudian disambung dengan pernyataan "Mereka (yang tidak bayar pajak) lebih baik diusir saja lah......".
Related Articles
Dari pernyataan ini menggambarkan bahwa masyarakat wajib pajaklah yang menjadi sumber masalah penerimaan pajak negara dan untuk mengatasinya maka perlu ada sangsi yang tegas bagi mereka yang tidak membayar pajak sedangkan dari pihak Ditjen Pajak seolah-olah tidak bermasalah.
Padahal jika dilihat kenyataan di lapangan, bersedia atau tidaknya masyarakat membayar pajak sangat tergantung dari tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga Ditjen Pajak. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak maka semakin tinggi pula kesediaan masyarakat membayar pajak. Hal tentu bisa kita lihat dari pernyataan organisasi NU bahwa jika tidak ada perbaikan di lingkungan Ditjen Pajak maka segenap warga NU tidak bersedia membayar pajak.
Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada Ditjen Pajak rendah antara lain:
Adanya kasus manipulasi pajak yang dilakukan pegawai Ditjen Pajak untuk membantu mengurangi jumlah pajak wajib pajak terutama perusahaan besar dan sebagai imbalannya mereka mendapat komisi. Kasus yang menjadi perhatian tentu saja kasus Gayus dan disusul kemudian oleh rekannya Dhana.
Selain itu sudah menjadi hal yang jamak sejak dulu bahwa pegawai Ditjen Pajak mempunyai kemakmuran lebih dibanding masyarakat lain dan biasanya menjadi orang paling kaya di daerah tempat tinggalnya. Yang menjadi pertanyaan setinggi-tingginya gaji pegawai pajak apakah mungkin kekayaan yang didapatkannya murni dari gajinya saja padahal mereka banyak berurusan langsung dengan wajib pajak kelas besar yang berusaha minta bantuan dalam masalah pembayaran pajak.
Hal yang sering didengungkan oleh pemerintah bahwa pajak akan kembali lagi ke masyarakat salah satunya dalam bentuk pembangunan. Tapi kenyataan di lapangan banyak sekali infrastruktur yang masih terbengkalai sampai saat ini, jalan-jalan banyak yang rusak, fasilitas kesehatan umum banyak yang kurang dan sebagainya.
Seharusnya pihak Ditjen Pajak melalui Dirjen Pajak menunjukkan keseriusan dalam membenahi kondisi Ditjen Pajak untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga masyarkat bersedia memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Salah satu cara yang ampuh adalah dengan sepenuh hati membantu penyelesaian kasus Gayus dan rekannya yang lain. Di dalam pemeriksaannya Gayus sudah mengatakan bahwa dia hanyalah "pemain kecil" di lingkungan Ditjen Pajak, masih ada pemain yang lebih besar dari dia tapi Ditjen Pajak tidak mengambil sikap positif dari pernyataan Gayus. Ditjen pajak seolah menutupi dan berusaha agar dalam kasus ini cukup sampai di level Gayus jangan sampai merembet ke pejabat yang lebih atas. Hal ini sangat terlihat dan bisa dibaca oleh masyarakat sehingga tidak salah jika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak rendah.
Selain itu seharusnya dalam setiap kesempatan Dirjen Pajak dengan kerendahan hati mengakui masih banyak kekurangan di lingkungan Ditjen Pajak tapi mereka juga melakukan langkah-langkah konkrit dalam membenahi masalah di Ditjen Pajak. Langkah-langkah tersebut disosialisasikan dan diperlihatkan ke masyarakat sehingga masyarakat tahu apa-apa saja yang telah dilakukan Ditjen Pajak untuk memperbaiki sistem yang ada di Ditjen Pajak.
Dengan cara ini pasti akan efektif dalam memupuk kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak sehingga mereka tidak ragu dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, bukan dengan cara memberi ancaman kepada masyarakat wajib pajak.