Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Beratnya Beban Anak SD Sekarang

Buku-Buku lama itu sepertinya sudah tak tergeledah lagi. Berserakan di kamar anak saya, keleleran bersama debu. Saya tak berani membereskan, apalagi membuangnya. Soalnya, ada pesan tersirat dari anak saya untuk menyimpannya, entah sampai kapan. Pikir dia, barangkali suatu saat semua buku yang tercecer itu bakal terpakai lagi.

Gisavo Lembayung Lelaki Akbar, begitu nama lahir anak saya. Dia biasa dipanggil Gisa, sesekali Savo, atau Lembayung. Tanggal 30 Agustus lalu, usianya 9 tahun. Duduk di kelas 4 SDN Karang Pawulang, Gisavo kecil hobi bersepeda, main musik, menyanyi, dan bercerita. Tak tahu apa cita-citanya kelak. Namun, profesi dokter hewan, kerap dia sebut saat ditanya mau jadi apa nanti.

Bagi Gisavo, persoalan buku tampaknya begitu krusial. Entah itu buku lama atau yang baru. Demi buku pelajaran, dia sampai harus berkali-kali mengecek ransel yang akan dibawanya ke sekolah. Begitu khawatirnya dia buku-buku pelajaran tak terbawa ke sekolah. Proses itu bahkan bisa dia lakukan tiga sampai empat kali. Terkadang malam hari, dua kali dia memeriksa buku pelajaran. Pagi sebelum berangkat sekolah pun sama.

Tak masalah memang. Saya senang dengan ketelitian dia memeriksa buku. Itu membuktikan dia betul-betul serius belajar dan takut kena semprot guru jika ada buku pelajaran yang tertinggal. Hanya saja, saya cukup miris melihat begitu banyaknya buku pelajaran yang harus dia bawa ke sekolah. Setiap hari dia harus membawa ransel yang beratnya tak sepadan dengan ukuran badan. Berat badan anak saya sekitar 22 atau 23 Kg. Sementara berat ransel yang dia bawa, bisa mencapai 6 Kg, bahkan mungkin lebih.

Saya sedikit bingung, tapi tak berniat protes. Setiap hari, anak saya harus membawa lima buku paket tematik. Plus buku-buku tulis sesuai jadwal mata pelajaran per hari. Lima buku paket itu tebal-tebal, rata-rata mencapai 100 halaman. Total harganya nyaris menyentuh Rp500 ribu. Selain itu, ada pula buku pendamping paket tematik yang jumlah halamannya ada di pertengahan. Disebut tipis tidak, tebal pun belum sampai.

Pertanyaan kemudian menyeruak. Kenapa anak saya harus membawa buku sebanyak itu setiap hari? Padahal toh sudah ada jadwal mata pelajaran. Sederhananya, bawa saja buku-buku sesuai apa yang akan dipelajarinya saat itu. Yang tak perlu, simpan saja di rumah. Tapi toh ternyata tidak. Buku tematik dan kawan-kawannya itu, tetap wajib dibawa setiap hari.

Selidik punya selidik, setiap paket tematik itu terdiri atas bermacam pelajaran. Misalnya, pelajaran PKN ada di buku tematik ‘Indahnya Kebersamaan’. Atau pelajaran IPA, ada di buku tematik lainnya. Walhasil, setiap hari buku tematik itu harus selalu dibawa lantaran anak saya dan teman-temannya tak tahu di buku tematik mana posisi mata pelajaran masing-masing. Alasannya jelas, takut kena tegur guru.

Tak hanya buku tematik. Beban ransel anak saya bertambah dengan buku pendamping tematik. Jumlahnya sama. Dengan buku tematik plus pendamping, berarti sudah 10 buku yang wajib dia bawa setiap hari. Plus buku PR dan catatan, rata-rata anak saya membawa 15 buku. Jika ditambah pelajaran kesenian yang mewajibkan siswa membawa pianika, rasanya begitu ribet. Dengan beban seberat itu, saya membayangkan bagaimana siswa bisa menangkap pelajaran dengan nyaman. Begitu sampai sekolah, rasanya badan mereka malah lebih sering pegal-pegal.

Entahlah. Bagi saya sepertinya beban isi ransel itu bisa mengganggu pertumbuhan Gisavo. Lama-lama, seluruh siswa SD di Karang Pawulang yang berbadan kecil, bisa-bisa bungkuk. Belum lagi tali ransel yang semakin hari kian menipis karena tak kuat menahan beban hingga akhirnya putus. Memang, kini buku paket yang mesti dibawa tinggal tga. Dua lagi batal lantaran orang tua protes. Namun, tetap saja, tak banyak mengubah berat ransel anak saya.

Coba andai bisa, setiap hari guru memberikan panduan, buku paket apa saja yang akan dibawa besok. Hari itu pelajaran yang akan dibahas adalah IPA. Umumkanlah pada siswa bahwa buku paket IPA ada di tematik yang mana. Saya rasa, tak ada salahnya berbaik hati seperti itu, ketimbang harus ‘menyiksa’ siswa dengan bawaan berat setiap hari.


This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Beratnya Beban Anak SD Sekarang

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×