Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kembali ke Kota Cirebon

Hari menjelang sore, Jumat (15/4/2011). Saya memacu motor di ruas Jalan Raya Cileunyi menuju arah Timur Utara. Tujuan saya adalah Cirebon, kota yang berjarak sekitar 133 Km dari Bandung. Bom bunuh diri di Masjid Adzikra Mapolres Cirebon Kota (Ciko) saat Jumatan jadi pemicunya. Gara-gara insiden itu, saya pun punya kesempatan kembali liputan setelah lima bulan absen. Tanpa membawa baju ganti, saya berangkat berbekal uang seadanya, hape, dan kamera digital kecil milik teman.

Waktu menunjukkan jam 4 sore. Target sampai ke Cirebon jam 6 sore sepertinya bakal meleset. Terlebih lagi, saya sempat terjebak macet di kawasan Cibiru. Belum lagi membayangkan macet di Pasar Tanjungsari Sumedang. Saya tak sendiri. Ada Baban duduk di belakang jok motor. Ia juga ditugaskan kantor meliput insiden bom bunuh diri di Mapolres Cirebon Kota. Kondisi Baban idem ditto. Ia tak membawa baju ganti, selain bekal uang dan hape.

Seperti diperkirakan sebelumnya, kami terjebak macet di Pasar Tanjung Sari Kabupaten Sumedang. Laju motor tersendat. Kondisi ini sulit dipecahkan. Pasar Tanjung Sari memang jadi salah satu biang kemacetan di jalur Bandung-Cirebon. Antrean kendaraan bahkan terkadang sampai ke kawasan Jatinangor (dari arah Bandung) dan Citali (dari arah Sumedang). Pasrah, saya tak terlalu berharap banyak. Demikian pula Baban. Kami pun hanya bisa menikmati kemacetan, disemprot asap knalpot bus dan truk yang tepat berada di depan motor.

Hujan sempat menghambat perjalanan kami. Cukup deras hingga membuat badan dingin, mata perih, dan pakaian basah. Beruntung, Baban sigap membawa jas hujan. Sejenak kami berhenti sekadar mengenakan jas hujan dan mengamankan barang-barang penting agar tak kehujanan. Sejurus kemudian, kami melanjutkan perjalanan diguyur hujan sore. Hanya setengah jam, hujan berhenti tepat saat kami tiba di pusat Kabupaten Sumedang. Khawatir kembali hujan, kami tak melepas jas. Saya kembali memacu motor. Perasaan sedikit waswas karena rem belakang motor tak terlalu pakem.

Tanpa terasa, kami sudah melintasi jalur Tomo Kabupaten Majalengka. Sebentar lagi Palimanan. Hari mulai gelap rupanya. Saya sempat melirik jam tangan. Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 6 sore lebih. Setengah jam lagi kemungkinan kami tiba di Kabupaten Cirebon. Jalanan rusak membuat saya harus ekstra hati-hati menjalankan motor. Salah sedikit, motor bisa terperosok masuk lubang. Lebih parah lagi, kami berdua bisa saja terjatuh dari motor jika tak hati-hati memperhatikan lubang jalanan.

Menyusuri jalur Bandung-Cirebon ingatan kembali ke 6 tahun silam. Terlebih lagi saat memasuki ruas Jalan Palimanan. Enam tahun silam saya ditugaskan menjajal wilayah III Cirebon yang meliputi Cirebon (kota/kabupaten), Majalengka, Indramayu, dan Kuningan selama tiga bulan sejak 16 Mei 2005. Dua bulan pertama, saya tak pernah melalui jalur Palimanan jika hendak ke Cirebon, atau sebaliknya. Biasanya, sebulan sekali saya pulang pergi lewat jalur Rajagaluh Majalengka yang tembus ke Sumber Kabupaten Cirebon. Namun, 29 Juli 2005, kali pertama saya melintasi jalur Palimanan, saat hendak pulang ke Bandung bersama seseorang. Ah, kenangan itu masih sangat kuat melekat di ingatan saya.

Lamunan saya buyar saat tiba di kawasan Ciwaringin. Ternyata kami sudah sampai di Kabupaten Cirebon. Saya menghentikan motor, membeli pulsa, lantas menelepon teman di Cirebon. Waktu menunjukkan jam setengah 7 malam. Baban melakukan hal serupa. Menelepon teman yang sama-sama ditugaskan kantor meliput perkembangan aksi bom bunuh diri di Masjid Adzikra Mapolres Cirebon Kota. Limabelas menit berlalu, saya kembali melanjutkan perjalanan. Sempat nyasar ke Jalan Cipto, akhirnya kami tiba di Mapolres Cirebon Kota Jalan Veteran jam 7 malam.

Tepat setengah jam setelah kedatangan kami, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan tiba di Mapolres Cirebon Kota. Fokus kami pun saat itu mewawancarai gubernur. Malam hari, kami berbincang dengan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Agus Rianto. Langit di atas Mapolres Cirebon Kota tampak cerah. Bulan purnama nyaris sempurna, dihiasi lingkaran perak. Awan tegak lurus sempat menarik perhatian kami. Tak terasa, hari sudah berganti. Setelah sempat kesulitan mencari makan, kami mengakhiri liputan, Sabtu (16/4/2011) sekitar jam setengah dua dinihari.

Saya sungguh menikmati liputan di Cirebon. Seolah melakukan napak tilas, saya membawa Baban melintasi ruas jalan dan tempat berkesan saat liputan di Cirebon seperti Jalan Siliwangi, Jalan Kartini, Jalan Cipto Mangunkusumo, Tuparev, dan Mal Grage. Sabtu (16/4/2011) malam, saya pun menyempatkan diri menengok seorang teman liputan yang menginap di Hotel Priangan Jalan Siliwangi, setelah lelah beraktivitas bolak-balik Majalengka-Cirebon. Malam itu, kami menghabiskan waktu di depan Masjid Attaqwa Jalan Kartini bersama teman-teman wartawan Cirebon hingga Minggu (17/4/2011) pagi.

Rencana pulang Minggu (17/4/2011) gagal. Awalnya, kami hanya berniat kembali meminta komentar istri terduga teroris di rumahnya kawasan Majalengka. Namun, setelah selesai mememintai komentar, tim Densus dan identifikasi Polda Jabar ternyata datang menggeledah rumah tersebut. Baban tak bisa pulang hari itu karena kantor memintanya meneruskan liputan. Saya tak mau pulang tanpa Baban. Terlebih lagi, momen penggeledahan tak mungkin dilewatkan begitu saja. Empat jam sejak jam 5 sore hingga jam 9 malam kami terjebak di Majalengka, kehausan dan kelaparan setelah nyaris seharian tak makan nasi. Kami sepakat tak pulang ke Bandung malam itu dan kembali ke Cirebon setelah selesai meliput penggeledahan rumah terduga teroris.

Malam terakhir Kota Cirebon berhias bulan purnama. Saya mengajak Baban makan malam di Rumah Makan Padang Simpang Raya Jalan Kartini. Jam 10 malam kami kembali ke hotel, menyimpan tenaga buat besok kembali ke Bandung. Tiga malam di Cirebon memang tak cukup mengembalikan kenangan enam tahun lalu. Namun saya cukup terpuaskan setelah kembali menyusuri malam-malam jahanam wilayah Pantai Utara menaiki motor. Besok, kami harus pulang ke Bandung, kembali menyusuri Jalan Palimanan, menempuh perjalanan panjang sekitar 133 Km. Ah, Cirebon memang luar biasa. Kota itu menarik saya kembali ke lingkaran masa lalu.



This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Kembali ke Kota Cirebon

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×