Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Papandayan Kini dan 9 Tahun Lalu

Ketenangan warga Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut kembali terusik Ramadan tahun ini. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi mengubah status Gunung Papandayan menjadi Siaga atau level III pada Sabtu (13/8/2011) lalu. Sebelumnya, sejak 2008 lalu, gunung dengan ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut itu berstatus waspada atau level II.


Perubahan status itu mengingatkan warga pada letusan Gunung Papandayan 9 tahun lalu. Ya, tepatnya 11 November 2002, Papandayan yang dikenal sebagai salah satu objek wisata terpopuler di Garut meletus. Warga yang saat itu juga tengah menjalankan ibadah puasa kaget. Mereka tak menyangka gunung yang lebih dari 70 tahun tenang tiba-tiba mengamuk.

Tak hanya meletus, Papandayan juga memuntahkan lahar dingin ke Sungai Cibeureum Gede. Belasan rumah penduduk di bantaran Sungai Cibeureum tertimbun longsor. Warga panik. Mereka berlarian ke tempat aman. Ada pula yang terpaksa hijrah ke rumah kerabatnya di Garut. Anak-anak menangis bingung. Sekejap saja, Kantor Kecamatan Cisurupan dipenuhi para pengungsi.

Saya sempat merasakan kepanikan warga sekitar Gunung Papandayan saat meletus 11 November 2002 lalu. Kebetulan sehari sebelumnya saya bersama dua teman masing-masing Machmud Mubarok dan Gani Kurniawan ditugaskan kantor meliput kondisi Gunung Papandayan yang terus menunjukkan aktivitasnya dalam satu minggu terakhir.

Menjelang tengah malam, kami meluncur ke Kabupaten Garut menaiki mobil. Saya bertugas menyetir lantaran dua teman lainnya belum mahir mengemudikan mobil. Tak banyak bekal yang saya bawa, termasuk baju ganti. Saya bahkan lupa membawa sepatu dan hanya beralaskan sandal jepit. Demi memburu berita, kami terpaksa sahur di jalan dan sempat beristirahat di Masjid Agung Garut.

Kami tiba di kawasan Gunung Papandayan Senin 11 November 2002 sekitar pukul 06.00 WIB. Saat itu warga sudah terlihat panik. Pascalongsor di puncak Gunung Papandayan, banyak warga yang sudah mengungsi. Mereka bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk Papandayan meletus. Kemacetan mulai terjadi. Warga tumplek ke jalan. Mereka berusaha menjauhi kawasan Gunung Papandayan.

Pos Pengamatan Gunung Api Papandayan pun riuh rendah. Tak hanya para ahli dan Muspida Kabupaten Garut, wartawan tumplek di sana. Mereka mengamati perkembangan kawah Papandayan. Senin 11 November 2002, sekitar pukul 15.30 WIB, Papandayan memulai menunjukkan aktivitasnya. Letusan freatik pertama terjadi pukul 16.03 WIB. Debu pekat menyembur dengan ketinggian sekitar 5 Km dari atas puncak. Warga makin panik. Sekejap saja, ruas jalan di kawasan Cisurupan macet.

Inilah letusan pertama yang menyebabkan terjadinya longsor dahsyat di sebagian dinding bukit Nangklak. Seluruh material longsor jatuh ke hulu Sungai Cibeureum Gede. Tercatat sedikitnya 12 rumah warga di Desa Pakuwon dan Naringgul tertimbun longsoran lumpur. Sebuah jembatan penyeberangan pun hancur diterjang banjir lumpur dan memutuskan akses dari Desa Cilimus ke Desa Sirnajaya.

Sialnya, di hari pertama letusan Papandayan itu kami gagal mendapat foto bagus lantaran terjebak di Pos Pengamatan Gunung Api Papandayan. Teguran pun melayang dari pejabat kantor. Kami pasrah, tak bisa memberikan alasan kuat.Terlebih lagi keesokan harinya seluruh foto HL halaman depan koran menggambarkan dahsyatnya letusan Gunung Papandayan. Hanya halaman koran kami yang tidak.

Hari kedua di Papandayan kami pun bertekad mengambil foto letusan dari jarak dekat. Di tengah rasa lapar karena puasa dan lupa sahur, kami mendaki Papandayan. Tak peduli orang-orang menjauh, kami malah mendekati kawah. Tanah bergetar. Beralaskan sandal, saya menaiki puncak berburu pemandangan indah letusan Papandayan. Ada rasa waswas di tengah keberanian mengamati semburan kawah Papandayan dari dekat. Namun semua terbayar setelah kami berhasil mengambil beberapa foto dahsyatnya letusan Papandayan dari jarak dekat. Betul-betul luar biasa!

Hanya tiga hari kami berada di Papandayan. Kantor meminta kami kembali dan bertukar tempat dengan tim lainnya. Ah, sungguh menakjubkan bisa melihat letusan gunung api dari dekat, merasakan tanah bergetar, dan menyaksikan debu pekat menyembur ke udara. Sungguh pengalaman luar biasa. Mungkinkan kejadian sama kembali berulang saat ini setelah aktivitas Papandayan meningkat? Tak ada yang bisa menduga. Saya hanya bersiap saja menanti kabar Gunung Papandayan selanjutnya.



This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Papandayan Kini dan 9 Tahun Lalu

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×