Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Piala Eropa dan Sepak Bola Indonesia

Seperti candu, hari-hari ini pengaruh Sepak Bola begitu kuat. Efek adiktifnya membuat jutaan pasang mata di dunia terjaga. Bak terdorong sebuah kekuatan revolusioner, bapak-bapak, pemuda, dan para remaja, mendadak jadi pengikut ajaran ‘footballisme’.

Ya, perhelatan akbar Piala Eropa bulan ini memang membuat pola hidup berubah. Di Kota Bandung, malam-malam menjelang pagi masih tampak ramai. Kafe-kafe menyediakan ruang kumpul bareng. Sejumlah stasiun TV menayangkan ulasan dan prediksi pertandingan.
Bursa taruhan? Jangan ditanya. Di mana-mana, selalu saja ada kelompok orang yang memanfaatkan momentum olah raga sebagai ajang taruhan. Mereka rela merogoh kocek dalam-dalam, demi mempertaruhkan tim jagoannya.

Meski masih bulan Syaban, sepak bola memang membuat hiruk pikuknya sudah seperti Ramadan. Orang-orang melek sampai pagi demi menonton sebuah laga. Sebagian orang bahkan sengaja merevisi siklus tidur agar energinya tak habis saat menonton tayangan sepak bola.

Seorang teman pernah bertanya. Dia mengaku penasaran dengan sepak bola yang seolah mampu ‘menguasai’ dunia. Di matanya, sepak bola adalah olahraga aneh. Ada 22 orang berlari memperebutkan satu bola. Belum lagi tackling keras yang tak jarang membikin tulang patah. Lebih gila lagi penontonnya. Tak kurang dari lima menit, mereka bisa saja bersorak dan menangis.

Belum urusan aksesori yang tak kalah edan. Kepala dicat, badan ditato, atau mengenakan kostum aneh bak seorang makhluk asing dari planet lain. Itulah sepak bola. Sihirnya tak hanya mampu menghipnotis alam pikir manusia. Lebih dari itu, sepak bola bisa menguasai tatanan hidup masyarakat, dari arus bawah hingga kalangan atas, tak terkecuali seorang presiden.

Saya termasuk korban sihir sepak bola itu. Laga-laga favorit Piala Eropa saya lahap meski harus begadang sampai subuh. Sejak gong Piala Eropa dimulai, saya pun jadi pecandu olahraga massal itu. Berbagai prediksi saya cermati sebagai bahan masukan.

Namun, memelototi laga Piala Eropa di layar televisi membuat pikiran saya melayang ke sepak bola tanah air, entah itu IPL atau ISL. Sungguh indah menyaksikan sepak bola Piala Eropa tanpa kekerasan di lapangan. Betapa eloknya melihat sosok wasit yang begitu berwibawa dan dihargai pemain.

Coba tengok laga sepak bola di tanah air. Banyak drama yang terjadi hingga membuat sepak bola seolah sebuah telenovela. Tiba-tiba saja wasit jadi bulan-bulanan pemain. Dia jadi korban kebrutalan pemain. Dicaci maki, didorong-dorong, bahkan dipukuli, terlebih jika sudah menunjuk titik putih.

Parahnya, pemeran utama sepak bola tanah air tak hanya pemain yang berjibaku di lapangan. Penonton pun bukan lagi sekadar figuran. Mereka bisa ada di lapangan dan membuat gaduh. Mewarnai udara di sekitar lapangan dengan asap pekat kembang api. Belum lagi kerusuhan seusai nonton laga.

Kematian tiga suporter seusai laga Persija vs Persib Bandung contohnya. Di lapangan, pemain bisa bersikap dewasa, membangun persaudaraan. Tapi di luar lapangan, penonton mengubah suasana jadi mencekam.

Tapi ya sudahlah. Lupakan persoalan sepak bola tanah air. Saya ingin membiarkan raga ini hanyut, menjadi pecandu sepak bola Piala Eropa. Toh obatnya pun tak sulit. Tak perlu masuk pusat rehabilitasi, cukup melihat tim favorit jagoan saya juara.


This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Piala Eropa dan Sepak Bola Indonesia

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×