Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Menanti Sepak Bola Indonesia Damai

Layaknya negara lain, kompetisi Sepak Bola Indonesia penuh warna. Ada sejumlah laga bertensi tinggi, rawan kerusuhan, dan sarat gengsi. Sebutannya bisa macam-macam. Duel klasik, big match, super big match, bahkan laga panas.

Hari ini pun, atmosfer Jakarta akan makin memanas. Di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Persija Jakarta bakal menjamu Persib Bandung. Tak ada yang menyangkal laga itu sarat dendam dan emosi. Sejak era perserikatan, keduanya kerap bersaing menjadi yang terbaik.

Fanatisme suporter dua tim mewarnai persaingan. Maka tak heran, laga Persib vs Persija selalu menyita perhatian banyak pencinta sepak bola di Tanah Air. Aparat keamanan bahkan harus berjibaku mengerahkan ribuan anggotanya untuk mengamankan laga tersebut.

Parahnya, imbas laga itu membuat kenyamanan warga, entah di mana pun terganggu. Sampai-sampai ada imbauan, jika Persib vs Persija main di Bandung, kendaraan pelat B dilarang melintas. Pun sebaliknya, main di Jakarta, kendaraan pelat D tak boleh berkeliaran di sekitar stadion.

Sepak bola memang kini menjelma bak candu. Efek adiktifnya membuat para pendukung terlena. Ujung-ujungnya bisa macam-macam dan mengarah ke hal negatif. Perseteruan suporter Persib dan Persija, bisa jadi contoh. Fanatisme keduanya kerap berujung bentrok fisik.

Seolah sudah mengakar, budaya bentrok membuat para suporter fanatik merasa besar. Sepak bola pun jadi tak sekadar 11 melawan 11, tapi berkembang menjadi aksi massa. Padahal, sepak bola bukan persoalan hidup dan mati.

Siapa yang rugi? Tentu suporter masing-masing dan pencinta indahnya sepak bola. Demi keamanan, laga Persija vs Persib di SUGBK sore ini, akhirnya digelar tanpa penonton. Polda Metro Jaya tak mengizinkan suporter kedua tim hadir di stadion.

Polisi berkaca pada laga Persib vs Persija di tempat yang sama, Mei 2012 silam. Kericuhan terjadi seusai laga. Suporter Persib meninggal dunia setelah dikeroyok penonton beratribut The Jakmania. Maka, wajar kiranya polisi mengeluarkan kebijakan tersebut.

Tak ada yang bisa mengubah kebijakan. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun terpaksa gigit jari. Niatnya menonton laga klasik sarat gengsi, tak kesampaian. Namun, dia hanya pasrah. Pria yang akrab disapa Jokowi itu memahami pertimbangan polisi.

Maka, keputusan polisi bisa jadi pelajaran bagi pencinta sepak bola di Indonesia. Fanatisme boleh-boleh saja, namun tidak berlebihan. Bentrokan fisik, jangan jadi budaya. Sebab, imbasnya bisa ke mana-mana. Tak hanya pribadi dan tim, tapi komisi hukum tertinggi sepak bola.


This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Menanti Sepak Bola Indonesia Damai

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×