Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Antara Clark Kent, Peter Parker, dan Tintin

Capuccino dingin menemani pertemuan sore itu. Di sebuah kafe Jalan Talagabodas, obrolan santai mengalir deras. Tak bertema, namun penuh makna. Tak terstruktur, tapi sarat arti. Yang dibicarakan pun bukan persoalan berat. Mungkin jauh lebih ringan dari kapas.

Tiga orang di sana membawa cerita berbeda. Tentu saja, sebab kehidupan masing-masing toh berbeda juga. Bisa dibilang, inilah ajang curahan hati yang tak mendalam. Sekadar permukaan, lantaran dikemas dengan kalimat-kalimat konyol. Warna canda lebih kental ketimbang keseriusan.

Semua berawal saat masing-masing bicara pekerjaan. Dengan latar belakang sama, cerita pun jadi kait mengait. Itulah yang namanya pekerjaan sama, nasib berbeda. Sama-sama jadi jurnalis, tapi punya problem berbeda. Meski pengharapan sepertinya tetap sama: penghasilan tinggi.

Tiga tokoh komik lantas jadi bahan intermezo: Superman, Spider-Man, dan Tintin. Kenapa? Sebab tiga pahlawan itu digambarkan sebagai seorang jurnalis. Entah sekadar menyamarkan jatidiri atau nyata, mereka punya pekerjaan mencari berita dan foto menarik untuk dimuat di media masing-masing.

Maka, persamuhan pun seolah mengerucut, membahas satu per satu karakter masing-masing tokoh komik. Yang jadi pembicaraan pertama adalah Superman. Sosok superhero yang lahir di Planet Krypton dengan nama Kal-El. Ayahnya, Jor-El, meluncurkan Ka-El ke Bumi melalui roket, sebelum Planet Krypton hancur.

Di bumi, Kal-El kecil diadopsi pasangan Kent, Jonathan Kent dan Martha Kent. Namanya berganti jadi Clark Kent. Sepanjang hidupnya, Clark Kent menyembunyikan jatidiri. Dia hidup sebagai manusia biasa berwatak halus yang bekerja menjadi reporter di The Daily Planet.

Sore beranjak. Langit mulai gelap. Kafe pun kian ramai. Topik mengenai Clark Kent dan Superman sementara ditutup. Yang jadi penggantinya Spider-Man, si manusia laba-laba, pahlawan super dari Marvel Comics. Nama asli Spider-Man adalah Peter Parker. Dia tinggal bersama paman dan bibinya di apartemen Queens, Manhattan.

Tak perlu bercerita soal bagaimana Peter tiba-tiba menjelma menjadi sosok superhero. Toh, semua juga sudah mafhum. Yang jelas, Peter bekerja sampingan sebagai fotografer lepas di Daily Bugle. Dia memotret aksinya secara otomatis saat menjadi Spider-Man. Hasil fotonya kemudian dia serahkan ke redaksi Daily Bugle. Dari sana, Peter mendapat penghasilan.

Membahas dua sosok saja, tenggorokan sudah mulai terasa kering. Maka, mata melirik menu yang terus menggoda sedari tadi. Capuccino kembali jadi teman malam itu. Kali ini tanpa es di dalamnya. Asap rokok membalut ruangan, menyebar ke mana-mana. Satu tokoh lagi masih akan dibahas. Tintin, sang pemuda berjambul.

Tintin adalah tokoh rekaan karya komikus asal Belgia, Herge. Berbeda dengan Superman dan Spider-Man, Tintin bukan superhero yang punya kekuatan. Dia hanya seorang wartawan muda berjambul, yang kerap terjebak dalam petualangan memicu adrenalin. Dalam komiknya, Tintin digambarkan selalu sukses memecahkan misteri di banyak negara.

Meski bukan superhero, nyali dan keberanian Tintin tak diragukan. Dia bisa mengendarai tank, menaiki sepeda motor, hingga menerbangkan pesawat. Belum lagi menjinakkan beruang merah, mengunggangi kuda Arab, berenang, yoga, dan olahraga keras lainnya. Pokoknya, Herge betul-betul menggambarkan Tintin sebagai sosok serbabisa dan nyaris sempurna, menembus batas ruang dan waktu.

Tiga tokoh komik tuntas dibahas. Tiga orang di kafe sementara terdiam, sedikit menghela napas, atau sekadar menikmati minuman hangat plus rokok. Superman, Spider-Man, dan Tintin, tentu sekadar pembahasan mengawang-awang. Ya, namanya juga tokoh komik, tak perlu juga repot-repot memikirkan keberadaan mereka sebagai seorang jurnalis.

Namun akhirnya, semua bersepakat tentang label jurnalis yang melekat di ketiganya. Dua tokoh, sepertinya tak mewakili pekerjaan jurnalis: Clark Kent dan Tintin. Dalam setiap episodenya, Kent tak pernah terlihat sedang meliput sebuah peristiwa, atau mengetik naskah untuk diterbitkan besok. Dia tampak asyik dengan penyamarannya plus asmara satu kantor.

Begitu pun Tintin. Berteman Snowy anjingnya, sosok Tintin hanya digambarkan sebagai pria pemberani yang pintar memecahkan misteri dan kerap keliling dunia. Soal kapan dia punya waktu menulis berita, tak terceritakan. Bahkan media mana yang mempekerjakannya pun, tak jelas. Bisa dibilang, Tintin sosok wartawan tanpa surat kabar.

Yang lebih kentara sebenarnya Peter Park. Sebagai seorang fotografer lepas, dia terlihat kerap wira-wiri ke kantor redaksi Daily Bugle, menyerahkan hasil foto dan menerima honor. Meski tentu saja, semua foto yang dihasilkan hanya terkait dengan aksi Spider-Man. Toh, profil dia sebagai superhero yang berprofesi sebagai fotografer, masih tergambarkan lewat aksi-aksinya menghasilkan karya.

Intermezo soal komik tuntas sudah. Tapi tubuh tak mau beranjak. Tetap terduduk, meski gelas tak terisi. Yang muncul hanya kata-kata mengalir tak keruan, diselingi tawa lepas. Malam itu, malam minggu. Tiga orang di sebuah kafe, kembali menatap masa depan masing-masing. Masih sebagai jurnalis, belum terpikirkan banting setir.


This post first appeared on Kabar Matahari, please read the originial post: here

Share the post

Antara Clark Kent, Peter Parker, dan Tintin

×

Subscribe to Kabar Matahari

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×