Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kisah Eks-Tapol 1965 Bambang Ruswanto Tikno Hadi Mantan Pengurus Pemuda Rakyat Propinsi Jawa Timur dan Pendiri PGRI Non-Vaksentral Banyuwangi




Roudhoh Chanel Memori Kelam Bambang Ruswanto Tikno Hadi Tapol 196

Dari Banyuwangi Hingga Surabaya, Kantongi Memori Kelam ‘65 –  Perspektif.Com

Tidak mudah bagi seorang Bambang Ruswanto Tikno Hadi untuk hidup pasca-65. Hanya menjadi seorang guru di Sekolah Rakyat, lantas Ruswanto harus kejar-kejaran dengan militer dari Banyuwangi hingga Surabaya karena berafiliasi dengan Pemuda Rakyat, organisasi di bawah Partai Komunis Indonesia. Berpindah-pindah tempat hingga akhirnya ia menyerah ketika diciduk oleh Korem 084 di Surabaya, Ruswanto menjalani masa-masa 12 tahun penyiksaan dan ketidakadilan yang dilimpahkan kepadanya. Ia masih menyimpan memori dan kenyataan pahit bagaimana sejarah membohongi mereka yang hidup di masa kini, tentang perlawanan rakyat daerahnya di Dusun Cemethuk. Bagaimana sejarah, dengan entengnya diputarbalikkan. 

Kisah Eks Tapol Dibui 12 Tahun di Penjara Kalisosok – tempo.co

Laki-laki kelahiran Banyuwangi, 15 Desember 1940 itu awalnya menjadi guru pegawai negeri di Sekolah Rakyat Perkebunan Kalirejo, Glenmore. Selain sebagai guru, dia aktif di Pemuda Rakyat hingga akhirnya dia diangkat menjadi pengurus kabupaten. Bambang mengaku tertarik bergabung dengan organisasi pemuda yang berafiliasi dengan PKI ini, karena program-program yang memihak orang kecil. “Saya ikut aktif memperjuangkan hak tanah untuk petani,” katanya kepada Tempo pertengahan September lalu.

Setelah menjadi pengurus Pemuda Rakyat, Bambang Ruswanto ikut mendirikan Persatuan Guru RI Non-Vaksentral. Saat itu PGRI terbagi dalam dua kepengurusan, yakni PGRI Cabang Banyuwangi dan PGRI Cabang Raung yang meliputi beberapa kecamatan di wilayah selatan.

Di awal 1964, Bambang menjadi satu-satunya wakil dari Banyuwangi yang masuk dalam kepengurusan Pemuda Rakyat tingkat provinsi. 

****

Oleh karena itulah untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan Land reform di Banyuwangi, selain adanya kemacetan berbagai sebab sebagaimana dijelaskan di muka, maka terjadi aksi-aksi sepihak lanjutan. Aksi bukan hanya dilakukan oleh BTI namun berbagai unsur PKI yang ada di dalamnya. Semula hanya aksi-aksi yang bertujuan menekan panitia dan boikot tanah berkembang di lapangan ketika terjadi penyelewengan, pengalihan tanah, dan perlawanan dari pemilik. Terjadilah apa yang saat itu di Banyuwangi disebut dengan “royokan tanah” (saling memperebutkan tanah) yang disertai perusakan rumah dll.13 Kedua belah pihak saling mempertahankan posisinya.

Tidak keseluruhan unsur PKI setuju dengan tindakan tersebut, mencerminkan bahwa ia dilakukan secara spontan tanpa komando terpusat, namun sangat ditentukan oleh situasi lapangan.14 Misalnya aksi sepihak yang terjadi di Glenmore terhadap sekitar 4 hektar tanah guntai berupa
kebun kelapa yang dimiliki oleh orang yang tinggal di Jakarta dan kebun tersebut diserahkan pengelolaannya kepada salah seorang kepala sekolah SD, sehingga menyulitkan eksekusi redistribusi. Para pelaku aksi “merontoki” buah kelapa yang masih di atas pohon. Unsur anggota PKI lainnya, semisal Pemuda Rakyat15, setidak-tidaknya yang disuarakan oleh wakil ketuanya,
tidak membenarkan aksi tersebut.16

Catatan kaki 16 – Penjelasan dari Bambang Ruswanto, Ketua II Pemuda Rakyat Banyuwangi (1963) dan Anggota Dewan Harian Pemuda Rakyat Jawa Timur (1964-1965). Bahkan ia menolak ketika diminta untuk meneken persetujuan aksi sepihak, saat di mana secara nasional justru tekanan
aksi yang lebih progresif dipidatokan sendiri oleh Aidit. Wawancara Bambang Ruswanto,
Genteng, 5 Oktober 2016

disalin dari Kekerasan Kemanusiaan dan Perampasan Tanah Pasca- 1965 di Banyuwangi, Jawa Timur – Ahmad Nashih Luthfi (Journal Archipel)

Denger-denger Mas Dliyak lagi sibuk bikin film untuk tugas akhir, itu filmnya tentang apa ya mas?

Iya nih, bikin dokumenter dikerjakan kolektif bareng dua teman lain, dengan Fauzi Rahmadani dan Agus Fadiyani. Bercerita tentang dua orang yang jadi subjek utama film. Subjek pertama Slamet AR atau biasa kami panggil Bung Slamet, beliau sedang berjuang mendirikan sanggar yang diberi nama Angklung Soren dan sanggar ini dia dedikasikan untuk melestarikan tari dan lagu asli Banyuwangi. Subjek yang kedua Bambang Ruswanto yang pernah menjadi tahanan politik selama 12 tahun tanpa kejelasan apa kesalahannya, Juga cerita tentang kehidupan sekarang beliau yang melayani umat dengan mengabdi menjadi pendeta di salah satu gereja di Genteng Banyuwangi.

Apa yang ingin mas sampaikan dalam film itu?

Keinginan aku ya bagaimana cerita tentang perjuangan seorang seniman yang tulus seperti Bung Slamet dan bagaimana Mbah Rus yang terus bersemangat menjalani aktivitasnya dalam beribadah dan melayani umat itu dapat tersampaikan kepada masyarakat yang lebih luas. Sesederhana itu sebenarnya.

disalin dari Menceritakan Penyintas 65 Melalui Film Dokumenter (ideas.id)


Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966


Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)



Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)



This post first appeared on Lentera Di Atas Bukit, please read the originial post: here

Share the post

Kisah Eks-Tapol 1965 Bambang Ruswanto Tikno Hadi Mantan Pengurus Pemuda Rakyat Propinsi Jawa Timur dan Pendiri PGRI Non-Vaksentral Banyuwangi

×

Subscribe to Lentera Di Atas Bukit

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×