Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

40 Tahun Restoran Koperasi Indonesia – Didirikan oleh 4 Orang Eksil ’65 (A. Umar Said, Budiman Sudharsono, Sobron Aidit, JJ Kusni) dan 4 Mitra Orang Perancis


sumber foto cover Jurrnaltoddoppuli (foto diambil pada Desember 2006.




Indonesia in Paris 40 tahun Restoran Indonesia di Paris

*dahulu diisolasi Dari pengunjung orang Indonesia, diinteli (diintimidasi) kini dipujikan sebagai duta kuliner dan budaya Indonesia

Restoran koperasi INDONESIA di Paris umur 25 tahun ! – Umar Said [2007]

Restoran koperasi INDONESIA di Paris akan merayakan ulang tahunnya yang ke-25, yang kali ini akan diperingati secara agak lain dari pada biasanya, yaitu dengan mengadakan peringatan selama tiga malam berturut-turut, dari tanggal 23 sampai 25 November 2007.

Selama peringatan yang tiga malam itu akan diundang para tokoh berbagai kalangan dan organisasi di Perancis serta para sahabat, baik Indonesia maupun yang lain, yang dalam masa-masa yang lalu sudah memberi sumbangan dengan macam-macam bentuk dan cara, sehingga restoran koperasi ini bisa terus berjalan dengan baik sampai sekarang.

Restoran INDONESIA adalah usaha kolektif yang dilahirkan oleh SCOP Fraternité (“Persaudaraan”), yang dalam tahun 1982 telah didirikan oleh 4 orang Perancis dan 4 orang Indonesia ( A. Umar Said, Budiman Sudharsono, Sobron Aidit, dan JJ Kusni) yang waktu itu datang bermukim di Perancis sebagai orang-orang yang mendapat asil politik karena akibat peristiwa 65 di Indonesia.

Di antara ciri-ciri yang menonjol dari restoran INDONESIA ini adalah bahwa ia didirikan dalam bentuk SCOP , singkatan dari “Société Coopérative Ouvrière de Production” (perusahaan koperasi pekerja untuk produksi). SCOP adalahsuatu badan hukum yang di Perancis dikenal sebagai usaha di bidang koperasi yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, dan mementingkan segi persaudaraan, mengedepankan kesetiakawanan dan mentrapkan prinsip-prinsip kolektif dalam pengelolaan perusahaan. Pada garis besarnya, dan secara umum, restoran koperasi INDONESIA dijalankan dengan tujuan-tujuan yang disebut dalam bahasa Perancisnya“l’économie sociale” atau “l’économie solidaire”, atau juga istilah lainnya“l’économie alternative”.

Indonesian restaurants in Paris by political refugees – paristribune

Two Indonesian restaurants in Paris were founded by Indonesian political refugees.

INDONESIA DI KOPERASI RESTORAN INDONESIA PARIS – JJ. Kusni

LUAR BIASA ! Medali Kota Paris untuk Umar Said – indonesiamedia

CERITA SEKITAR RESTO – Sobron Aidit

Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4, Bab 5, Bab 6, Bab 7,

Bab 8, Bab 9, Bab 10, Bab 11, Bab 12, Bab 13, Bab 14,

Bab 15, Bab 16, Bab 17, Bab 18, Bab 19, Bab 20, Bab 21.

berikut petikan bab 18 dalam Cerita Sekitar Resto

Ada juga pelanggan dari Indonesia yang “menjadi kenangan yang tak begitu sedap”, tetapi kukira hanya sekedar luapan keadaan saja, ketika rezim Orba-Suharto-Abri masih jaya-jayanya ketika itu, di mana kami sedang terpuruk-puruknya. Begitu sampai dan baru saja duduk sudah “menyerang dancukup agresif” dengan banyak mengumbar kata-kata yang cukup menyakitku, menyakitkan kami.

“Sudah lama, Pak, buka resto ini”?
“Ya, baru sekitar lima tahunan”.
“Pernah pulang nggak”?
“Belum, habis belum cukup uang buat beli tiket pesawatnya”.
“Resto begini laku, pelanggannya penuh, kok bilang belum cukup uang buat beli tiket. Belum cukup uang atau memang belum berani pulang?!”. Agak keras ucapan itu dikeluarkan. Dan aku terhenyak sebentar, berusaha keras untuk menguasai diri. Berani-beraninya berkata demikian, dan tidak sopan berkatabegitu, baru saja duduk meletakkan pantat di kursi, belum kenal. Pelanggan itu empat orang, semuanya belum pernah kami kenal rupa dan wajahnya. Yang menanyakan secara demikian ada dua orang. Rambutnya cepak, agak pendek, perawakannya tegap dan bermuka agak bersegi, tampaknya keras dansiapa tahu juga buas!

“Dari mana semua bumbu dan rempah-rempahnya dibeli, Pak”?
“Sebagian dari sini juga, di Paris. Tetapi ada juga kami harus belanja ke
Holland, karena hanya ada di Holland. Misalnya kecap-manis, kemiri, daun-salam, kencur, tempe”.
“Nah, itu, kalau ke lain negeri tentu lebih mahal, sebab sudah melalui tangan kedua, ketiga dan seterusnya. Tapi kalau di tanahair sendiri, tentu akan lebih murah. Soalnya berani apa nggak buat pulang. Itu soalnya!”
Aku sudah sangat sulit menahan diri. Tadi sudah kukabarkan kepada teman-teman dapur, ada orang yang tampaknya mau provokasi. Kulirik ke arah dapur, beberapa teman mengawasi pelanggan itu dengan mata yang hanya aku lebih mengenal teman-temanku. Sekarang tugasku ada dua!
Menentramkan kemarahan teman-teman itu, dan menentramkan diriku sendiri agar jangan sampai terprovokasi!

“Nah, bagaimana, Pak? Benar nggak kata saya itu. Sekarang ini di Indonesia aman-aman saja, barang murah, harga stabil, kemakmuran meningkat dengan nyata, tidak seperti zaman Sukarno yang mau komunis itu. Cobalah sekali-sekali pulang, lihat sendiri dengan matakepala sendiri! Jangan
berprasangka dari jauh saja dong!”
Dan aku merasa memang harus dijawab, tapi benar-benar harus berkepala dingin. Ucapkankah dengan tenang, masukakal dan beralasan, jawablah dengan baik, tidak dengan marah-marah, kataku kepada diri sendiri.

“Pak, ada keberatan saya dengan ucapan Bapak tadi. Bapak mempersoalkan saya atau mungkin kami, tentang soal berani atau tidak pulang ke Indonesia sekarang ini. Dan saya sebenarnya sangat ingin berkata banyak soal ini. Tetapi karena tempat ini sebuah resto, dan tugas kami di sini melayani
orang-orang datang makan, seperti Bapak dengan teman-teman Bapak ini, maka sebaiknya kami tidak melayani sebuah diskusi politik apapun. Tugas kami melayani dengan sebaik-baiknya sebagaimana layaknya sebuah restaurant. Jadi maaf saja kalau saya tidak menjawab apa kemauan Bapak dengan pertanyaan dankata-kata itu tadi”, kataku dengan usaha keras agar diucapkan dengan tenang.

Orang itu tampaknya tidak begitu puas dan terdiam agak lama. Teman-teman dapur sudah pada gelisah, mau keluar mau melihat “tampang” orang itu. Aku berusaha menentramkannya yang padahal aku sendiri juga mungkin sebenarnya jauh lebih bergelora dari mereka.

Sukurlah hari itu tidak tejadi apa-apa. Maksudku, kami tetap seperti biasa, dan samasekali tidak terprovokasi. Kejadian ini sudah lama sekali, tetapi ada lagi kejadian seakan-akan sebuah interupsi. Ketika aku sedang bertugas di bar, datang seorang muda tegap-gagah, berambut cepak
west-point. Dia datang mendekati diriku.


“Apa kabar Pak, baik?”, katanya seakan ramah. “Baik Pak, Bapak apa kabar? Dari mana saja ini?”, kataku membuka percakapan. “Ya, kalau saya, datang ke mana saja selalu ada tugas, mengemban tugas. Seorang seperti saya, selalu saja ada tugas, dan tugas itu dari negara. Saya dari kopassus, tahu kopassus?!”. Kontan kujawab. “Tahu benar, Pak. Saya kira tak ada orang Indonesia yang tak tahu itu
kopassus”, kataku kontan. Kelihatannya orang itu entah senang entah tersindir, tak tahulah aku! Tapi nama kopassus kok berani-beraninya dia bawa sampai ke Eropa ini. Padahal
nama itu sudah begitu busuk dan jahatnya!

Tulisan JJ KUSNI tentang restoran INDONESIA

(dalam 17 bagian)




Short Film: Klayaban Sutradara Farishad Latjuba

Synopsis: A restaurant owner have just hired a new guy to work in his restaurant. One night in one unexpected evening, two unexpected guests visit the restaurant to unravel the past of the owner as well as the new guy.

film ini diangkat dari cerpen Sobron Aidit

simak pula

Restoran Djakarta Bali

Jejak Kelam Soeharto di Resto Djakarta Bali – jayakartanews

Inilah restoran yang didirikan oleh mantan Duta Besar Indonesia di Kuba, A.M Hanafi. Tempat eksotik ini, kini dikelola oleh putri bungsunya, Nina Hanafi. Bagaimana wajah ambasador Hanafi, bisa dilihat di sebuah foto saat beliau berpotret dengan Sang Putra Fajar, Ir. Soekarno.

Kalau dirunut sejarahnya, dua huruf “A”  dan “M”yang ada di depan nama Hanafi, rupanya merupakan hasil “persekongkolan” antara Hanafi dan Bung Karno. A.M rupanya merupakan kependekan dari “Anak Marhaen”. Untuk diketahui, Hanafi sebelumnya adalah  anggota kelompok inisiator republik, Menteng 31. Marhaen sendiri adalah nama seorang petani yang mengilhami Bung Karno untuk menggembangkan dan menghidupkan  ideologi Marhaenisme. Sebuah ideologi yang dipandang proklamator Indonesia tersebut yang dapat memperbaiki kehidupan rakyat kecil atau kaum proletar.

Djakarta Bali: A love story once unrequited – ASMARA WREKSONO

 Kompilasi Kisah-kisah Para Eksil 1965

 Kompilasi Kisah-kisah Para Eksil 1965



Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966


Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)



Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)




This post first appeared on Lentera Di Atas Bukit, please read the originial post: here

Share the post

40 Tahun Restoran Koperasi Indonesia – Didirikan oleh 4 Orang Eksil ’65 (A. Umar Said, Budiman Sudharsono, Sobron Aidit, JJ Kusni) dan 4 Mitra Orang Perancis

×

Subscribe to Lentera Di Atas Bukit

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×