Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Melawan Impunitas dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat / Pelanggaran Serius HAM *Mensikapi Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM








PELUNCURAN PROGRAM PELAKSANAAN REKOMENDASI PENYELESAIAN NON YUDISIAL Pelanggaran Ham DI INDONESIA

*****

Selasa (27 Juni 2023), Presiden RI Joko Widodo berkunjung ke Aceh dalam rangka Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang diisi dengan rangkaian agenda berupa seremonial penyerahan simbolik pemulihan, penandatanganan prasasti, peletakan batu pertama living park dan masjid di Rumoh Geudong Aceh. Rumoh Geudong yang dipilih oleh Presiden dan Tim Pelaksana PPHAM sebagai target Kick Off pelaksanaan rekomendasi PPHAM, adalah lokasi yang memiliki memori buruk dan menyisakan luka kelam bagi warga Indonesia khususnya masyarakat di Aceh. Lokasi ini berjarak 125 kilometer dari Banda Aceh dan menjadi salah satu situs pelanggaran HAM berat – dikenal dengan situs penyiksaan yang dulunya merupakan salah satu Pos Satuan Taktis dan Strategis (Sattis) di Gampong Billie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie; yang pada masa operasi militer di Aceh (1989-1998) difungsikan oleh aparat Kopassus sebagai tempat menyekap orang-orang untuk diperiksa, tempat interogasi, penyiksaan dan eksekusi termasuk bentuk-bentuk kekerasan seksual, penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan, pembunuhan hingga penghilangan secara paksa. 

Sejak awal pembentukan Tim PPHAM, dengan jangka waktu kerja Tim PPHAM yang terbilang singkat hingga akhir 2022, KontraS bersama dengan jaringan korban, keluarga korban/penyintas memiliki sejumlah catatan dan kritik termasuk pasca dikeluarkannya Keppres Nomor 4 tahun 2023 dan Inpres Nomor 2 tahun 2023. Mulai dari dasar hukum, tupoksi, komposisi tim yang berisi setidaknya dua sosok bermasalah, tidak munculnya kewajiban menuntut pertanggungjawaban para pelaku, hingga pertanyaan seputar efektivitas dan mekanisme kerja yang patut dipertanyakan sebab berlangsung hanya dalam hitungan bulan (begitupun dengan masa kerja Tim Pemantau PPHAM yang diatur hanya berlangsung sampai 31 Desember 2023 oleh Keppres 4/2023). Bahkan sampai hari ini, belum ada kanal ataupun mekanisme resmi dari Pemerintah yang mempublikasikan akses terhadap Laporan Tim PPHAM secara utuh.

Dalam waktu yang sangat terbatas oleh Keppres, upaya untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam rentang waktu setidaknya 40 tahun di Indonesia terasa semakin dangkal. Semenjak PPHAM mengeluarkan rekomendasinya dan pidato pengakuan Presiden, Komnas HAM-Kejaksaan Agung masih tidak juga meningkatkan koordinasi untuk memastikan dimulainya penyidikan kasus HAM berat, seolah kedua lembaga tersebut larut dalam euforia PPHAM dan pidato Presiden sebagaimana terjadi pada beberapa lembaga Negara lain tanpa menyadari bahwa sesungguhnya setengah tahun telah berlalu tanpa satupun hak korban telah dipenuhi oleh rekomendasi PPHAM, baik hak atas penuntutan, pengungkapan kebenaran, reformasi institusi tangan kanan penguasa otoriter Soeharto, juga pemulihan yang selama ini menjadi promosi besar-besaran Tim PPHAM. Bentuk pemulihan tentu harus dilakukan bersama pengungkapan kebenaran; karena pemulihan yang dijalankan sendiri dapat kehilangan prinsip dasarnya, yaitu pengakuan terhadap adanya pelanggaran berat HAM yang sebelumnya tidak diakui dan pengakuan terhadap harkat korban dan keluarganya, serta berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat. Terlebih, pemberian pemulihan yang tidak menyeluruh seperti ini akan menjadi bahaya laten terhadap berbagai penuntasan kasus apapun di masa depan tanpa dibarengi pengungkapan kebenaran. 

dipetik dari [Siaran Pers Kontras] Peluit Panjang untuk Menghentikan Buruknya Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM dan Praktik Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Secara Non Yudisial di Indonesia



President Joko Widodo has launched a settlement programme for victims of some past human rights abuses, including violence by security personnel, crackdowns against student demonstrators in the ’90s, and the years of civil conflict in the province of Aceh.

But survivors and relatives of victims say the new scheme does not bring them any closer to justice, arguing the programme does not hold perpetrators accountable and does not help people find out what happened to loved ones. The government says that the programme does not interfere with legal avenues for justice.

Indonesian rights abuse compensation plan fans fears of impunity – aljazeera.com

Concerns programme to provide victims of abuses from 1965 mass killings to Aceh conflict with compensation will hinder justice.




[Konferensi Pers YLBHI dan Koalisi Masyarakat Sipil] Melawan Impunitas dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat

Presiden Joko Widodo dijadwalkan ke Aceh dalam rangka Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) masa lalu pada Selasa, 27 Juni 2023. Acara ini akan berlangsung di Rumoh Geudong, salah satu situs pelanggaran HAM berat – dan dikenal dengan situs penyiksaan – yang terletak di Gampong Bilie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie. Mekanisme non-yudisial berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat. Korban merasa tidak menerima keadilan ketika mekanisme ini ditempuh tanpa melalui proses ‘pengungkapan kebenaran’ lebih dulu.

Pemusnahan Fisik Rumoh Geudong: Cara Presiden Jokowi Melanjutkan Impunitas Pelaku Pelanggaran HAM Berat di Aceh – YLBHI – LBH Banda Aceh

Penghancuran ‘Rumoh Geudong’ vis a vis Memorialisasi Kejahatan Terhadap  Kemanusiaan Dalam Peristiwa Rumah Geudong dan Pos-pos Sattis Lainnya di Aceh

Petisi Menolak Keterangan Pers Menkopolhukam tentang Eksil Indonesia 1965/66 *Petisi ini telah diserahkan kepada Pemerintah Indonesia melalui Duta Besar RI untuk Belanda Mayerfas

Daftar 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat versi Pemerintah Jokowi dan Ringkasan Eksekutif Hasil Penyelidikan Komnas HAM Terkait.

simak pula

Keppres Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Jokowi Kukuhkan Impunitas dan Putihkan Pelaku Pelanggaran HAM

Pernyataan Bersama tentang Keppres No.17/2022 – Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu – Perhimpunan IPT65, Watch65 Association, YPKP 1965



Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966


Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)







Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)



This post first appeared on Lentera Di Atas Bukit, please read the originial post: here

Share the post

Melawan Impunitas dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat / Pelanggaran Serius HAM *Mensikapi Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM

×

Subscribe to Lentera Di Atas Bukit

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×