Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Berziarah di Tanah Merah (Ziarah Situs Genosida di Boyolali, Sukoharjo, Pati, Surabaya, Blitar) – Agan Harahap [Genosida 65, Pembantaian Massal 65, Tragedi 65, Peristiwa 65]

Publikasi ini memuat catatan kritis (‘subversif’) Agan Harahap dari Lubang Buaya serta catatan ziarahnya ke situs genosida di Boyolali, Sukoharjo, Pati, Surabaya, Blitar. Terima kasih bung Agan Harahap untuk ijin pemuatannya.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah adalah berasal dari pihak pemenang. Dan bila kita menilik dari bentuk-bentuk provokasi di film, di museum Lubang Buaya serta pada pelajaran-pelajaran yang kita serap selama ini, nyatalah sudah bahwa kesemuanya itu hanyalah sebuah sinetron fiksi dari episode panjang yang disusun dengan begitu rapi dan cermat sehingga kita otomatis berpikir bahwa sang pemenang telah berhasil membela kebenaran dan (kesaktian?) pancasila, serta menumpas golongan antagonis. Dan museum yang saya kunjung beberapa hari kemarin, tak lebih hanya sebagai salah satu ‘pelengkap penderita’ atau ‘unsur pendukung’ dari sinetron fiksi ‘kejar tayang’ selama ini.

Bicara tentang sistem pendidikan (doktrinisasi usia dini), beberapa waktu belakangan ini tersiar kabar bahwa di beberapa daerah telah terjadi pembakaran buku-buku pelajaran sejarah yang tidak mencantumkan PKI di peristiwa G30S. Ini sebagai bukti bahwa dogma atau doktrin palsu yang ditanamkan oleh orde baru benar-benar luar biasa menancap, bertumbuh dan berakar sampai saat ini.

Entah karena doktrin yang begitu mengakar atau karena ada motif lain yang sengaja membiarkan sejarah palsu itu tetap berlangsung hanya demi menutupi dosa-dosa masalalu yang telah mereka perbuat (pelanggaran HAM berat)? Entahlah..

Saya rasa, sudah menjadi kewajiban bagi saya dan kita sekalian untuk mengkaji ulang dan meluruskan sejarah kelam yang pernah terjadi di bumi Indonesia ini.

Sumur dengan darah buatan dan nama museum yang sungguh provokatif




Diorama-diorama provokatif yang tak henti-hentinya mempertontonkan terror sebagai sejarah

Foto-foto jenazah yang rusak beserta visum dokter


Biarkanlah monumen itu tetap berdiri, sebagai pengingat bahwa terhitung dari 30 September 1965, pernah terjadi suatu ‘pemutar balikkan fakta’ yang telah mengakibatkan hilangnya ratusan ribu bahkan jutaan nyawa rakyat patrotik bangsa Indonesia karena sebuah kemunafikkan dan keserakahan rezim yang telah membuat bangsa kita terpuruk dalam kebutaan sejarah dan terbuai dengan ‘euforia entah’ sampai hari ini.
Biarkanlah telunjuk Jend Achmad Yani di monumen itu tetap mengarah ke dalam lubang itu, sehinga dapat kita artikan secara berbeda. Bahwa: “Disanalah tempat kami meregang nyawa atas tindakan ‘artifisial/manipulatif’ yang membuat bangsa kita salah kaprah dalam memandang sejarah seperti sekarang..”

simak selengkapnya artikel Agan Harahap
Pendapat Saya Tentang Sejarah 65

Ziarah Boyolali, Sukoharjo, Pati, Surabaya, Blitar : Berziarah di Tanah Merah



Jembatan Bacem Sukoarjo

Kuburan Massal Gunung Butak

Makam-makam Tionghoa yang berdampingan dengan makam korban 65

 
Pak Jasri, Pak Tarub, Pak Bambang, Pak Pardi dan Pak Rasno [Eks Tapol Buru]


Di dalam rumah pak Pardi terdapat seperangkat alat tetabuhan khas Jawa. Di rumah itu, saya juga berkenalan dengan pak Tarub. Rekan-rekan sesama ex tapol. Kecuali pak Tarub, Semua bapak-bapak tadi adalah ‘lulusan’ Pulau Buru. Tidak lama beristirahat, kami semua beranjak untuk langsung menuju lokasi. Lokasi yang kami tuju jaraknya sangat jauh. Pak Bambang dengan tenang mengemudikan kendaraan dan sebagai tamu, saya disuguhi berbagai cerita sejarah yang tidak tertulis yang dialami oleh bapak-bapak itu.Akhirnya kami pun sampai disebuah rumah di pinggir hutan jati. Konon pada era 65, hutan itu dikenal dengan sebutan ‘hutan PKI’ karena begitu banyaknya korban yang dibunuh di daerah itu.

Selengkapnya Berziarah di Tanah Merah (bagian 1)

Salah satu koleksi pak Hwie ( naskah asli Pramoedya Ananta Toer yang dibuat ketika di Pulau Buru)



Penjara Kali Sosok

Sekembalinya dari Buru, pak Hwie bekerja menjadi tangan kanan Haji Masagung. Pak Hwie diberi kepercayaan untuk mengelola sebuah perpustakaan yang cukup istimewa karena diperpustakaan itu, kita dapat mencari segala buku yang dilarang beredar oleh rezim Soeharto. Tidak hanya buku, diperpustakaan itu (bisa juga dikatakan museum mini), kita pun dapat menyaksikan berbagai memorabilia peninggalan bung Karno seperti foto-foto, catatan pidato sampai poster dan ballpoint. Saya pun semacam mendapat pelajaran sejarah baru yang tidak pernah saya dapatkan di sekolah. Mulai dari 65, Supersemar, bahkan sampai pemberontakan Poh An Tui di Semarang dan etnisitas Wali Songo. Sebagai wartawan, beliau juga pernah berkesempatan untuk mengunjungi Peking ( Beijing) dan berfoto bersama ketua Mao Ze Dong.

Selengkapnya Berziarah di Tanah Merah (bagian 2)

Rumah pak Yatman yang menjadi ‘base camp’ saya selama di Blitar Selatan

Sebuah makam yang berisi 10-15 jenazah tersembunyi di tengah-tengah ladang tebu
Gua Tikus

Pada masa itu penduduk Blitar Selatan berkurang drastis. Dan yang lebih menyedihkan, bahwa sebagian yang ditangkap dan dibunuh adalah para guru ( terkait dengan PGRI Kongres dan PGRI Non Vaksentral). Sehingga banyak siswa yang terlantar karena tidak adanya tenaga guru pengajar. Tidak hanya guru, namun para pejabat aparatur desa pun mengalami nasib yang sama. Ditangkap, ditahan dan hilang begitu saja.
Sebagai tindak lanjutan dalam rangka re-stabilisasi, TNI pun menunjuk seseorang yang dinamakan ‘caretaker’, untuk menjaga ketertiban di daerah itu. Pada prakteknya, caretaker, yang notabene adalah seorang perwira TNI, dapat bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk. Bibi dari mantan pacar pak Yatman pada waktu itu, terpaksa harus rela menikah dengan caretaker setelah suaminya dibunuh. Namun cerita belum selesai sampai disitu. Rupanya sang caretaker itupun menikahi keponakan istrinya yang notabene adalah kekasih pak Yatman pada masa itu. Singkat cerita Pak Yatman yang mengaku hanya sebagai simpatisan pada masa itu ikut di tangkap dan dipenjarakan di penjara Kali Sosok, Surabaya. 
  
Selengkapnya Berziarah di Tanah Merah (bagian 3)


Simak 120 ‘entry’ tematik lainnya pada link berikut

Prakata dan Daftar Isi Genosida 1965-1966




Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)






This post first appeared on Lentera Di Atas Bukit, please read the originial post: here

Share the post

Berziarah di Tanah Merah (Ziarah Situs Genosida di Boyolali, Sukoharjo, Pati, Surabaya, Blitar) – Agan Harahap [Genosida 65, Pembantaian Massal 65, Tragedi 65, Peristiwa 65]

×

Subscribe to Lentera Di Atas Bukit

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×