Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

What Now for Tech Startups?

undercover.co.id – What Now for Tech Startups? Saat ini merupakan saat yang tepat bagi ekosistem Startup di Indonesia memasuki fase pendewasaan. Para pendiri perusahaan rintisan ini sudah saatnya memikirkan sustainability bisnisnya di masa depan dan tak lagi terjebak pada mantra growth at all cost. Setidaknya mereka sudah memiliki path of profitability sedini mungkin dan tak sekadar bakar duit.


Dunia startup di indonesia belakangan sedang mendapat sorotan Pasalnya, beberapa startup melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sebagian karyawanny


Banyak pihak menilai secara beragam fenomena PHK tersebut. Sebagian menilai kasus PHK tersebut sebagai Indikasi terjadinya bubble burst dan sebagian lagi manila PHK tersebut sebagai bagian bisa dari proses bisnis.


Lepas dari pecahnya gelembung atau bubble burst tersebut atau tidak, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi startup di indonesia untuk mawas diri di saat pandemi sudah mula mereda dan indikator pertumbuhan ekonomi mulai berkedip kembali Tak perlu disangkal PHK menjadi indikael adanya persoalan yang dihadapi oleh startup mengingat hal tersebut terjadi tak hanya pada satu atau dua startup saja. Namun, apakah PHK dalam konteks ini merupakan sesuatu yang buruk?


“Saya melihat situasi ini lebih tepat sebagai koreksi Bubble burst itu kesannya banya meletus dan tidak ada sisanya als ambyr Startup Indonesia saya rasa belum sampai ke
sana. Meski demikian, tak disangkal bahwa ada pelemahan dan koreks,” kata Eddi Danusaputro, Sekretaris Jenderal Ascias Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amasindo) dan CEO Mandiri Capital Indonesia (MCO

Membahas nasib startup memang tak biss dilepaskan dari venture capital (VC), mengingat startup tak bisa hidup tanpa VC, demikian juga sebaliknya. Eddi melihat kostem startup di indonesia ini sudah berumur sekitar 12 tahun dan masih tergolong relatif muda.

Eddi berpendapat naik turunnya startup merupakan hal wajar, sama seperti asset class lainnya, seperti emas, properti, saham, maupun komoditas.

Fenomena ini masih dalam batas kewajaran Justru ini menjadi momen pendewasaan ekosistem startup di Indonesia. Tak mungkin valuasi akan naik terus tanpa koreksi dan hal itu tidak realisti,” kata Eddi

Meski demikian, Eddi juga tidak menyebut bahwa kondisi startup di indonesia sedang baik-baik saja. Mengingat jumlah investi berkurang, baik dari sisi kuantitas (number of deal) maupun kualitas (size of the deal) mengalami penurunan dibanding dengan tahun tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena ada pengurangan likuiditas

What Now for Tech Startups


“Tentu ada drivers-mys. Kalau dirunut, salah satunya adalah pandemi disusul perang Rusks vs. Ukraina. Segala sesuatu regulasi yang terkait dengan hal itu menyebabkan ekspor berkurang sehingga harga menjadi naik. Biasanya bank santral akan menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini menyebabkan investment cost Juga naik Akibatnya, Investor menjadi lebih selektif dan tidak lagi jor-joran berinvestasi katanya.


Lantaran investor semakin selektif, startup tak lagi bisa mengharapkan dana investasi secara
gampang seperti tahun-tahun sebelumnya Oleh karena itu, sambung Edd, startup perlu menjaga modalnya agar bisa beroperasi terus Salah satu caranya dengan melakukan efisiensi, entah dengan pengurangan bujat markating. menahan ekspanel ke daerah baru, maupun PHK “Semua langkah itu masih normal domi fisiensi,” katany

Mantra Growth at All Cost

Koreksi lain pada startup adalah tidak menjadikan growth sebagai satu-satunya matriks kesuksesan. Dengan demikian, mantra growth at all cost alias bakar duit untuk mengajar akuisisi pelanggan maupun merekrut karyawan sebanyak-banyaknya perlu dienu kembali.

Menurut Eddi, growth at all cost mungkin math berlaku, tapi untuk startup dalam early stage. “Memang di fase ini, mereka perlu menunjukkan growth yang kencang. Misalnya saat mereka di tahap pendanaan sert A.

Di tahap selanjutnya, mereka sudah harus memikirkan value, customers, dan sebagainya dan tidak melulu cost. Yang paling penting, sudah ada path of profitability dan bahkan syukur malah sudah profit. Startup tak bisa terbakar dut apalagi buduitnya investor,” kata Eddi

Oleh karena itu, konsep keberlanjutan sebaiknya diterapkan oleh startup sejak awal. Eddi menyebut tidak perlu tancap gas sekencang kencangnya, mentang menang dapat pendaraan, dengan merekrut karyawan sebanyak-banyaknya dengan gaji besar, promosi besar-besaran, rilis produk-produk baru. Sehingga tidak perlu mengerem mendadak katika terjadi masalah dengan terpaksa melakukan efisiensi


Hal senada juga disampaikan oleh Amir Karimuddin, Editor-in-Chief DaySocial id. Menurutnya, startup di Indonesia saat In sudah sepantasnya untuk memikirkan keberlanjutan bisnis di masa depan. Mereka perlu memperhatikan sistem pengelolaan bisnis yang pruden dan tata kelola perusahaan yang sold dan berkelanjutan


“Dengan kondisi seperti sekarang, startup tidak perlu lagi untuk mendawakan growth
sebagai satu-saturs matriks kesuksesan Agar runway mereka tetap terjaga, mereka harus mulai fokus pada sustainability. Mau tak mau dengan kondisi sekarang ini, mereka perlu
memperhatikan asas prudential, Houdt. dan sustainability yang mungkin akan menjadi buzzword-buzzword baru di kalangan startup stinkt Amit

Pengelola startup, lanjut Amir, sebaiknys membangun keseimbangan antara growth dengan cash flow. Saat ini para VC juga mulai melihat cash flow postf sebagai standar baru di kalangan startup agar tidak tersack-sok saat menghadapi situasi sulit. Amir merasa hal tersebut tak gampang diwujudkan oleh startup di saat-saat awal. “Menyeimbangkan antara growth dan cash flow akan menjadi norma bagi startup. Meski valusimys rendah, matriks kesuksesannya juga berubah,” katanya.


Amir mengingatkan para startup sebaiknya juga fokus pada solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Solus tersebut menjad salah satu hal yang terus diwujudkan dan dikembangkan bila startup tersebut ingin eksis di masa mendatang. “Dalam tren ke depan. layoff mungkin saja masih akan terjadi sebagai salah satu langkah yang diambil agar bisnis startup tetap survive. Namun, perlu juga untuk melakukan reorganisasi maupun restrukturisasi untuk bisa bertahan hidup, paling tidak untuk satu atau dua tahun ke depan,” katanya

Orientasi pada Sustainability Strategi keberlanjutan bagi startup fuga menjadi sorotan Deanda Fidella Marbun dar Central Capital Ventura. Menurutnya, setahun ke depan, setidaknya akan ada tiga kemungkinan yang terjadi di dunia startua di indonesia.

Kemungkinan pertama, menurut Deanda, adalah startup-startup yang kurang memperhatikan sustainability dan tidak memiliki kapital yang cukup akan mengalami masa berat dan bess berpotensi tutup.

“Sementara, startup yang memiliki kapital cukup bisa bertumbuh dan bahkan melebihi target sebelumnya karera sudah melewati masa-masa berat. Lalu akan muncul startup-startup baru dengan mindset yang berbeda yang lebih mengacu pada keberlanjutan,” kata Deanda


Meski demikian, terkait transformasi, menurut Deanda tidak bisa dipukul rata, tergantung kondisi dan fase startup masing-masing, la mengingatkan startup tetap perlu menyiapkan kemungkinan terburuk bila di mana-ma mendatang menemui kesulitan mendapat pendanaan.

Amir menambahkan, dalam transformasi, startup tidak perlu keluar dari matriks dan karakter bisnis startup itu sendiri. meski mulai memperhatikan sustinby yang salah satunya bisa dicapai dengan menyeimbangkan antara growth dan cash flow Eddi juga menekankan startup tak perlu kehilangan karakterya saat mengadopsi tata kalola bisnis yang baik (good govenance) maupun prudenel seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan konvensional yang berkelanjutan


Saya melihat situasi ini lebih tepat sebagai koreksi. Bubble burst itu kesannya bolanya meletus dan tidak ada sisanya alias ambyar. Startup Indonesia saya rasa belum sampai ke sana. Meski demikian, tak disangkal bahwa ada pelemahan dan koreksi

EddDansaputro Sekretars Jenderal Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvisando) dan CEO Mandin Capital Indonesia (MCI)


“idealnya memang kombinasi. Tidak sepenuhnya kultur startup, tetapi juga tidak sepenuhnya kultur korporas konvensional Kits harus menghargai kultur startup yang mana everything is speed. Moto di kalangan startup adalah lebih gampang minta maaf kembang minta izin. Artinya, jalani saja dulu dan bila akhirnya kana jawor dari regulator juga tidak apa-apa karena memang kulturys seperti itu,” kata Eddi

Indikasi Positif

Meski ditandai dengan fenomena PHK secara ekosistem startup di Indonesia juga menunjukkan indikal post. Menurut laporan DS/Innovate bertajuk Startup Report. 2021-202201, situasi pandami meskipun telah melumpuhkan banyak sektor dalam perekonomian Indonesia, di selain menjadi berkah terselubung bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, khususnya melalui peningkatan adops digital


Laporan e-Conomy SEA 2021 menyebutkan Indonesia menyambut 21 juta pengguna baru lanan daring selama pandemi. Laporan yang dibuat oleh Google, Temasek Holdings, dan Bain & Co, menunjukkan bahwa ekonomi internat Indonesia diperkirakan mencapai US$ 70 miliar dalam gross merchandise value (GMV) pada tahun 2021 dan mempertahankan statusnya sebagai ekonomi digital terbesar di antara enam negara Asia Tenggara yang dinisi.

Laporan tersebut juga memproyeksikan pada tahun 2025 ekonomi internet indonesia akan mencapai US$ 145 millar atau tumbuh 20% secara tahunan

baca juga

  • Startup Monetisasi dan Scale-up
  • Bubble Burst Fenomena Bisnis Biasa
  • What Now for Tech Startups?
  • Startup Akseleran, Mengusung Fleksibilitas
  • Daftar Bisnis Start Up , 900 List Dalam & Luar Negri


Pada tahun 2021 di saat ekonomi cenderung tak bertumbuh secara makro dan tetap mendapatkan kucuran dana para startup berjuang agar tetap hidup dengan penawaran sedikit berubah.

Namun, pada kuartal tahun 2022, kondisi startup di indonesia tidak separah di awal tahun 2020 atau 2021. “Berdasarkan tren, pendanaan untuk level besar cenderung berkurang mengingat kebanyakan dana datang dari Amerika Serikat. Karena isu tech winterdi sana, proses mendapatkan pendanaan akan lebih sulit.

Namun, bagi startup-startup baru, dana tetap ada. Jadi, bagi startup pemula, jangan khawatir tidak mendapatkan dana,” kata Απότ

Pada tahun 2022, ekonomi Indonesia sebenarnya sudah mulai membaik. Dengan demikian, dari sisi pasar, kondisinya sudah mulai positif.

“Sementara, dari sisi operasional banyak startup mulai memperbaiki diri, seperti mulai mengurangi aktivitas bakar uang dan membangun sistem pengelolaan keuangan yang labih pruden,” kata Amir.

Dan laporan Daily Social tersebut, sepanjang pertengahan November 2021, Indonesia telah memiliki tujuh unicom baru sehingga total startup unicom menjadi sebelas dengan nilai valuasi sedikit US$ 1 miliar

“Sementara, ada sekitar 50 perusahaan rintaan berstatus centaur yang tak mustahil dapat melahirkan unicom baru pada tahun depan,” katanya.

Sementara itu, per November 2021, ads 191 transaksi dengan total pendanaan startup lebih dan US$ 4,1 miler.

Dalam hal ini, GOTO memimpin dengan mengantongi dana segar sebanyak US$ 1,3 miliar. Soal tren pendanaan, East Ventures dibangaral sebagai investor paling agresif dengan 22 transaksi pendanaan pads kuartal 2022. AC Ventures di posisi kedua dengan 13 transaksi dan dikuti Sequoia Capital India dengan sembilan transaksi


Di edisi yang sedang Anda bisa int Marketeers menyajikan tema What Now for Tach Startups? untuk mengetahui kondisi sebenarnya ekosistem tech startup di Indonesia.

Kami mencari tahu dari para pelaku startup, para investor, hingga regulator Harapannya, dengan membaca ed in, Anda bisa memiliki prespektif yang lebih kaya tentang ekosistem startup di Indonesia saat ini dan di masa mendatang Semoga edisi ini memberi banyak inspirasi untuk Anda



This post first appeared on Undercover.co.id, please read the originial post: here

Share the post

What Now for Tech Startups?

×

Subscribe to Undercover.co.id

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×