Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Asuhan Keperawatan Syndrome Dyspepsia (ASKEP)

Asuhan Keperawatan Syndrome Dyspepsia (ASKEP)



Ingat, Makalah yang kami share hanya sebagai bentuk referensi saja. Silahkan cari referensi dari sumber lainnya.
Silahkan Download Disini


BAB II

PEMBAHASANLEPTOSPIROSIS

A.    Pengertian
-          Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh mikroorganisme, yaitu lestospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya, penyakit ini Dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mudfever, slimefever, Swampfever, autumnal fever, filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007).
-          Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009)
-         Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan Kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena
B.     Etiologi
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).
1.      Patogen L Interrogans
Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.
2.      Non Patogen L. Biflexa
Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah: L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing, L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus.

C.    Distribusi Penyakit
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik didaerah maupun perkotaan, didaerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer. Selainitu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar airyang terkontaminasi .Di daerah endemis,puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.
Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Oleh sebab itu, kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompokberisikotinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.
Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DaerahIstimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi.

D.    Cara Penularan
                                 Urin tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis  
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baikpada manusia maupun pada hewan  . Kemampuan Leptospira  untuk bergerak dengan cepat dalam  air  menjadi salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak  memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir dapat menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genengan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembangbiak.
Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan  sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang  Leptospirosis, tetapi potensi menularkan kemanusia tidak sebesar tikus .
Bentuk penularan  Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita kependerita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lender (mukosa)  mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus( gugur kandungan)  Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi.

Asuhan Keperawatan Syndrome Dyspepsia (ASKEP)


E.     Manifestasi Klinis

 

Pada Manusia



kulit dan mukosamenjadi kuning




Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari .Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa .Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat.
penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik (Judarwanto, 2009).
1.      Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal sekitar 4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya. Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis. Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi. Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan,mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal penyakit.
2.      Fase kedua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat dideteksi dengan  isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin lebih ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77% penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium. Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan demensia.
        
F.     Patofisiologi
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.
Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.
Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang.
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.



Pathways
G.    Komplikasi
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.

H.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
-          Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan.
-          Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT).
-          Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
-          Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil.
-          Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya
-          Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak mengubah tatalaksana penyakit.
-          Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.
-          Perwarnaan silver staining dan immuno fluorescene dapat mengidentifikasi leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan histology menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrate inflamasi.

Asuhan Keperawatan Syndrome Dyspepsia (ASKEP)

I.       Diagnosis Banding
1.      Dengue Fever
2.      Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
3.      Hepatitis
4.      Malaria
5.      Meningitis
6.      Mononucleosis, influenza
7.      Enteric fever
8.      Rickettsial disease
9.     


This post first appeared on Indonesia Tanggung Jawab Kita, please read the originial post: here

Share the post

Asuhan Keperawatan Syndrome Dyspepsia (ASKEP)

×

Subscribe to Indonesia Tanggung Jawab Kita

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×