Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Mengenang S.K. Trimurti, Menteri Tenaga Kerja Pertama Indonesia

Tanggal 11 Mei tidak termasuk hari libur nasional. Namun, 11 Mei sebenarnya merupakan tanggal istimewa bagi Indonesia, karena merupakan tanggal lahir salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan.

Tanggal 11 Mei merupakan hari lahir Soerastri Karma Trimurti yang sering ditulis dengan SK Trimurti. Beliau adalah seorang jurnalis, penulis dan pengajar, sekaligus Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia, dimana pada awal kemerdekaan jabatan ini disebut Menteri Tenaga Kerja. Ia juga salah satu perempuan yang mengiringi perjuangan kemerdekaan.

Siapakah sebenarnya Soerastri Karma Trimurti, dan apa perannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia? Simak ulasan singkat berikut ini.

Pendidikan Dini dan Pengenalan Gerakan Politik SK Trimurti

Soerastri Karma Trimurti lahir di Desa Sawahan, Boyolali, Jawa Tengah. Ia adalah putra dari Salim Banjaransari Mangunkusumo dan RA Saparinten. Ayahnya adalah seorang punggawa di keraton Surakarta dan Pembantu Wedana.

Soerastri mengenyam pendidikan awal di Sekolah Putri Guru, dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Normaal dan Algemeene Middelbare School (AMS) yang berlokasi di Surakarta.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia bekerja sebagai guru di sekolah perempuan atau Meisjesschool. Namun dalam perjalanannya, Trimurti memilih untuk terlibat dalam gerakan politik dengan bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo).

Keputusannya bergabung dengan Partindo bermula ketika ia menghadiri Rapat Umum Partindo pada tahun 1933. Saat itu Soerastri terkesan dengan ucapan pendiri Partindo, Ir. Sukarno

Tak lama kemudian karya Soerastri menarik perhatian Soekarno yang kemudian membujuknya untuk menulis di surat kabar Fikiran Rakjat. Tulisan-tulisannya mengandung gagasan tentang semangat kemerdekaan.

Namun kiprahnya di Partindo tidak bertahan lama, karena pada tahun 1934 Soekarno ditangkap oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Ketiadaan Soekarno membuat Minda Rakyat merasa kehilangan ibunya, dan akhirnya meninggal dunia.

Hal ini menyebabkan Soerastri memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, Surakarta. Namun, kepulangannya tak lantas menyurutkan semangatnya dalam aktivitas jurnalistik dan politik.

Lebih Aktif di Dunia Jurnalistik dan Gerakan Kemerdekaan

Seperti disebutkan sebelumnya, kiprah Soerastri di Partindo, khususnya sebagai sastrawan di Fikiran Rakjat, hanya bertahan setahun, karena Soekarno kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ende.

Pada tahun 1935, atau setahun setelah kepulangannya, dia memutuskan untuk memulai surat kabarnya sendiri, bernama Bedoeg. Nama tersebut terinspirasi dari gendang yang berfungsi mengingatkan umat Islam untuk beribadah. Dia ingin koran yang dia dirikan seperti gendang, menyerukan kepada seluruh rakyat untuk berjuang membebaskan diri dari penjajahan.

Soerastri kemudian bergabung dengan Persatuan Marhaeni Indonesia (PMI) di Jogjakarta, di mana ia kemudian menjadi pemimpin redaksi majalah Soeara Marhaeni. Tahun ini, ia mulai menggunakan nama pena SK Trimurti. Sebelumnya, tulisan-tulisan yang diterbitkannya menggunakan namanya, “Soerastri”.

Lewat tulisan-tulisannya yang “menyerang” pemerintah kolonial, SK Trimurti berkali-kali ditangkap dan dipenjarakan. Pengenalan pertamanya ke penjara kolonial adalah ketika dia ditangkap saat membagikan selebaran yang mengkritik pemerintah kolonial. Atas perbuatannya, ia dijatuhi hukuman 9 bulan penjara.

Keluar dari penjara, ia lebih aktif di dunia jurnalistik. Hal itu terlihat dari keterlibatannya di beberapa surat kabar, seperti Suluh Kita dan Sinar Selatan. Ia juga mendirikan majalah Pesat pada tahun 1938 bersama Mohamad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik yang kemudian menjadi suaminya.

Aksi pasangan jurnalis-pahlawan ini kerap mendapat perhatian dari polisi kolonial atau Politieke Inlichtingen Dienst (PID). Pada tahun 1939, ia juga ditangkap karena menulis artikel yang mengkampanyekan antiimperialisme di majalah Pesat.

Kegiatan menulis SK Trimurti berlanjut ketika Jepang datang menjajah pada tahun 1942. Ketika pemerintah pendudukan Jepang berkuasa, majalah Pesat bahkan dilarang dan harus berhadapan dengan hukum, karena kegiatan menulisnya dianggap menyudutkan Jepang. SK Trimurti juga berada di penjara Blitar hingga tahun 1943.

Keluar dari penjara, SK Trimurti kemudian bergabung dengan Pusat Tenaga Rakyat yang kemudian dibubarkan Jepang dan menjadi Java Hokokai. Keikutsertaan SK Trimurti dalam organisasi ini berawal dari ajakan Soekarno.

Ia tidak melihat bergabungnya Java Hokokai sebagai bentuk kerja sama dengan Jepang. Namun sebagai taktik dan strategi perjuangan kemerdekaan.

SK Trimurti juga merupakan salah satu tokoh muda yang mendorong proklamasi kemerdekaan Indonesia secara mandiri, tanpa campur tangan Jepang. Ia bersama Chaerul Saleh, Asmara Hadi, AM Hanafi, Soediro, dan Sayuti Melik menemui Soekarno di bandara Kemayoran setelah kembali dari Vietnam pada 14 Agustus 1945, dan mendesaknya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

SK Trimurti kemudian menyaksikan detik-detik proklamasi kemerdekaan, dan menjadi salah satu tokoh yang turut menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia ke Semarang, serta menyelesaikan pembentukan Komite Nasional Indonesia (KNI) di kota tersebut.

Ilustrasi, SK Trimurti dengan anak pertamanya, Moesafir Karma Boediman, 1939. (Dok. Perpustakaan Nasional RI)

Menjadi Menteri Ketenagakerjaan, Penyelenggara UU Ketenagakerjaan Pertama di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, peran SK Trimurti tidak berkurang, bahkan semakin penting bagi perjalanan pemerintahan Indonesia. Pada tahun 1947 menjadi Menteri Tenaga Kerja (saat itu Menteri Tenaga Kerja) dalam Kabinet Amir Syarifuddin I.

Sebagai Menteri Tenaga Kerja, SK Trimurti juga mengeluarkan beberapa peraturan terkait ketenagakerjaan atau perburuhan, menggantikan peraturan yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan pemerintah pendudukan Jepang.

Salah satu regulasi yang menjadi terobosan nyata bagi kesejahteraan pekerja di awal kemerdekaan Indonesia adalah Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 1947. Undang-undang ini mengatur tentang pembayaran santunan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.

Melalui UU 33/1947, pekerja dilindungi dengan mewajibkan perusahaan membayar santunan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Ini termasuk ketika seorang karyawan mengalami rasa sakit saat melakukan pekerjaan.

Undang-undang ini juga mengatur bidang usaha yang harus membayar ganti rugi kepada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Tidak hanya bagi karyawan berstatus karyawan tetap, perlindungan terhadap kecelakaan kerja ini juga berlaku bagi pekerja magang dan borongan.

Undang-undang yang dibuat oleh SK Trimurti juga merinci bentuk kompensasi pekerja. Misalnya, biaya transportasi ke rumah sakit, biaya pengobatan, dan tunjangan disesuaikan dengan kontrak antara perusahaan dan karyawan.

UU 33/1947 kemudian disusul dengan lahirnya UU Nomor 34 Tahun 1947 yang mengatur tentang perlindungan tenaga kerja dalam keadaan perang. Lahirnya kedua undang-undang tersebut merupakan wujud nyata kiprah SK Trimurti dalam memperjuangkan hak buruh di awal kemerdekaan Indonesia.

Selain mendirikan dua undang-undang ketenagakerjaan, ia juga aktif turun ke lapangan untuk menyatukan berbagai organisasi buruh yang berbeda kepentingan, dengan fokus pada tujuan perjuangan kemerdekaan.

Aktif di Organisasi Wanita

Selain kegiatan pers dan politik, SK Trimurti juga aktif dalam gerakan perempuan. Pada awal tahun 1950-an, bersama Umi Sardjono, ia juga mendirikan Front Buruh Wanita (BBW) dan Gerakan Kebangkitan Wanita (Gerwis), yang pada tahun 1954 berganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Ia juga aktif menulis untuk Api Kartini dan Harian Rakjat dengan artikel-artikel yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib perempuan agar setara dengan laki-laki. Ia juga kerap mengkritisi kebiasaan masyarakat yang menganggap perempuan sebagai pelengkap atau sekadar pelengkap laki-laki.

SK Trimurti juga merupakan sosok yang sangat menentang praktik poligami. Bahkan ia berani mengkritisi poligami yang dilakukan Soekarno yang tak lain adalah sosok yang ia kagumi dan alasan ia bergabung dalam gerakan politik tersebut.

Kritik terbuka SK Trimurti kala itu sedikit merenggangkan hubungannya dengan Soekarno. Bahkan, saat menyematkan penghargaan Bintang Mahaputra kepada SK Trimutri, wajah Soekarno tampak cemberut. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka membaik, dan dia kemudian sering menjadi rekan diskusi Proklamator.

Prinsipnya menentang poligami juga terlihat saat suaminya, Sayuti Melik, jatuh cinta dengan perempuan lain bernama Siti Rancari. Keduanya kemudian bercerai pada tahun 1969.

Dalam lebamnya, SK Trimurti mengatakan pernikahan adalah bentuk kebersamaan untuk bisa melakukan sesuatu bersama. Tapi, ketika dia tidak bisa berbagi, dia tidak mau memaksakannya.

Di usia senjanya, ia tetap aktif menulis tentang isu-isu politik, sosial ekonomi, perempuan dan perburuhan. Tulisan-tulisannya telah dimuat di berbagai surat kabar dan majalah, seperti Kedaulatan Rakyat, Gema Angkatan 45, Suara Perwari, Pradjoerit, Harian Nasional, dan Majalah Revolusioner.

SK Trimurti meninggal dunia pada 20 Mei 2008. Wartawan wanita yang juga pejuang kemerdekaan dan emansipasi Indonesia ini meninggal dunia di usia 96 tahun.

The post Mengenang S.K. Trimurti, Menteri Tenaga Kerja Pertama Indonesia appeared first on FENUZ.COM.



This post first appeared on Gambar Desain Rumah Minimalis Modern Terbaru | 19000 Contoh, please read the originial post: here

Share the post

Mengenang S.K. Trimurti, Menteri Tenaga Kerja Pertama Indonesia

×

Subscribe to Gambar Desain Rumah Minimalis Modern Terbaru | 19000 Contoh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×