Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Bisnis 7-Eleven di Tangan Masatoshi Ito

Seven Eleven (Arief Kamaludin|KATADATA)

Ito, Putra Pedagang Acar

Sebagai pemegang saham terbesar, Ito mengumpulkan kekayaan bersih sebesar US$5 miliar (S$6,7 miliar), menurut Bloomberg Billionaires Index. Ito lahir dari pasangan Senzo dan Yuki Ito pada 30 April 1924 di Tokyo. Pasangan itu berdagang acar sayuran dan makanan kering untuk menghidupi keluarga mereka.

Ito tumbuh sebagai remaja normal. Dia menyelesaikan sekolah kejuruan komersial pada tahun 1944 di Yokohama dan bergabung dengan Mitsubishi Coal and Mining sepulang sekolah. Status Ito adalah karyawan tetap di perusahaan tersebut.

Ketika Perang Dunia II pecah, dia direkrut menjadi tentara sipil. Dia dilatih untuk menyerang kapal musuh dengan melakukan operasi bunuh diri. Setelah perang usai, dia berhenti bekerja di Mitsubishi dan mulai mengerjakan Bisnis keluarga yang dibangun pamannya.

Pergaulannya yang luas membawanya berteman dengan konsultan manajemen terkenal Austria dari Amerika Serikat, Peter Drucker. Persahabatannya dengan Peter disebut sebagai salah satu resep di balik keahliannya dalam mengelola bisnis. Sebaliknya, Peter menggambarkan Ito sebagai salah satu pembangun bisnis terbaik di dunia.

Tangan dingin Ito dihormati sebagai Ketua Kehormatan Seven & I Holdings hingga akhir hayatnya. Perusahaan ini sekarang menjadi raksasa dengan pendapatan tahunan sekitar US$80 miliar.

Mulai dari Toko Pakaian

Ito memulai bisnisnya dengan mengambil alih bisnis Yokado Clothing Store milik pamannya, Toshio Yoshikawa. Toko yang berbasis di Asakusa, Tokyo ini dikelola oleh saudaranya, Yuzuru, yang kemudian meninggal pada tahun 1956. Setelah itu, Ito mengambil alih dan mengganti namanya menjadi Ito-Yokado dan memperkenalkannya kembali ke publik dengan nama baru pada tahun 1972.

Di bawah manajemen Ito, Ito-Yokado bertransformasi menjadi one-stop shop dengan mengembangkan konsep one-stop shopping. Toko ini menawarkan berbagai kebutuhan sehari-hari, mulai dari bahan makanan hingga pakaian. Meski tidak lagi mengembangkan Ito-Yokado, perusahaan tersebut menjadi cikal bakal berdirinya Seven & I Holdings.

Era Ito dalam mengelola 7-Eleven diawali dengan kunjungan eksekutif muda senior Ito, Toshifumi Suzuki, yang berkunjung ke Amerika Serikat untuk mengembangkan bisnisnya. Saat itu, manajemen perusahaan ingin mendirikan Denny’s Japan, jaringan restoran kasual yang berbasis di Amerika Serikat. Di sana, Suzuki menemukan 7-Eleven.

Suzuki kemudian mengadakan perjanjian bisnis dengan Southland Corp. berbasis di Dallas, Amerika Serikat, pemilik rantai waralaba 7-Eleven. Dia membawa toko 7-Eleven kembali ke Jepang untuk pertama kalinya pada tahun 1974 yang menandai berdirinya toko retail di Tokyo.

Sejak saat itu, bisnis Ito berkembang pesat di bawah naungan Ito-Yokado. Ito berhasil mengembangkan bisnis retail keluar dari zona nyamannya dengan membawa konsep baru seperti menjalankan operasional 24 jam dan secara efisien mengembangkan jaringan super store, department store. Dia juga berhasil memperluas jaringan Denny’s Japan. Pada 1980-an, Ito menghasilkan penjualan tahunan sekitar US$12 miliar, menjadikannya pengusaha terkemuka di Jepang.

Pada tahun 1981, Southland Corp mengalami masalah keuangan yang mengancam bisnis intinya 7-Eleven. Saat itu, Ito membeli 70 persen saham Southland untuk menyelamatkan bisnis 7-Eleven dari kebangkrutan. Nilai transaksi sebesar US$430 juta. Sejak itu, Ito-Yokado menjadi pemilik mayoritas Southland Corp dan mengakuisisi perusahaan tersebut.

Ito kemudian mengundurkan diri pada tahun 1992 setelah skandal yang melibatkan ‘yakuza’ terkuak. Kepemimpinan puncak diteruskan ke Suzuka yang kemudian mengubah nama perusahaan menjadi Seven & I Holdings pada tahun 2005. Huruf ‘I’ mengacu pada Ito-Yokado dan merupakan bentuk penghargaan atas tangan dingin Ito dalam membangun kerajaan bisnis ritel perusahaan. Ito juga masih memiliki sebagian besar saham perusahaan.

Di bawah Suzuka, Seven & I Holdings terus berkembang. Salah satunya dengan menguasai jaringan SPBU Speedway milik Marathon Petroleum yang berbasis di Ohio. Suzuka mengakuisisi perusahaan senilai US$21 miliar pada Agustus 2020 dan mengembangkan bisnis ritel satu atap yang menjadi tulang punggung bisnis inti perusahaan.

Jatuh di Indonesia

Meskipun bisnisnya sangat baik secara global, 7-Eleven gagal bertahan di Indonesia. Sevel, julukan retail Indonesia, resmi menutup seluruh cabangnya di Indonesia pada 2017. Larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket pada 2015 menjadi pukulan telak bagi perusahaan yang memulai bisnisnya di Indonesia pada 2009 itu.

Pada 2016, pendapatan Sevel turun sekitar 23,4% dan menutup 25 cabang karena tidak mencapai target penjualan setelah larangan penjualan minuman beralkohol diberlakukan. Penutupan cabang tersebut meningkatkan beban usaha sebesar 17,3% menjadi Rp 397,3 miliar dan merugikan perseroan sebesar Rp 81,9 miliar. Total rugi komprehensif yang ditanggung perseroan pada tahun 2016 mencapai Rp 115,5 miliar.

Sevel memiliki sekitar 190 cabang di tahun 2014 yang mayoritas berada di DKI Jakarta dengan menyasar anak muda sebagai target konsumennya. FamilyMart Indonesia mengambil alih 13 toko Sevel yang telah ditutup untuk mengembangkan bisnis FamilyMart.

Sebelum resmi menutup semua cabangnya, Sevel juga terbentur masalah pajak. Beberapa cabangnya memiliki stiker yang menyatakan bahwa toko tersebut tidak membayar pajak daerah. Setahun kemudian, setelah masalah pajak terselesaikan, Sevel mengumumkan akan berhenti beroperasi di Indonesia.

The post Bisnis 7-Eleven di Tangan Masatoshi Ito appeared first on FENUZ.COM.



This post first appeared on Gambar Desain Rumah Minimalis Modern Terbaru | 19000 Contoh, please read the originial post: here

Share the post

Bisnis 7-Eleven di Tangan Masatoshi Ito

×

Subscribe to Gambar Desain Rumah Minimalis Modern Terbaru | 19000 Contoh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×