Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Laki Laki di Tengah Hujan (cerita pendek)

Tags: kamu adit nggak
Laki Laki di Tengah Hujan


Cerpen Karangan: Sifa Hasta Marettina

Masih setengah perjalanan menuju rumah, rintik hujan mulai turun menerpa tubuhku. Hari semakin gelap dan jalanan begitu terasa sepi, mungkin orang-orang enggan untuk keluar dan lebih memilih bermalas-malasan di tempat tidur. Aku berusaha mengambil payung lipat di dalam tas yang penuh sesak oleh buku-buku pelajaran. Semakin kupercepat langkah saat aku merasa ada seseorang yang mengikutiku dari belakang.

“Hai jangan lari..!!” teriak orang dari belakang.

Ingin sekali ku menengok tapi rasa takutku begitu kuat. Aku pun setengah berlari, berharap orang itu tak lagi mengejarku. Ketika sampai di persimpangan jalan, kuberanikan untuk menengok. Saat itu aku melihat laki-laki itu tengah berjongkok, mungkin tak kuat diguyur derasnya hujan. Ada sedikit rasa iba di hatiku, tanpa terasa aku berjalan mendekatinya.

“Ma.. maaf, kenapa tadi anda memanggil saya?” tanyaku.
Laki-laki itu pun menengadahkan kepalanya. Kulihat wajahnya begitu pucat, tapi itu tak mengurangi ketampanannya. Sejenak kami saling berpandangan.
“Ya ampuunn ini orang ganteng banget.” gumamku dalam hati.
“Aku mau tanya alamat ini, kamu tahu di mana?” tanyanya.

“Belok kanan terus lurus” jawabku singkat.
“Terimakasih, maaf karena sudah membuatmu takut” jawab laki-laki itu.
Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala dan bergegas pulang ke rumah yang jaraknya tinggal beberapa langkah lagi.

Aku baru tiba di sekolah saat kulihat teman-temanku begitu heboh entah apa yang sedang mereka bicarakan. Paling nggak jauh-jauh seputar fashion yang sedang trend dan aku nggak peduli dengan semua itu.
“Fan kamu tahu nggak berita apa yang sedang heboh sekarang?” Tanya sahabatku Shasha.
“Nggak tuh, emang apaan? Sidang Jessica yang nggak kelar-kelar ya?” Jawabku asal.

“Kamu tuh ketinggalan zaman, ya bukanlah..!!” jawabnya sedikit kesal.
Aku pun memperbaiki posisi duduk sekaligus penasaran apa yang akan dibicarakan oleh sahabatku yang satu ini.
“Iya terus apaan?” tanyaku penasaran.
“Di sekolah kita bakal ada siswa baru lho, denger-denger dia bakal masuk ke kelas kita..!!”
“Ya terus masalahnya apa Sha? Itu kan bukan hal yang aneh..!!” jawabku gereget.
“Eiiittt tunggu dulu Fan, katanya orangnya ganteng lhooo.. kamu kan paling sewot kalau ada cowok ganteng hehe” jawab Shasha meledekku.
“Biasa aja kali ceritanya gak usah monyong-monyong gitu, nggak ah sekarang aku udah berubah gak tertarik sama hal begituan..” Jawabku kesal sambil mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas.

“Ya udah, awas lhooo jangan nyeselll…!!”
Aku hanya menjawab dengan gerakan bibir karena malas mengahadapi Shasha.

Tepat saat bel berbunyi Ibu Karmila guru Kimia udah masuk ke kelas, pelajaran yang menurutku lumayan membutuhkan logika, namun sayang logikaku nggak jalan-jalan hehe.

“Anak-anak sebelum mulai pelajaran ada sesuatu yang akan ibu sampaikan, mulai hari ini kelas kita kedatangan siswa baru, ibu mohon kerja samanya dari kalian. Silakan masuk nak!!”
Saat dipanggil siswa itu pun langsung masuk kelas. Melihat dari postur tubuhnya sepertinya aku pernah melihatnya.
“Silakan nak perkenalkan dulu nama dan asal sekolahnya.” Ujar bu Karmila.
“Perkenalkan nama saya Adit saya berasal dari SMAN 1 Jakarta. Salam kenal semuanya..” ujarnya sambil tersenyum manis.
Aku hanya melongo saat melihatnya memperkenalkan diri. Ternyata feelingku gak salah aku pernah bertemu sebelumnya.

“Hah.. dia kan orang yang waktu itu nanya alamat, kok bisa kebetulan gini sih?” gerutuku dalam hati.
“Tuh kan Fan apa aku bilang, keren kan?” Tanya Shasha dengan bola mata yang begitu berbinar.
Aku hanya menjawab dengan jari telunjuk yang kutempelkan di bibir. Melihat responku Shasha hanya cemberut. Akhirnya kita tetanggaan karena Adit duduk di meja sebelahku. Aku merasa dia memperhatikanku terus mungkin dia merasa familiar padaku.

Bel istirahat pun berbunyi anak-anak segera berhamburan ke luar.
“Fan ke ke kantin yuk, laper nih..!!” ajak Shasha sambil mengelus perutnya.
“Nggak ah, males kamu aja sana..!!” jawabku tak bersemangat.
Shasha pun segera pergi mungkin karena saking laparnya, dia memang terkenal anak yang gembul. Aku pun melanjutkan membaca novel yang kubeli kemarin. Aku tak memperhatikan sekelilingku, saat ada seseorang yang mendekat ke arahku.
“Hai, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Tanya siswa baru itu dengan senyum khasnya.
Aku pun terlonjak seketika, tanpa bisa menjawab apapun.

“Ditanya kok malah bengong sih?” ujarnya disertai tawa.
“Kayanya nggak deh, kamu kan baru pindah ke sini..” jawabku ngeles.
“Aku yakin pernah ketemu kamu, bentar deh aku inget-inget dulu.. O iya kamu kan cewek yang waktu itu aku tanyai alamat, iya kan..?”
“Ohh iya, itu kamu ya?” jawabku pura-pura kaget.

Sial kok dia bisa inget, dari tadi aku udah tahu kaliii. Ternyata dunia ini memang sempit.
“Maaf ya waktu itu aku bikin kamu kaget.” Ujarnya tiba-tiba.
“Nggak papa kok, aku juga minta maaf karena pas kamu panggil aku langsung lari, abis aku takut kalo kamu tuh penculik..” jawabku sedikit malu.
“Hahahaha udah segede ini kamu takut sama penculik..!!” tawanya langsung meledak dan dia pun duduk di sebelahku.
Aku pun cemberut saat melihat Adit tertawa begitu puas. Nyebelin banget nih orang baru kenal juga udah kaya gini.
“Ehh sorry sorry aku nggak berniat ngeledek kamu kok..”

“Iya nggak apa-apa..!!” jawabku ketus.
“Kamu kan udah tahu namaku, boleh aku tahu siapa nama kamu?” tanyanya penasaran sambil menyodorkan telapak tangannya.
“Namaku Fania Agatha..” jawabku singkat dengan saling berjabat tangan.

Kuperhatikan wajah Adit dengan saksama. Benar Adit memang ganteng banget, nggak salah Shasha bilang dia keren. Wajahnya kelihatan sedikit segar tak sepucat kemarin. Adit tak sadar kalau aku sedang memperhatikannya, saat dia sibuk dengan gadgetnya.

Setelah beberapa bulan saling mengenal, kami pun sering jalan bersama. Seperti nganter aku beli novel atau hanya sekedar makan bareng seperti sekarang.
“Dit kenapa sih kamu pindah dari Jakarta, padahalkan enakan di sana apalagi kamu pernah bilang kalau kamu itu hobi bermusik, alat musik di sana juga jauh lebih lengkap?” tanyaku pada Adit sementara yang aku ajak bicara malah tersenyum simpul.

“Emang di sana serba tersedia alat musik apapun ada, tapi enakan tinggal di sini bisa lihat cewek manis yang ada di hadapanku ini tiap hari..!!” ujarnya dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajah tampannya. Mendengar jawaban itu sontak wajahku merah seketika.

“Sebenarnya gini aku pindah ke sini itu karena mama dan papaku itu bercerai dan mama kerjanya pindah ke daerah sini, aku nggak tega kalau ngebiarin mama tinggal di sini sendirian..” ujarnya panjang lebar. Aku turut merasakan apa yang dialami Adit saat ini.
“Sorry ya dit harusnya aku nggak usah nanya-nanya yang gak penting kaya gini..” Aku menyesal karena telah bertanya seperti itu.
“Santai aja lagi.. masalah kaya gini nggak ada apa-apanya..!!” jawabnya dengan tenang.
“Kamu itu suka manggung di cafe-cafe ya? O ya kamu pasti bisa main gitar kan?” Tanyaku tiba-tiba.

“Iya bener, lumayanlah buat nambah-nambah pemasukan. Ya bisa lah..!! oh aku tahu pasti kamu mau minta diajarin kan?” tebakan Adit tepat sekali.
“Wihhh keren bangett… Hehe iya aku mau dong diajarin..!!” jawabku malu-malu.
“Oke kalau ada waktu yang pas nanti aku ajarin..” Adit pun menyetujui keinginanku. Memang kita baru kenal beberapa bulan tapi entah kenapa aku merasa kita seperti udah kenal lama. Aku nggak tahu apakah Adit merasakan hal yang sama.

Setelah makan bareng hari itu aku nggak bertemu lagi dengan Adit. Udah beberapa hari Adit nggak masuk sekolah, alasannya bisa bermacam-macam dan aku nggak tahu apa yang menjadi alasan sebenarnya. Tiap kali aku telepon nomornya selalu nggak aktif.

“Fan Adit kemana sih kok nggak masuk-masuk sekolah?” Tanya Shasha penasaran.
“Aku juga gak tahu Sha hpnya juga nggak aktif lagi sibuk manggung kali..” Jujur aku juga penasaran banget dengan misteri hilangnya Adit.

Sang raja siang telah menampakkan sinarnya diselingi nyanyian burung dari satu pohon ke pohon yang lain telah menyambut minggu pagi yang cerah. Namun tak secerah hatiku saat ini. Rasanya males banget buat melepas selimut dari tubuhku, semenjak semalam udah berkali-kali aku telepon tapi nomor Adit masih nggak aktif. Tiba-tiba saja hpku bergetar aku terlonjak seketika, saat kulihat tertera nama Adit di display hpku.
“Halo Adit kamu ke mana aja kok nggak masuk-masuk sekolah? Nomor kamu juga gak aktif lagi..!!” memang nadaku bicara sedikit tinggi mungkin karena hatiku sudah terlalu lama menunggu kabar dari orang ini.

“Maaf aku udah buat kamu khawatir, aku nggak kemana-mana kok cuma lagi agak sibuk aja..” suara itu terdengar sangat lemah namun aku tak berfikiran terlalu jauh.
“Iya udah aku maafin kok, terus apa yang membuat kamu nelepon aku pagi-pagi begini?” berjuta pertanyaan melayang-layang di benakku.

“Gini Fan aku mau ngajak kamu ke suatu tempat bisa nggak? Nanti biar aku jemput deh.. ” ajak suara dari telepon itu.
“Mmmmm.. bisa-bisa jam berapa?” aku pura-pura mikir padahal hatiku senangnya bukan main.
“Jam 7 malam ya, tenang aku gak bakal ngajak ke tempat yang aneh kok..”

Kalau Adit bisa lihat wajahku saat ini pasti dia udah ketawa terbahak-bahak ngeliat aku yang sumringah banget.
“Oke deh..!!” jawabku singkat.
“Oke see you Fania…!!” sambungan telepon pun ditutup. Aku udah nggak sabar dan pengen waktu bergulir lebih cepat.

Aku pun udah siap saat Adit datang menjemputku, saat kutanya dia mau ngajak aku ke mana, Adit tak menjawab apa pun hanya menempelkan telunjuk di bibirnya. Membuatku semakin penasaran. Aku tak bisa melihat apapun karena Adit menyuruhku menutup mata. Adit menggenggam tanganku saat kurasakan jalanan semakin menanjak.

“Nah sekarang buka mata kamu..” tepat saat kubuka mata aku melihat pemandangan yang begitu indah, kami tepat berada di atas bukit dengan dipayungi langit yang bertaburan bintang gemintang tempat itu telah dipersiapkan seindah mungkin. Lampu kecil warna-warni berjejer rapi pada batang-batang pohon.

“Indah banget Dit, kapan kamu nyiapain ini semua?” pandanganku masih tak lepas dari sekelilingku.
“Ada deh..” Adit mengedipkan sebelah matanya. Membuatku berpaling menatap Adit dari yang awalnya sibuk memperhatikan keindahan tempat ini. Saat ini Adit begitu tampan dengan kemeja warna merah yang dilipat sampai siku. Saat kuperhatikan wajahnya lebih pucat dari sebelumnya.
“Dit kamu kemana aja sih kok tiba-tiba menghilang? Kamu sakit yak kok pucat gini?” pertanyaan yang sangat ingin aku tanyakan beberapa hari ini akhirnya terlontar dari mulutku.
“Biasa lah Fan aku lagi sibuk mangggung di sana-sini, aku nggak apa-apa mungkin cuma kecapean aja..” Jawaban Adit masuk akal juga fikirku.

“Kamu mau belajar gitar kan..? ayo aku ajarin..!! ajak Adit. Kami pun duduk dengan beralaskan permadani hijau yang alami.

Aku langsung memegang gitar dan Adit duduk di belakangku dengan menggenggam tanganku untuk menunjukkan nada-nada mana saja yang harus kupetik. Kami duduk seolah-olah Adit sedang memelukku dari belakang. Jantungku berdebar begitu kencang. Aku merasa seperti sedang melayang-layang di langit sana. Kami berada dalam posisi seperti itu cukup lama. Hingga akhirnya Adit membuka pembicaraan yang membuat suasana hatiku berubah seketika dan merubah posisi duduknya menjadi berdampingan.

“Fania jujur aku bahagia banget bisa bertemu dengan cewek seperti kamu, makasih banyak ya karena kamu membuat hidupku jauh lebih berwarna, ya meskipun pertemuan kita memang baru beberapa bulan, tapi aku nyaman berada di samping kamu.. aku sayang kamu Fania..!!” aku merasa perkataan itu berasal dari hati Adit yang paling dalam bukan main-main.
“Aku juga sayang kamu Dit..” tak terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Tiba-tiba Adit memelukku, entah kenapa hal itu membuatku semakin sedih.

“Fania kalau suatu hari nanti aku mengilang dari hidup kamu, kamu jangan khawatir dan nangis lagi ya, kamu harus tetap menjadi Fania yang manis dan selalu ceria. Anggap saja kalau aku sedang pergi ke suatu tempat yang sangat jauh..” Mendengar hal itu hatiku semakin takut, tetesan air mata berjatuhan kembali.
“Memang kamu mau ke mana Dit..? atau kamu mau balik lagi ke Jakarta? emang aku salah apa sama kamu?” berbagai pertanyaan meluncur begitu saja.

“Nggak kok aku gak kemana-mana, mana mungkin aku balik lagi ke Jakarta. Kamu gak punya salah sedikitpun Fan..” Adit mengusap air mataku dengan jarinya.
“Janji lohh nggak boleh ngilang lagi kaya kemarin..” ujarku sedikit cemberut.
“Iya aku janji..” jawab Adit sambil mengelus kepalaku. Sedikitpun aku tak memiliki firasat kalau ini adalah pertemuan terakhir kami. Sebelum Adit dipanggil sang maha kuasa.

Aku berangkat ke sekolah dengan riang gembira tak sabar untuk menceritakan hal yang aku alami semalam pada Shasha. Aku heran saat melihat Shasha dan teman-teman lainnya sudah murung di pagi hari begini.
“Sha kamu kenapa kok sedih gitu?” tanyaku penasaran.
“Emang kamu nggak tahu Fan? kamu nggak dapat broadcast di bbm?” Shasha malah bertanya balik padaku.

“Nggak.. aku nggak tahu apa-apa, emang ada apa Sha? cerita dong..!! aku mulai tak sabar menunggu jawaban Shasha.
“Itu Fan, Adit.. Adit me-meninggal..” mata Shasha mulai berkaca-kaca. Aku seperti tersambar petir saat mendengar jawaban Shasha. Air mataku mulai pecah.
“Nggak mungkin Sha.. nggak mungkin semalam aku bertemu sama Adit, kita ngobrol banyak malah Adit ngajarin aku main gitar..!!” nada bicaraku semakin tinggi.

“Aku ngerti Fan kamu pasti terpukul, tapi kamu harus kuat menghadapinya..!!” Langsung saja ku buka bbm dan aku pun mendapat broadcast yang sama yang memberitakan bahwa Adit meninggal pukul 04.30. Itu berarti beberapa jam setelah kita bertemu. Air mata semakin deras membasahi pipiku.

“Ini cuma hoax kali Sha..” Aku berharap kalau semua itu hanya mimpi.
“Nggak Sha, ini beneran.. tadi bu Karmila juga ngasih tahu kabar ini dan kita akan pergi melayat setelah pulang sekolah. Kamu ikut kan?” tanya Shasha sambil menepuk pelan bahuku agar aku kuat mengahadapi kenyataan. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lidahku begitu kelu hingga tak bisa berkata apapun.

Setelah mendengar cerita dari orangtuanya ternyata selama ini Adit berjuang melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Seusai melayat bersama para guru ke rumah Adit, aku langsung pergi ke peristirahatan terakhirnya. Aku tak kuasa membendung air mata.

“Adit kenapa kamu pergi secepat ini? Kenapa kamu rahasiakan ini semua dariku? Semalam kamu janji kalau nggak akan ninggalin aku lagi..” ujarku begitu lirih. Tiba-tiba ada seorang perempuan paruh baya yang mendekat ke arahku, tak lain adalah mama Adit.
“Kamu benar yang namanya Fania?” tanya ibu itu dengan mata yang masih sembap.
“Iya tante saya Fania, tante kok bisa tahu?” tanyaku.
“Adit sering cerita tentang kamu, yang sabar ya sayang ini sudah takdir dari Allah..” jawab mama Adit sambil memelukku. Aku hanya menganggukan kepala.

“Ini ada titipan dari Adit, dibaca ya sayang..” mama Adit pun langsung pergi.
Kini ada sepucuk surat ditanganku yang sudah kutebak apa isinya.

Fania saat kamu membaca surat ini artinya aku sudah tak disampingmu lagi. Maaf karena merahasiakan semua ini darimu, aku tak ingin membuatmu bersedih. Terimakasih karena kamu telah membuat sisa hidupku lebih berwarna meskipun hanya dalam waktu yang begitu singkat.

Hapus air matamu, meski kita sudah tak bersama kamu harus tetap menjadi Fania yang dulu, Fania yang manis dan ceria.
Love you Fania
Adit

Itulah kata-kata terakhir dari Adit, tetesan air mata kembali mengalir deras. Titik-titik hujan mulai berjatuhan membasahi tubuhku seolah ingin menghapus semua air mataku.

Kutengadahkan kepala kulihat langit begitu gelap, segelap hatiku saat ini.
“Adit semoga kamu tenang di sana, meskipun kamu tak disini lagi percayalah kamu tetap hidup dalam hatiku. Aku sayang kamu dit..” ujarku lirih disertai semilir angin yang membuai lembut tubuhku seolah menyuruhku untuk tetap kuat.

TAMAT




This post first appeared on Info Khasiat Herbal Dan Cara Pengobatan Tradisional, please read the originial post: here

Share the post

Laki Laki di Tengah Hujan (cerita pendek)

×

Subscribe to Info Khasiat Herbal Dan Cara Pengobatan Tradisional

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×