Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Dolar AS Babak Belur, Rupiah pun Makin Perkasa

Dolar AS Babak Belur, Rupiah pun Makin Perkasa

Dolar AS Babak Belur, Rupiah pun Makin Perkasa –

Jakarta, RMOL.CO – Rupiah kembali menorehkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada opening session Jumat (14/7/2023) menyambut melandainya hasil inflasi AS. Hal ini menjadi tren positif bagi Rupiah sejak Selasa (1/7/2023).

Berdasarkan data Refinitiv, Rupiah menguat 0,13% ke angka Rp 14.945/US$. Apresiasi rupiah kemarin memperpanjang tren positif selama empat hari beruntun.

Pelemahan dolar AS (USD) terjadi ditopang oleh anjloknya dolar index (DXY), Indeks dolar hancur lebur bahkan turun hingga 99,96 atau terendah sejak April 2022. 
Indeks dolar AS yang mengukur nilai dolar terhadap enam mata uang utama lainnya-euro, krona Swedia, franc Swiss, pound Inggris, dolar Kanada, yen Jepang- terjun bebas dalam tiga hari terakhir.

Indeks dolar jatuh setelah Pasar berekspektasi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan segera mengakhiri kebijakan suku bunga ketat pada September 2023.
Namun, pasar masih berekspektasi jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada Juli.

Rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023 atau turun dari periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4% yoy. Angka ini menjadi kabar baik bagi pasar karena berada di bawah estimasi pasar disurvei oleh Dow Jones sebesar 3,1% yoy.

Secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam juga melandai mencapai 0,2% pada Juni 2023, dari sebelumnya yang naik 0,1% pada Mei lalu. CPI bulanan juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.

Data lainnya yang rilis pada Kamis (13/7/2023) menunjukkan producer price index pada Juni hanya naik 0,1% atau dengan kata lain angka ini merupakan kenaikan tahunan inflasi produsen yang terkecil dalam hampir tiga tahun terakhir.

Semakin rendahnya indeks harga produsen membuat pasar semakin meyakini inflasi akan turun semakin tajam ke depan.

Steve Englander, kepala penelitian mata uang G10 global di Standard Chartered mengatakan kinerja dolar yang buruk u ini mencerminkan pergeseran kualitatif dalam kenyamanan pasar dengan dolar yang pendek karena tingkat kebijakan terminal Fed terlihat semakin dibatasi.

Dia juga menambahkan suku bunga berjangka menunjukkan pasar telah sepenuhnya menghargai kenaikan suku bunga Federal Reserve akhir bulan ini, tetapi ekspektasi kenaikan lebih lanjut tidak akan terjadi.

Sebagai informasi suku bunga AS saat ini berada di angka 5,00% – 5,25% dan berpotensi mengalami kenaikan sebesar 25 bps pada akhir bulan ini.

Sedangkan tanggapan lainnya diberikan oleh Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan bahwa penguatan Rupiah memang sudah diproyeksi.

“Dalam jangka pendek, pasti pasar domestik dan negara berkembang pasti akan rally dulu, pasti akan terkena sentimen positif. Karena kalau inflasi turun, ada sentimen positif buat risk aset di Indonesia,” tutur Satria, kepada RMOL.CO.

Dia menambahkan pergerakan rupiah ke depan masih akan sangat dipengaruhi oleh permintaan dolar dari dalam negeri serta kebijakan The Fed.

Bila kebijakan The Fed dipastikan menjadi dovish, maka investor asing akan semakin melihat pasar domestik sebagai target investasi yang menarik. Akibatnya, dana asing diharapkan mengalir ke dalam negeri.

Meskipun terdapat beberapa sentimen positif, namun sentimen negatif yang datang dari China perlu menjadi perhatian. Tanda-tanda lesunya ekonomi China semakin jelas dalam data perdagangan mereka.
Tiongkok melaporkan ekspor anjlok 12,4% yoy, ini menjadi yang paling dalam sejak Februari 2020. Sementara impor terkoreksi 6,8%, penyusutan ini memperpanjang tren pelemahan selama empat bulan beruntun.

Kondisi ekspor-impor China yang lesu patut diwaspadai pelaku pasar karena negara ini merupakan tujuan ekspor terbesar RI, sehingga apabila kondisi negeri tirai bambu ini semakin terkontraksi tentunya bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri.

Melemahnya impor China akan berdampak kepada Indonesia mengingat Tiongkok adalah pasar ekspor terbesar Indonesia. Jika permintaan impor China melandai maka ekspor Indonesia bisa tergerus. Artinya, penerimaan devisa pun turun sehingga cadangan devisa bisa terus tergerus.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Video: Inflasi AS Memanas, IHSG Amblas ke Level 6.800-an

(rev/rev)




This post first appeared on Situs Judi Online Terpercaya Dan Terbukti Membayar, please read the originial post: here

Share the post

Dolar AS Babak Belur, Rupiah pun Makin Perkasa

×

Subscribe to Situs Judi Online Terpercaya Dan Terbukti Membayar

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×