Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Menjaga Keberlangsungan Tenun Ikat Sintang

Menjaga Keberlangsungan Tenun Ikat Sintang

Menjaga Keberlangsungan Tenun Ikat Sintang –

RMOL, Jakarta – Katarina Andriani, 48 tahun cukup khawatir dengan keberlanjutan kerajinan tenun ikat yang sudah diwariskan turun temurun bakal terputus di generasi muda. Katarina sudah belajar menenun sejak usianya 15 tahun. Tangannya sudah lincah bermain dengan pintalan benang serta pewarna. “Saya mengajarkan anak-anaknya saya menenun, sejauh ini mereka mau mempelajarinya. Tapi tidak tahu nanti,” tutur Katarina pada Jumat, 30 Juni 2023.

Produk tenun ikat rumah Betang Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat itu menurut Katarina punya sejarah panjang. Tenun adalah bagian dari warisan leluhur selain rumah panjang yang ditempati puluhan kepala keluarga.

Sejak 2019, Katarina membentuk kelompok bagi para perempuan penenun. 

Saat ini anggota kelompok usaha Maju Bersama yang dibentuk sejak empat tahun lalu itu memiliki 80 anggota. Sebagian besar merupakan perempuan di usia produktif di atas 20 tahun. “Ada yang sudah tua di usia 77 tahun ke atas,” tutur Katarina.

Kelompok itu sendiri dibentuk lantaran ada permintaan dari pemerintah desa. Alasannya agar hasil tenunan bisa dijual bersamaan. Serta ketika ada bantuan dari pihak luar, mudah untuk disalurkan.

Katarina mengakui, sejak kelompok terbentuk, produk tenun yang dibuat bisa dikumpulkan dan dijual dengan perjanjian tertentu dengan koperasi atau pihak dari luar desa. Sehingga tidak terlalu repot untuk mencari pembeli. 

Tapi rupanya, belakangan beberapa penenun lebih suka menjualnya sendiri-sendiri. Pasalnya, ketika masing-masing penenun menjual kainnya sendiri, mereka menganggap bisa mendapat harga lebih tinggi ketimbang dijual lewat koperasi. Selisih harga yang didapat dari menjual sendiri ketimbang disalurkan lewat koperasi menurut Katarina berkisar antara Rp 200-300 ribu bahkan lebih. “Apalagi saat ini bisa dibilang menenun bukan pekerjaan utama,” kata Katarina.

Sehari-hari, para perempuan juga masih pergi ke kebun dan ladang untuk bertani. “Kami belum bisa menjadinya tenun sebagai sumber penghasilan utama,” kata Katarina.

Satu helai kain tenun bisa dibanderol Rp 1 juta bahkan lebih. Para turis yang biasanya datang bahkan rela membayar berapapun harga yang ditawarkan. Namun kondisinya saat ini, turis pun sudah jarang datang.

Proses pembuatan tenun ikat bisa dibilang rumit. Butuh waktu dua sampai tiga bulan untuk merampungkan satu helai kain sepanjang 2×1 meter. Belum lagi waktu yang ada masih dibagi untuk berladang. Berbagai bantuan juga sebetulnya sempat datang. Salah satunya dari Bank Rakyat Indonesia yang pada 2021 sempat menyumbankan bahan baku senilai Rp 20 juta. “Bantuan berupa benang dan pewarna,” kata Katarina. Beberapa bank Himbara lan menurutnya juga sempat memberi bantuan serupa. Yang diharapkan dari Katarina bisa ada bantuan pelatihan agar proses pewarisan dan produksi tenun ikat khas Sintang ini bisa terus berkelanjutan. Termasuk soal pemasaran produk ke luar agar bisa terjangkau lebih luas.

Katarina hanya bisa terus berharap supaya kerajinan menenun bisa tetap lestari. Generasi muda menurutnya sudah banyak merantau dan tertarik dengan hal lain. “Yang bisa saya lakukan hanya menurunkan, mengajarkan kepada anak-anak, mereka mau melanjutkan atau tidak, itu sudah terserah mereka.”



This post first appeared on Situs Judi Online Terpercaya Dan Terbukti Membayar, please read the originial post: here

Share the post

Menjaga Keberlangsungan Tenun Ikat Sintang

×

Subscribe to Situs Judi Online Terpercaya Dan Terbukti Membayar

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×