Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kata Perjalanan

Pagi itu hati Naya dag dig dug der tidak karuan. Hari pertama kerja di kantor, setelah ia tamat dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta.  Ia masih tidak mengerti mengapa kantornya tidak menyuruhnya Masuk awal bulan, atau setidaknya hari senin, dan bukan malah hari jum’at yang rasanya lebih membahagiakan dihabiskannya untuk beristirahat selepas perjalanan Panjang dari ujung negeri.

Usai shalat subuh, ia seperti biasa berdoa untuk kelancaran harinya.  Namun doa kali ini lebih panjang, lebih khusyuk, dan benar-benar berharap hari pertama kerjanya bisa lancar.  Ia kemudian bersiap. Mandi, memakai baju kotak-kotak berwarna abu-pink, rok panjang abu-abu, dan tentu dengan kerudung pink yang menutupi dada.  Ia kemudian mematut diri pada cermin, berdandan serapih mungkin. Berkali-kali ia menegarkan diri melihat ke cermin, menenangkan diri yang begitu gusar, dan bibirnya Kembali merapal doa-doa untuk kelancaran harinya. Tas ransel kecil berwarna hitam pun sudah ia siapkan sejak semalam.  Sebelum pergi, ia memastikan bahwa tidak ada barang yang ketinggalan. Mukena, mushaf, dompet, HP, charger, kartu multitrip, notes kecil, dan pulpen.

Bismillahi tawakaltu ‘Alallahu wala hawla wala quwwata illabillahil aliyyil’adiim…

Ia pun mengunci kamar kos, membuka gerbang hitam yang lumayan berat, dan menguncinya kembali.  Ia begitu mantap melangkah untuk mengawali hari Jum’at yang InsyaAllah sangat berkah, menuju stasiun terdekat.  Perjuangannya masih panjang untuk sampai di kantor.  Mulai dari menyeberang jalan raya dua arah yang begitu ramai, berjalan kaki berebut jalan dengan pengendara sepeda motor dan mobil, antrian tap masuk stasiun yang begitu panjang, hingga berkali-kali berusaha masuk kereta, namun selalu tidak berhasil.  Tubuh kecilnya begitu mudah terhuyung ketika ada ibu-ibu yang menyerobot masuk memaksakan diri ke kereta.  Ia tidak menyerah.  Ia menempatkan posisi tepat di depan pintu kereta, berdiri paling depan.  Kereta berikutnya akhirnya datang, tubuh kecilnya akhirnya bisa masuk dan berdiri di tengah kerumunan ibu-ibu.

Penumpang Commuter Line

Alhamdulillah.  Tapi, perjuangannya betul-betul masih menguji kesabaran, rambut orang yang tanpa ampun bergerak-gerak dimukanya sehingga menimbulkan rasa gatal dan sulit bernapas, tangan yang sama sekali tidak bisa digerakkan karena saking rapatnya penumpang, dan dadanya yang berkali-kali kena sikut ibu-ibi yang berdiri di serong kirinya.  Sepanjang perjalanan hanya dzikir Al-Matsurat yang sudah di hafalkannya sejak bangku SMA lah yang lumayan mampu meredam itu semua.  Ia mencoba memusatkan diri tenggelam dalam dzikir tanpa henti sambil mengingat kata kata bijak tentang kesabaran hingga tiba di stasiun tujuannya.  Suasana riuh kembali menyapanya tatkala antrean tab kartu lebih panjang dari stasiun keberangkatannya tadi.  Setelah berhasil keluar dari stasiun, ia masih harus berdesak-desakan di dalam metromini untuk benar-benar sampai di kantornya.

Hembusan nafas panjang keluar dari mulutnya.  Ia sudah sampai di depan gedung bertingkat lima di depannya.  Wajahnya semakin pucat, perpaduan dari grogi dan lelah menjadi penjuang lalu lintas ibu kota.  Ia melihat jam di tangan kirinya, belum terlambat.  Ia kemudian melangkah memasuki pelataran gedung. Hatinya bergejolak kembali, “Akankah pemandangan ini akan terus menemaninya setiap pagi?”. Huftt. Pemandangan yang akan membuat siapapun merasa iba.  Keluarga pasien yang duduk berjejer di ruang tunggu, tikar dan bantal yang masih berantakan, suara satpam yang kembali mengingatkan mereka untuk berbenah dan tidak duduk di lantai, ratusan pasien dengan berbagai penyakit yang membuat mata rasanya tidak ingin sedikitpun melihat karena tidak terbayang bagaimana rasa sakit yang mereka derita. Kursi roda, tongkat, selang-selang di hidung mereka, perban di kepala dan tangan mereka, lembaran kertas di tangan mereka, map rontgent,  aaahhhhhh.

Kepala Naya berdenyut, namun ia tetap melangkah.  Sesampainya di depan lift, ada seorang satpam berjas hitam dengan ramah menyapa setiap pengunjung yang datang.  Suasana hatinya agak baikan mendapat senyuman pertama pagi ini.  Ia menekam tombol menuju lantai lima.  Hatinya kembali berdesir, merapalkan doa kembali, semoga lancar.

Setibanya di kantor, ia bahkan tak berani langsung duduk di bangku kerja yang telah ditunjukkan atasan barunya seminggu sebelumnya.  Ia lebih memilih menunggu d kursi panjang untuk tamu sambil menunggu kedatangan sang atasan baru.  Ia tertunduk.  Lantunan ayat-ayat Asy-Sharh kembali diulang-ulang oleh bibirnya, memohon kelancaran dan kemudahan untuk pekerjaan barunya.  Lalu lalang orang keluar masuk tanpa satupun yang peduli padanya.  Ia terus berdoa, kemudian suara lembut menyapanya, “Naya ya? Yuk langsung ke meja kamu, biar mejanya segera berpenghuni”.  Naya langsung tersenyum, mengangguk, berdiri dan mengikuti wanita paruh baya yang tadi mengajaknya berbicara.

“Saya sudah mengajak kamu ke sini kan ya Nay sebelumnya?” (sambil menunjukkan bangku yang sudah lengkap dengan perkakas kantornya).

“Sudah…Dok..”, jawabnya singkat

“Oke, di ruangan ini rame Nay orangnya, nanti kenalan sendiri ya…Saya ada tindakan nih bentar lagi, hari ini kamu rapiin aja ya surat masuk sambil kamu buka-buka folder pendaftaran blog di komputer.  Saya sampe sore kayanya, nanti jam pulang langsung pulang aja ga usah nunggu yang lain pulang. Oke Nay? Saya tinggal ya….”

Deg. Dalam hati Naya, “welcome to Jungle Nay”.  Disuruh kenalan sendiri sama orang-orang baru, sesuatu yang sulit baginya. Ia pun melihat keadaan sekitar, semuanya sibuk, tidak peduli.  Tiba-tiba ia merasa….di lingkungan asing, kesendirian menyergapnya, gelap….



This post first appeared on Komunitas Pelaku Bisnis Online, please read the originial post: here

Share the post

Kata Perjalanan

×

Subscribe to Komunitas Pelaku Bisnis Online

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×