Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Sebuah Pertemuan

Tags: kamu bisa tahun

“Hei, Tamara!” 

“Hei, Ri!” sapanya membalas sapaanku.

“Masuk! Aku kenalkan teman-temanku. Kamu nanti santai saja. Mereka orang baik-baik. Kamu bebas mau cerita apa saja. Mereka juga sama senasib dengan kita,” ajakku.

“Benarkah?” Wajahnya terlihat penuh ketertarikan.

“Ya. Tentu saja. Tidak mungkin kan aku masukin kamu ke kandang singa?” candaku.

Tamara tertawa. Kubawa dia masuk dan bertemu teman-temanku.

“Guys, ini Tamara yang kuceritakan waktu itu,” kataku memperkenalkan Tamara.

“Tamara kepanjangan. Manggilnya susah. Aku panggil Ara saja ya?” pinta Putri.

“Itu namanya Putri,” kataku seraya menunjuk Putri. "Satu-satunya perempuan di sini selain kamu."

“Hei, aku nggak dikenalin nih? Aku juga mau kenalan. Aku Beni.” Beni mengulurkan tangannya.

“Hei, aku Tamara." Tamara menyambut uluran tangan Beni. 

"Jadi gimana boleh panggil Ara?" tanya Putri.

"Boleh. Aku tidak keberatan. Sepertinya terdengar lebih akrab.”

“Ra, aku penasaran dengar cerita versi kamu. Ari kalau cerita sepotong-sepotong. Nggak seru,” cerocos Putri protes.

“Mau mulai darimana?” tanya Tamara.

“Duduk dulu sini. Relaks dulu baru cerita dari awal!" seru Beni.

 Tamara pun duduk di samping Putri.

"Kami penasaran dengan awal mula kamu sadar memiliki kemampuan kamu sekarang. Karena masing-masing kita pasti berbeda kisahnya,” celetuk Putri.

“Aku baru sadar punya kemampuan ini tiga Tahun yang lalu. Semenjak tiba-tiba Bisa merasakan kehadiran kasat mata waktu memejamkan mata dan ada orang yang bertanya apa aku bisa melihat makhluk astral.”

“Maaf ya aku potong. Kamu dulu waktu kecil nggak merasakan apa-apa? Soalnya aku juga baru beberapa tahun terakhir bisa merasakan tapi sebenarnya sudah dibangunkan berkali-kali. Emang dasar akunya yang bandel nggak ngerti-ngerti di kode alam. Beda sama Beni dan Ari. Kalau mereka sudah bisa melihat dari kecil. Gara-gara ketemu dua makhluk ini aku jadi tambah ngerti soal beginian.”

“Kita sama, Put. Kalau dipikir-pikir sebenarnya aku mulai terasa sudah dari SMP. Cuma dulu aku nggak paham dan nggak ada yang kasih tahu kalau proses yang dilewati itu namanya spiritual awakening. Proses awakeningpertama yang gagal itu terjadi tahun 2005. Aku disentil semesta dengan putus cinta dan suasana keluarga yang tidak kondusif. Aku mimpi aneh dan sering terjadi. Aku depresi, emosionalku kacau, aku sering menangis sendiri di depan cermin. Tapi aku ingat dulu pernah sih tiba-tiba takut lihat cermin karena sekilas seperti ada perempuan rambut panjang lewat menatapku. Aku pikir itu semua karena gejala depresi alias halusinasi apalagi kepalaku sering pusing. Aku pikir itu mungkin efek luka jahitan di kepalaku waktu kecil. Tapi anehnya pusing itu tidak hilang meskipun aku minum obat. Kalau kuingat-ingat pusing yang luar biasa itu terjadi waktu mau ada gempa di Bantul. Intensitasnya meningkat ketika mendekati kejadian itu. Awakening kedua yang gagal tahun 2010. Lagi-lagi gara-gara putus cinta. Aku disentil lagi. Di tahun itu aku sering jatuh sakit, pusing yang tidak hilang meskipun diobati. Aku sering de javu. Tapi waktu itu aku tidak bisa merasakan kehadiran makhluk astral. Tahun 2010 akhirnya pusing kepalaku terjawab dengan letusan gunung Merapi dan di tahun itu sebenarnya ada yang meng-invite-ku untuk ikut prana healing. Aku tidak tahu sama sekali dan tidak tertarik sama sekali waktu itu. Bagiku aneh dan tidak logis. Barulah mulai di tahun 2015 kejutan demi kejutan terjadi. Tidak main-main cara semesta membangunkan kesadaran spiritualku. Jatuh bangun urusan pekerjaan ditambah segi kesehatan. Sisi emosionalku benar-benar dikuras. Apa yang kutakutkan menjadi bumerang untukku karena mau tak mau aku harus menghadapi shadow work-ku. Tahun 2018 sentilan itu tampaknya sedikit berhasil karena bantuan sebuah video yang memanduku. Aku baru tahu itu namanya proses spiritual awakening. Aku sering terbangun jam 2-4 malam, sering mimpi menjadi kenyataan, tiba-tiba sering melihat kata-kata motivasi di lirik lagu yang kudengar, tulisan di belakang truk yang related dengan keadaanku, membaca buku persis seperti ceritaku dan satu per satu semua terasa begitu berurutan. Tahun 2019 tampaknya aku semakin sensitif. Tiba-tiba aku bisa merasakan energi negatif di sekitarku. Ketika ada tamu atau orang yang datang akan terasa dingin atau berat. Aku juga mulai mencium aroma yang tidak biasa. Kehadiran makhluk low vibration itu akan muncul waktu aku berada di vibrasi rendah saat aku ketakutan, down, kecapekan. Aku mulai menyerap emosi orang-orang di sekitarku. Lalu seseorang mengatakan aku seorang empath. Tahun 2020 terasa berat banget waktu awal covid menyebar karena orang yang ketakutan, cemas, khawatir energinya terakumulasi menjadi satu. Di saat itu juga aku terasa disuruh melepaskan pekerjaanku. Aku disuruh pindah ke tempat yang baru tapi aku masih denial. Sampai akhirnya pekerjaanku berantakan dan aku bertemu banyak orang sepertiku di luar sana. Bersama mereka aku berkembang dan menjadi orang seperti sekarang.”

“Aku tahu rasanya. Proses itu memang berat. Ketika jatuh ke dark night of the soul kita harus kehilangan orang yang kita sayang, kehilangan sesuatu yang spesial, jatuh bangun gedubrakan berjuang berdiri menata kehidupan sebelum kita sadar akan mendapatkan gift ini.”

“Ya, Put. Memang tidak enak dan harus ada yang dikorbankan sampai akhirnya semesta memberikan gift ini pada kita."

“Semenjak jadi sensitif pasti tidak enak saat purnama, gerhana, mau gunung meletus, mau gempa dan gejala alam lainnya badan rasanya tidak karuan. Iya kan?” tanya Putri.

“Ya, benar. Ternyata kalian juga merasakannya. Aku pikir hanya aku saja.”

“Kita semua merasakannya. Karena kita sudah terhubung dengan alam. Cuma karena kita sudah lama terbangun kita sudah tahu cara mengantisipasinya. Salah satunya jadi vegetarian. Itu sangat membantu mengatur emosional kita.”

“Aku senang bertemu kalian. Ini mungkin pertama kalinya aku bicara panjang lebar tentang proses kebangkitan spiritualku dengan orang di dunia nyata. Biasanya saat aku cerita temanku pasti bilang aku halusinasi, ketempelan jin, terlalu banyak nonton film, keseringan baca buku klenik dan lain sebagainya.”

Beni tertawa. “Kenapa kamu tidak bergabung dengan kita? Menjadi konsultan healer di sini, membantu orang-orang healing. Pengalaman dan kemampuanmu bisa menjadi nilai plus untuk memotivasi orang yang sedang melalui perjalanan spiritual awakening.”

“Aku sebenarnya ingin tapi aku terikat kontrak dengan perusahaan. Sepertinya aku tidak bisa dan tidak percaya diri untuk melakukannya. Aku tidak memiliki backgroundpendidikan psikologi dan aku introvert.”

"Sepertinya kamu masih belum healing dengan sempurna, Ra. Chakra kamu belum seimbang. Aku bisa bantu kalau kamu mau," canda Beni.

"Ini kamu lagi cari klien ceritanya? Aku harus bayar jasa konsultasinya juga?" canda Tamara yang membuat semua tertawa.

“Kamu itu sebenarnya punya kemampuan tapi butuh jam terbang dulu. Ini peluang, ini kesempatan. Tapi kalau kamu tidak mau kami juga tidak bisa memaksa. Aku punya sedikit saran untuk mengembangkan kemampuanmu. Mulailah dari hal kecil posting sesuatu yang muncul dari intuisimu di sosmed. Karena dari hal kecil itu siapa tahu kamu membantu seseorang yang sedang butuh. Kamu menarik energi mereka untuk membaca postingan kamu dan secara tidak langsung menguatkan mereka,” jelasku memberi masukan.

“Kata-kata dari intuisi? Apa semacam yang muncul di kepala lalu saat kesadaran kembali jadi bingung kok bisa menulis seperti itu. Itu maksudmu?” tanya Tamara.

“Ya, benar. Karena kata-kata itu munculnya tiba-tiba, tidak bisa dipaksa, sewaktu-waktu muncul begitu saja dan ketika sadar wow kok ini bukan aku banget. Seperti ada orang lain yang menulisnya bukan kita,” tambah Putri.

“Hmm, masuk akal. Kalau kamu Put kejadian apa yang membuatmu awakening?” Giliran Tamara yang bertanya pada Putri.

“Hubungan toxic, keluarga KDRT broken home, masalah perekonomian. Bertubi-tubi hancur-hancuran dan hampir mati. Kira-kira itu garis besarnya,” jawab Putri.

“Sepertinya pemicumu lebih besar dariku,” ujar Tamara.

“Ya aku bilang kan tadi aku disentil nggak ngerti-ngerti. Harus ada sesuatu yang besar untuk menyadarkanku."

"Lalu hasilnya setelah disentil apa?" tanya Tamara.

"Aku jadi bisa reiki dan channeling," jawab Putri.

"Wow, sepertinya itu akan sangat menguras energi," celetuk Tamara.

"Kalau kita tahu cara mengaturnya, tahu batasan kemampuan kita nggak akan begitu menguras energi kok. Kecuali kalau kita terlalu memaksa keadaan bisa jadi persoalan lain," kataku menjelaskan.



***

 




This post first appeared on CERPENIK, please read the originial post: here

Share the post

Sebuah Pertemuan

×

Subscribe to Cerpenik

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×