Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kamu Tidak Sendiri



"Hei! Kenapa sendiri?" tanyaku mendekati seorang wanita yang memesan kelapa muda.
"Sendiri lebih baik," jawabnya.
"Boleh aku temani?" Aku menawarkan diri seraya memesan kelapa muda juga.
"Silahkan jika tidak bosan denganku," jawabnya membuatku terkejut dengan statmennya.
"Ari."
"Tamara."
"Memangnya kamu membosankan?" tanyaku.
"Memangnya kamu tertarik?" tanyanya balik.
"Aku akan mendengarkan apa saja. Karena kulihat kamu sendirian tidak ada teman. Tidak bergabung dengan yang lain?"
"Ya. Kurasa ini yang terbaik untukku. Karena aku hanya akan jadi bahan candaan mereka," ungkapnya.
"Tapi tidak untukku. Percayalah." Aku mencoba membuatnya percaya.
"Kenapa aku harus percaya?" tanyanya.
"Ada nenek-nenek di sebelah kamu," kataku seraya menunjuk belakangnya.
"Rambut putih? Keriting? Kuku panjang?" tanyanya memberondong.
"Perfect."
"Wow. Kamu juga bisa?" tanyanya seolah tak percaya.
"Ya samar-samar. Sudah percaya? Ceritalah! Aku akan mendengarkan," kataku membuatnya tersenyum.
"Nenek itu salah satu yang kuceritakan pada temanku. Lalu mereka mengatakan aku halusinasi."
"Ya itu wajar. Tidak semua orang bisa menerimanya. Pasti mereka tidak akan percaya karena mereka tidak bisa melihatnya. Lain Jika Kau berbicara dengan orang yang sama-sama bisa melihat atau merasakannya," jelasku.
"Ya kau benar. Dan akhirnya aku tidak mau bercerita lagi, aku mengambil jarak dengan mereka."
"Jadi kamu benar bisa melihat, mendengar atau merasakan?" tanyaku memastikan.
"Beberapa kali aku bisa lihat dengan sedikit jelas tapi aku berdoa pada Tuhan agar tidak diperlihatkan. Kadang sesekali dalam bentuk bayang-bayang membentuk siluet. Sekarang lebih sering bau-bauan atau getaran."
"Wow." Aku takjub. Baru kali ini aku bisa menemukan seseorang yang memiliki kemampuan di mimpiku.
"Ketika aku berada di keramaian emosiku tak terkendali. Padahal aku merasa baik-baik saja tapi entah emosi milik siapa yang kuserap. Tiba-tiba dadaku tercabik, kepalaku pusing, badanku mudah lelah, terasa pegal dan aroma-aroma aneh sesekali bersliweran. Rasanya seperti orang gila yang mau mengamuk, berteriak untuk melegakan tapi yang terjadi kadang tiba-tiba menangis tanpa sebab. Awalnya aku nggak tahu sampai ada orang yang bilang kalau aku seorang empath."
"Pasti itu sangat sulit untukmu."
"Ya sulit sekali karena ledakan emosi itulah kehidupan percintaanku, pertemananku tidak pernah baik. Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Jika aku tidak bisa membentengi diriku maka aku akan menyerap emosi mereka dan jika aku sudah terlanjur menyerap butuh berhari-hari untuk mengembalikan kondisiku ke posisi semula."
"Seperti saat makhluk low vibe menyerap energi? Aku tahu rasanya. Memberikan mereka makanan dari ketakutan kita," kataku.
"Kadang aku tidak menginginkan ini. Tidak enak ketika kita tahu orang lain berbohong pada kita, suka membicarakan kita, benci dengan kita. Tidak enak jika kita bisa membaca orang yang mendekati kita hanya untuk tujuan tertentu. Tidak enak kita dipandang aneh hanya karena tidak bertindak seperti orang lain. Sangat tidak enak karena jatuhnya over thinking di diri kitaSangat tidak baik untuk kesehatan mental. Itu semua yang membuatku lebih nyaman sendirian. Karena kita tidak harus menyerap energi orang lain, tidak harus tahu siapa yang berbohong atau menjahati kita."
"Kau tahu tidak semua orang dititipi kemampuan itu. Setiap orang di dunia ini pasti punya tujuan masing-masing saat diciptakan. Kamu tidak bisa menyalahkan takdirmu. Kamu juga tidak bisa menolak takdirmu. Tuhan selalu punya rencana mengapa kau dipilih."
"Sebenarnya menyenangkan dengan kemampuan ini bisa membantu orang yang meminta bantuan pada kita untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi aku hanya merasa kadang ada energi yang luar biasa mengacaukan mood. Terutama saat ada orang yang mau meninggal di sekitar. Aroma daun pandan menyengat dan membuatku gelisah sulit tidur. Lagi-lagi letupan perasaan yang tak beraturan dan susah dikendalikan. Sesekali ada rasa takut mencekam."
"Mungkin mereka ingin bicara padamu. Mungkin mereka ingin minta tolong."
"Aku tidak mau."
"Kau bisa menolaknya sekarang. Tapi saat nanti waktunya tiba kau tidak bisa menolaknya lagi. Kemampuan itu suatu saat akan digunakan pada saatnya harus digunakan. Itulah mengapa Tuhan menitipkanmu kemampuan itu."
"Benarkah?"
"Aku tahu perasaanmu. Sama halnya orang sepertiku yang awalnya menolak sampai akhirnya aku harus menolong orang yang masuk ke dalam mimpiku. Jika tidak aku hanya akan mendapatkan kesialan karena berusaha menghindar dari takdirku."
"Kamu?"
"Aku ingin membantumu. Kau salah satu orang yang muncul dalam mimpiku."
"Benarkah?"
"Ya. Ada sedikit rasa penasaranku boleh aku bertanya adakah di keluargamu yang punya kemampuan itu?"
"Aku tidak yakin mungkin ayahku, kakekku," jawabnya.
"Mungkin memang turun temurun. Setelah aku tahu permasalahanmu dengarkan baik-baik saranku ini. Kamu tidak sendirian. Kamu akan menemukan orang-orang yang bisa memahamimu. Teman yang mendengarkanmu tanpa menertawakanmu. Seiring berjalannya waktu kamu akan memanggil teman-teman sefrekuensimu. Aku salah satu temanmu itu. Kau bisa bercerita kepadaku jika mau. Jika kau tidak menemukan teman kau masih punya keluargamu. Berceritalah tentang apa yang kau rasakan. Kau bilang ayahmu juga bisa pasti beliau bisa mengarahkan kamu."
Tamara tersenyum.
"Dan jika kau bilang kisah percintaanmu tidak pernah baik itu salah karena dia yang datang bukan orang yang tepat. Kau tahu jodoh itu cerminan dirimu. Jika kau memiliki kemampuan seperti itu, maka jodohmu pun sama memiliki kemampuan yang tidak jauh dari kemampuanmu. Sehingga kalian berdua akan saling memahami, saling menerima, saling melengkapi. Tapi itulah bagian tersulitnya karena kamu harus menunggu. Orang itu akan datang dengan petunjuk di mimpimu, berkonspirasi dengan alam semesta. Kau akan didorong untuk menemukannya. Awalnya hanya berbentuk siluet tapi semakin lama akan membentuk wajah dan tubuh fisiknya akan ada di depanmu. Semua akan datang saat kau sudah bisa melepaskan masa lalumu. Benar-benar bersih, tidak menyimpan kebencian maupun penyesalan di hatimu. Bagaimana pun itu jangan menyerah. Sepertiku yang dituntun beliau untuk bersabar, kau juga harus bersabar."
"Kau tahu aku sangat senang. Aku sangat terbantu. Aku sudah lama tidak menemukan teman bicara. Thank you."
"Aku juga senang jika bisa membantumu."
"Ari tadi namamu Ari kan?"
"Ya aku Ari."
"Boleh minta kontakmu. Siapa tahu aku butuh bantuanmu lagi."
"It's okay. Sekarang kita adalah teman. Jika kau tak keberatan akan aku kenalkan pada kawan komunitasku. Mereka adalah kita. Satu rasa, satu jiwa. Jika kau mau."
"Ok. Jika kau tak keberatan membawaku menemui mereka."
"Kau bisa menghubungiku jika kau senggang. Aku akan memperkenalkanmu."

Detak jam bergulir sangat cepat. Kelapa muda tersaji di depan seorang wanita yang sendirian. Ada seorang pria mendekati, menggoda. Wanita itu menepisnya dan berlalu setelah membayar meninggalkan pesanan kelapa mudanya. Pria itu memanggil si wanita. Tamara. 09.11.

Kulihat jam dinding menunjukkan angka 09.10. Sebentar lagi sosok seorang pria akan mendekati Tamara. Persis saat jarum jam panjang menunjukkan posisi angka sebelas pria yang ada di dalam mimpi muncul. Sebelum menyapa aku berkata, "Maaf, Tamara sedang bersamaku." Tamara tak percaya aku melakukannya. Dia menahan senyumnya.
"Kau siapa?" Pria itu bertanya.
"Tamara teman baikku. Teman yang sedang butuh bantuanku," jawabku membuat Tamara mengucapkan terima kasih dengan gerak bibirnya.
Tamara pun akhirnya bersuara, "Ri, kita pergi saja. Kelapa mudaku sudah habis."
"Baiklah. Boleh aku antar pulang?" tanyaku membuat laki-laki itu kesal.
"Dengan senang hati," jawab Tamara seraya menarik tanganku meninggalkan pria itu.
"Siapa dia?" tanyaku.
"Hanya seseorang yang tidak perlu diperjuangkan," jawab Tamara.
"Oh, wow! Jangan bilang aku sedang merusak hubungan orang?" candaku. 
Tamara tertawa. "Santailah, Ri! Katanya mau antar aku balik," kata Tamara.
Nenek tua di samping Tamara tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama." 
"Kamu bicara sama siapa?" tanya Tamara seraya celingukan.
"Nenek-nenek di sampingmu."
"Hah, masih di sini?" 
"Masih. Beliau ingin memastikan kamu baik-baik saja," kataku seraya tersenyum.






-------------------------






This post first appeared on CERPENIK, please read the originial post: here

Share the post

Kamu Tidak Sendiri

×

Subscribe to Cerpenik

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×