Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Pembalasan


Cerita Sebelumnya Menghilang Lagi

Sudah hampir seminggu aku tak bertemu dengan Ergi. Terakhir saat dia muncul di sekolah sehari setelah kejadian tawuran. Hari dimana Sarah minta traktiran. Santer kabar beredar dia di skors satu minggu meskipun terbukti tidak bersalah di kantor polisi hanya karena salah tangkap. Sebenarnya tidak adil tapi keputusan pihak sekolah tidak bisa diganggu gugat. Ternyata sepi juga tidak ada Ergi di sekolah. Aku yang biasa diganggu tiba-tiba saja merindukannya.

“Cie, melamun,” goda Sarah.

“Apaan sih? Orang lagi mengunyah dibilang melamun,” tukasku.

“Din, nanti sore ada pertandingan basket lagi lawan SMA 34. Lihat yuk!” ajak Sarah.

“Hmm, bilang saja mau bertemu Kak Ali!”

“Jelas itu nomer satu. Mau ya? Hari ini free?” tanya Sarah seraya memainkan alisnya naik turun merayuku.

Aku mengabaikannya.

“Din, mau ya? Aku traktir es dawet Yu Darmi. Kan enak tuh siang-siang, panas-panas minum yang segar-segar,” rayu Sarah tak menyerah.

Aku tersenyum mengangguk. Bukan karena es dawet aku mengiyakan, tapi aku hanya ingin melihat apakah Ergi juga ikut bermain.

Sore hari aku dan Sarah stand by di lapangan basket. Sarah mengajakku mendekati Kak Ali. Tim basket sekolahku melihat kami. Dalam hati kami pasti dikira penghianat.

“Sarah kita dilihat anak-anak tuh!” Aku mencubit Sarah memberi kode.

“Biarlah. Yang penting aku bisa bicara sama Kak Ali,” tukasnya tak peduli.

Memasuki babak awal pertandingan. Semua pemain bersiap berjajar di tengah lapangan berhadapan dengan pemain lawan. Tim kami kurang satu orang. Tiba-tiba ada yang berlari dan mengisi pemain yang kosong. Nomer punggung yang sangat kukenal. Ergi.

“Tuh, anak bukannya masih di skors? Kenapa bisa ikut main?” celetuk Sarah. 

“Kamu masih kesal sama Ergi?” tanyaku tiba-tiba.

“Sedikit. Tapi biarlah dia sudah kena batunya.”

“Jahat banget kamu, Sar!”

Sarah cuma nyengir. Bukannya fokus ke permainan Sarah sibuk asyik mengamati Kak Ali. Teriakan defense begitu kencang dari pendukung sekolah kami. Skor sementara di menit kelima sekolah kami sudah tertinggal enam point.

“Pemainnya Kak Ali nomer 5 jago banget. Three pointdua kali berturut-turut,” pujiku membuat Sarah melirik karena nggak paham kata-kataku.

“Dia memang berbakat. Kemarin aku suruh ikut seleksi pemain tingkat provinsi,” balas Kak Ali.

Sarah menyenggolku kesal. 

“Kak Ali haus? Aku belikan minum ya?” Sarah sepertinya mencari perhatian.

“Nggak usah Sarah. Aku sudah bawa minum itu di dalam tas," kata Kak Ali menunjuk ransel hitam di belakangnya.

“Oh, begitu ya Kak.”

Sarah jadi salah tingkah.

“Kak, ini yang usul tanding siapa sih Kak?” tanyaku.

“Iya siapa Kak? Kami penasaran. Beberapa minggu yang lalu sekolah kami padahal sudah kalah,” tambah Sarah tidak mau kalah bertanya.

“Ada seorang yang datang ke sekolah memberikan surat tantangan. Anak itu nomer punggung 11.”

“Hah, Ergi?” Sarah tak percaya, aku pun begitu.

“Sepertinya dia tidak mau kalah begitu saja. Seminggu yang lalu tepatnya 2 hari setelah pertandingan dia menemuiku. Sepertinya dia salah paham terhadap sesuatu,” jelas Kak Ali seraya menatapku.

Aku jadi canggung dan panik. Semoga Kak Ali tak menceritakan kejadian itu saat aku pulang bersama Kak Ali.

“Dia memang begitu orangnya, Kak. Keras kepala, semaunya sendiri, menyebalkan,” celetuk Sarah mengomel tentang Ergi.

“Kita lihat saja nanti hasil pertandingan ini apakah dia bisa membuktikan perkataannya,” kata Kak Ali.

Tiba-tiba di tengah pertandingan Ergi menatapku sembari tersenyum. Ketika mendapatkan bola dia men-drible lalu memasukkannya. Dua point tambahan untuk sekolah kami. Akhirnya setelah pertarungan sengit alur permainan sekarang ada di sekolah kami.

“Sebentar ya,” kata Kak Ali pamit.

Ternyata Kak Ali sedang meminta time out.

Setelah time out kulihat wajah Kak Ali tegang karena skor sementara sekolah kami unggul berhasil menyusul ketertinggalan. Apalagi setelah Ergi berhasil mencetak three point. Entah mengapa hatiku mendadak girang melihat permainan Ergi hari ini.

Babak demi babak berganti sekolah Kak Ali tidak mampu menyusul skor. Hingga peluit akhir pertandingan berbunyi. Ergi terlihat sangat puas.

“Anak itu ternyata bisa membuktikan perkataannya,” puji Kak Ali.

Akhirnya aku, Sarah dan Kak Ali berjalan kaki ke jalan raya menuju pemberhentian angkot setelah pertandingan selesai. Kulihat Ergi dan teman-temannya konvoi melewati kami merayakan kemenangan timnya.

Sesampai di rumah tiba-tiba aku ingin menulis pesan ke Ergi. Setelah beberapa kalimat tersusun aku menghapusnya. Hingga aku beranjak tidur aku masih ragu. Ah, tidak jadi saja. Nanti dia pikir aku suka dia. Tiba-tiba ada pesan masuk dari Ergi.

Ergi

Din Din. Aku menang. Kamu tidak ingin mengucapkan selamat padaku?

Aku hanya tersenyum melihat pesan itu. Kutarik selimutku dan terpejam. “Selamat malam Ergi. Terima kasih sudah menang hari ini” kataku dalam hati.


--------------------------
To be continue










This post first appeared on CERPENIK, please read the originial post: here

Share the post

Pembalasan

×

Subscribe to Cerpenik

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×