Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Dilema Profesi Advokat diantara Probono dan Legal Aid

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwasanya Advokat wajib memberikan Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Terkait dengan upaya advokat memberikan bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu, dunia hukum mengenal sistem pemberian bantuan hukum secara Probono Dan Legal aid. 

Probono adalah "a very range of legal work that performed voluntarily and free of charge to underrepresented and vulnerable segments of society".  Bantuan hukum dalam konsep probono meliputi empat elemen, yaitu : 

1) Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum; 
2) Sukarela ; 
3) Cuma-Cuma; dan 
4) Untuk Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan. 

Kewajiban ini sebagai sebuah konsekuensi ethic profesi advokat Sebagai Profesi Terhormat (officium nobbile)

Sedang system Legal Aid merujuk pada pengertian "state subsidized", pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan hukum yang dibiayai negara (publicly funded legal aid) pertama kali ditemukan di Inggris dan Amerika Serikat setelah perang dunia kedua, sebagai bagian program pengentasan kemiskinan, dan sekarang berdasarkan berbagai konvensi menjadi kewajiban negara.


Berdasarkan uraian pengertian di atas, kiranya dapat dipahami bahwasanya probono dan legal aid adalah 2 (dua) konsep bantuan hukum cuma-cuma yang berbeda satu sama lain, meskipun demikian pelaksana dari kedua sistem tersebut adalah sama yakni mereka Yang Menjalankan Profesi ADVOKAT. 

Yang menjadi persolan pelik bagi para Advokat Indonesia adalah pada kenyataannya masyarakat dan pemerintah lebih menuntut dan mewajibkan Advokat untuk menjalankan konsep probono ketimbang konsep legal aid. Terlepas dari pengertian sebagai profesi terhormat atau konsekwensi dari suatu profesi, adalah suatu hal yang menyesakkan bilamana seorang Advokat lebih dituntut menjalankan peran "pengabdian" karena bagaimanapun kiranya harus dipahami bahwa pada kenyataannya tidak semua advokat berkehidupan dengan materi yang cukup. Masih banyak orang-orang yang menjalankan profesi Advokat, hidup dalam bergelimangan kemiskinan. Suka tidak suka, percaya atau tidak percaya, itulah kenyataan.


This post first appeared on ADVOKATKU, please read the originial post: here

Share the post

Dilema Profesi Advokat diantara Probono dan Legal Aid

×

Subscribe to Advokatku

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×