Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Gas Industri Murah Jika Kontrak Hulu Migas Dibenahi

Businessreview, Jakarta -Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Widya Yudha mengatakan, harga gas untuk industri bisa menjadi murah, jika pemerintah melakukan pembenahan kontrak hulu kontraktor migas. Pembenahan di hulu ini perlu karena menjadi penyedia sumber gas bagi industri.

“Pemerintah harus membuat kontrak hulu migas semenarik mungkin untuk investor,” ujar Ketua Bidang Sumber Daya Alam Partai Golkar ini, ketika menjadi salah satu narasumber dalam Forum Ketahanan Energi, pada Kamis (8/9) di Jakarta. Forum ini digagas oleh Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN),  dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Hadir dalam acara ini Plt Menteri ESDM Luhut Pandjaitan, Ketua IKAL Agum Gumelar, Ketua Umum KADIN Rosan Perkasa Roeslani, dan Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani.

Pembenahan tersebut, menurut Satya, antara lain bisa dilakukan dengan menerapkan skema bagi hasil sliding scale.  Dengan skema ini, maka ketika harga minyak naik maka pemerintah diuntungkan, karena mendapat bagian lebih besar.

Namun, ketika harga minyak rendah seperti sekarang, maka penerimaan negara bisa berkurang. Hanya saja, investasi untuk kegiatan hulu migas tetap berjalan, karena tetap bisa ekonomis untuk diproduksi.

Satya meyakini ketika harga minyak mentah di atas US$100 per barel misalnya, kontraktor migas tak keberatan pemerintah mendapat porsi lebih besar. Pasalnya, dengan mendapat porsi kecil saja, kontraktor migas sudah untung. “Tapi ketika harga minyak di bawah US$20 per barel, mendapat porsi lebih kecil, sehingga dengan begitu si kontraktor bisa bertahan dengan harga minyak di bawah.”

Sliding scale ini insentif untuk meningkatkan tingkat keekonomian. Kalau ini dibenahi, itu ada di tangan pemerintah,” ucapnya. Dengan tetap adanya kegiatan di hulu migas, maka dapat meningkatkan ketahanan energi nasional.

Adapun tentang ketahanan energi, Satya  mendefinisikan sebagai  ketersersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau serta ramah lingkungan. Ketersediaan  berarti kemampuan untuk memberikan jaminan pasokan energi.

Selain ketersediaan, ketahanan energi juga menyangkut daya beli yakni kemampuanuntuk menjangkau harga (keekonomian) energi. Juga, aksesibilitas yakni kemampuan untuk mendapatkan akses terhadap energi. Dan terakhir, tentu saja harus ramah lingkungan. “Ini berkaitan dengan pemanasan global, yang juga mempengaruhi kehidupan kita yang dampaknya sudah nyata kita rasakan,” tutur Satya, yang juga Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR ini.

Pada kesempatan tersebut,  Satya mengingatkan kembali bahwa Indonesia sangat bergantung pada sumber energi fosil, terutama pada bahan bakar minyak dan batu bara. Dengan pola konsumsi, dan ekspor batubara mengikuti trend selama ini dan bila tidak ada penemuan cadangan baru, maka akan terjadi defisit batubara pada tahun 2046.

Lalu, dengan cadangan terbukti minyak bumi 3,6 miliar barel dan produksi 288 juta barel, maka cadangan minyak bumi diperkirakan akan habis pada tahun 2029 (13 Tahun).  Sedangkan, dengan cadangan terbukti vas Bumi 100,3 TSCF dan produksi 2,97 TSCF, maka cadangan gas bumi diperkirakan akan habis pada tahun 2050 (34 tahun). Adapun ketergantungan pada minyak lainnya, sebagian besar membahayakan keamanan energi Indonesia karena pasar energi internasional tak terduga, misalnya lantaran ada kejadian ektrem atau lonjakan harga.

Bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan tersebut? Satya berpendapat tentang perlunya Perubahan Paradigma dalam membuat kebijakan energi. Perubahan paradigma pertama adalah dari basis pendapatan menuju basis pertumbuhan ekonomi (revenue based to economic growth based). Artinya, perubahan paradigma dalam pengelolaan energi dari melihat komoditas hanya untuk mencari uang menjadi modal untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi.

Jika paradigma tersebut berubah, maka sumber energi akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, mendukung dan memperkuat industri dalam negeri, dan sumber energi tidak diekspor dalam bentuk mentah.

Perubahan paradigma kedua adalah industri mengikuti konsep energi (industry follows the energy concept). Artinya, perubahan paradigma yang membuat multiplier effect yang lebih besar, dengan berubah dari global value change menjadi national value change.

Perubahan paradigma ketiga adalah konversi minyak ke gas bumi. Cara antara lain dengan menggunakan gas alam untuk mengurangi ketergantungan pada batubara, dan minyak sampai alternatif bersih menjadi skala yang lebih besar untuk masa depan yang lebih rendah karbon.

Lalu, menjalankan peta jalan konversi BBM ke BBG dengan membangun infrastruktur yang dibutuhkan. Cara lainnya, dengan penggunaan BBG untuk nelayan (1 tabung 3kg senilai Rp20 ribu sd Rp25 ribu dapat digunakan 3 hari atau setara 6 liter senilai Rp54.000 sd Rp.60.000). Kemudian, pemanfaatan CNG untuk city gas. Serta, penggunaan BBG untuk transportasi, dengan memberikan insentif untuk kendaraan berbahan bakar gas . Maka, konsumen dapat berhemat karena harga BBG hanya Rp4100 per liter setara premium



This post first appeared on Rekomendasi Bisnis Internet : Rekomendasi Bisnis Online Yang Menguntungkan, please read the originial post: here

Share the post

Gas Industri Murah Jika Kontrak Hulu Migas Dibenahi

×

Subscribe to Rekomendasi Bisnis Internet : Rekomendasi Bisnis Online Yang Menguntungkan

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×