Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Mencari Logika Reformasi Birokrasi

Tags: organisasi
Saya membacanya di blog Catatan Praktek Perpajakan dan ternyata artikel ini dibuat oleh Meuthia Ganie-Rochman, dimuat oleh metronews tanggal 10 Juni 2010. Berikut saya copas kesini, supaya kita memahami logika reformasi birokrasi Direktorat Jenderal Pajak :)

Apa arti organisasi bagi suatu bangsa? Seberapa besar bangsa Indonesia memandang penting pengetahuan yang berkaitan dengan organisasi: struktur yang berkaitan dengan gagasan tentang tujuan yang ingin dicapai organisasi, logika pengorganisasian, model-model yang sesuai dengan wilayah sosialnya.

Harus diakui bahwa kita tidak terlalu memandang nilai strategis “organisasi”. Hal ini agak ironis karena setelah reformasi 1998 kita menginginkan banyak perubahan, terutama di sektor publik. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai sikap kita ini. Namun, saya hanya menyebut dua.
Mengapa pengetahuan suatu bangsa tentang organisasi sangat penting? Kebanyakan orang Indonesia memahami organisasi sebagai penting dari sudut efisiensi pengelolaan sumber daya. Ini pandangan yang dipengaruhi pengetahuan generik dari ilmu manajemen konservatif. Padahal, apa yang perlu diatur suatu organisasi jauh lebih banyak dimensinya. Apalagi dalam konteks keragaman kelompok masyarakat yang ada di Indonesia dan menginginkan tata kelola yang tidak koruptif, dan saat standar kinerja, profesi, batasan publik dan privat sering kabur.

Organisasi dalam konteks demikian harus berhadapan dengan pola-pola resistensi, jaringan kepentingan internal dengan aktor eksternal, dan mencari jalan agar bagaimana pihak-pihak yang berada di luar organisasi dapat dimanfaatkan untuk mengelola perubahan internal. Dengan demikian, makna transparansi dan akuntabilitas, dua prinsip yang sudah dianggap mantera bagi pembaharuan organisasi, akan lebih kontekstual.


Bisa dibayangkan bahwa organisasi di wilayah yang berbeda akan menghadapi situasi yang berbeda. Organisasi birokrasi berbeda dari nilai strategik sumber daya yang dimilikinya. Ada yang letaknya pada wewenang pengumpulan finansial dari masyarakat, ada yang terletak pada pemberian sanksi seperti pada lembaga-lembaga penegak hukum, atau ada yang pada weweangnya memberikan perizianan.

Hal ini saja sudah menggambarkan pada titik mana dalam organisasi tersebut serta aktor apa yang mempunyai posisi strategis. Nilai strategis di lembaga penegak hukum bersifat deliberatif dan lebih tergantung personal pejabat publiknya. Jenis nilai semacam ini lebih sukar diberi ukuran-ukuran obyektif karena itu paling sukar dilakukan pembaharuan.

Pada lembaga publik yang berhubungan dengan pajak, pembaharuan organisasi dengan menggunakan standar memang lebih mudah. Akan tetapi, karena berada dalam wilayah kepentingan individual, faktor keinginan untuk melakukan negosiasi dari anggota masyarakat akan lebih besar.


Indikator yang paling mudah adalah jika kita pergi ke toko-toko buku besar utama. Adakah bisa kita dapatkan satu buku yang membahas suatu organisasi di Indonesia dari sudut struktur, fungsi, tujuan, tekanan dan distorsi, model penanganan sumber daya organisasi, perkembangan struktur dan sebagainya yang menjadi pengetahuan sistematik? Yang kita temukan adalah buku tentang berbagai organisasi besar atau fenomenal di Indonesia, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Partai Keadilan Sejahtera, baik dari sudut sejarah pendiriannya, misi atau kecenderungan ideologis pimpinannya.

Indikator yang kedua adalah dalam begitu banyak proyek dan program yang dikelola pemerintah, masyarakat atau donor, pengembangan organisasi dari semua yang akan menjalankannya adalah aspek yang sering dilupakan. Namun, kita bisa menyebut sedikit pengecualian, yaitu pada pembangunan/reformasi organisasi pada Kementerian Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sedangkan nilai strategis pemberi lisensi lebih kecil karena sangat mudah distandardisasikan serta anggota masyarakat masih menemukan cara untuk “tetap melakukan” tanpa kelengkapan izin. Ini salah satu alasan berkembangnya sektor informal. Kesulitan yang dialami anggota masyarakat bagi yang membutuhkan lebih terletak pada banyaknya komponen dan kelambanannya.

Reformasi di Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak yang dianggap berhasil, menunjukan kombinasi yang tepat antara skema pembaharuan dan kepemimpinan. Skema memperhitungkan komponen pembaharuan yang dianggap krusial yaitu titik transparansi sebagai kontrol eksternal, kontrol internal, dan reward system.

Teknokrasi sistem (standar, komponen, prosedur dan sebagainya) dibuat terbuka, sehingga menyulitkan penyembunyian informasi. Kasus pelanggaran melalui jalan peradilan pajak, di satu sisi, menujukkan bahwa reformasi harus berlanjut meliputi institusi terkait yang makin luas. Namun, disini lain, bisa dikatakan pelanggaran itu menujukkan keberhasilan reformasi internal karena pelanggaran “ditarik ke luar” ke wilayah tempat ketidakpastian berada.

Satu hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menarik energi luar untuk ikut dalam proses pembaharuan internal adalah mengidentifikasikan dengan tepat orientasi dan kapasitas kelompok di luar organisasi yang potensial. Untuk lembaga peradilan misalnya, keterbukaan dalam pertimbangan hakim hanya menarik atau sejalan dengan kepentingan sebagian kecil orang. Dengan demikian, tidak dapat diharapkan tekanan dari masyarakat sipil dari segi skala. Yang berminat adalah organisasi yang mampu memahami, seperti perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil reformasi hukum/bantuan hukum.

Namun, kapasitas organisasi ini terbatas, antara lain, dari sudut sumber daya. Karena itu transparansi sektor peradilan tidak akan banyak bisa dilakukan oleh kekuatan masyarakat sipil, melainkan harus dilekatkan pada sistem kelembagaan negara, antara lain mengaitkan data base para hakim dengan sistem promosi. 

Contoh lain ada pada lembaga pelayanan publik. Melibatkan kontrol masyarakat pengguna tidak boleh bersifat terlalu teknokratis. Sistem kartu penilai dengan melibatkan perhitungan dari lembaga independen bisa diletakan pada skema promosi jabatan.

Meuthia Ganie-Rochman
Dosen FISIP Universitas Indonesia
thank you for listening me... :)


This post first appeared on I Am Happy Being Me...., please read the originial post: here

Share the post

Mencari Logika Reformasi Birokrasi

×

Subscribe to I Am Happy Being Me....

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×