Ponpes Tersebut berada di pinggiran kota Semarang dan disekitarnya masih terlihat asri karena berada di kawasan yang masih rimbun oleh pepohonan. Tidak terlampau banyak memang anak-anak yang nyantri disitu.  Meski demikian bukan berarti tidak terlalu banyak masalah yang ditemui.  Justru dari fenomena yang dapat ditangkap ternyata ponpes kebanyakan dijadikan ajang penggemblengan anak-anak yang bermasalah.

Dari luar ruang pintu manajemen terdengar ketukan pintu diiringi ucapan salam.  Terlihat seorang paruh baya bersama seorang anak yang masih muda berumur kira-kira 17 tahunan masuk ruangan.  "Monggo Pak Haji, silahkan duduk", manajer ponpes tersebut menyambut tamu yang baru datang tersebut.  Setelah bincang-bincang sekian lama, kemudian dua orang tamu tersebut keluar ruangan. Setelah memastikan kedua tamu tersebut berlalu, manajer ponpes tersebut ngomong ke saya "Anak-anak sekarang banyakan dimanja orang tuanya.  Nggak naik kelas malah minta dinaikkan, pakai bersedia bayar uang bangku segala.  Akhirnya dia pindah ke Jepara, katanya di situ bisa naik kelas".

Satu masalah berakhir, datang masalah lainnya.  Kali ini kasusnya berbeda, anak yang terancam dropout gara-gara sering membolos.  Dengan didampingi orang tua dan seorang guru anak itu menangis tersedu-sedu di ruang manajemen tersebut.  Beruntung saja manajer pondok pesantren tersebut masih baik hati.  Melihat latar belakang dia yang pernah mengalami masalah yang sama di sekolah sebelumnya, anak tersebut cuma diberi surat peringatan pertama.  Mungkin pandangan dari pihak sekolah ia masih bisa diperbaiki sehingga tidak diberi hukuman yang terlampau berat.

Mungkinkah ada lagi anak bermasalah di esok hari.  Kita lanjutkan lagi kisah berikutnya.