Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Mammoth Cave, Gua Batu Gamping Rumah Para Fosil


Travel Blog by Tiket.com


Mammoth Cave, Gua Batu Gamping Rumah Para Fosil
Posted: 18 May 2017 12:07 AM PDT

Margaret River selama ini kita kenal dengan wine atau coklatnya yang nikmat. Tapi, ternyata wilayah yang terletak terletak 300 km ke selatan Perth, tidak cuma soal itu. Margaret River memiliki lebih Dari 150 gua yang berada di bawah Hutan Karri dan Taman Nasional Leeuwin Naturaliste. Salah satu dari ratusan gua tersebut adalah Mammoth Cave.
Memasuki Margaret River, kebun anggur terhampar di kanan-kiri jalan. Kadang-kadang, terlihat padang rumput di mana kita bisa melihat para kanguru asyik berteduh di bawah pohon rindang. Hingga tiba di wilayah Caves Road, Forest Grove, di mana Mammoth Cave berada.
Ketika mendengar kata "mammoth", saya—mungkin juga kalian—langsung berpikir pada hewan bernama sama yang hidup sekitar 5 juta tahun lalu, dan kini sudah punah. Ya, hewan besar yang masih keluarga dengan gajah, berbadan besar, dengan taring yang sangat panjang. Singkat kata, saat mendengar nama Mammoth Cave, saya sudah membayangkan ini adalah sebuah gua yang sangat besar. Dan benar saja.
Mammoth Cave adalah gua yang terbentuk dari batu gamping sepanjang 500 m dengan kedalaman 30 m. Dari jauh saja, saya sudah bisa merasakan kemegahan gua ini. Kemudian, ketika memasuki mulut gua besar, berjalan di atas jalan setapak dari kayu yang terangkai ke penjuru gua, keindahan Mammoth Cave semakin jadi. Banyak stalaktit dan stalakmit terbentuk di dalam gua. Seperti tirai indah—hanya saja ini dari bebatuan.
Sempatkan diri untuk melihat dari dekat—tapi jangan menyentuh apa pun—, dan kita akan melihat aliran air yang membatu (disebut flowstone) di dinding gua. Ini yang paling menarik, saat mengetahui dan melihat sendiri beberapa fosil yang ada di Mammoth Cave. Mulai dari macan, mamalia, sampai tulang rahang Zygomaturus (wombat raksasa) dari 44 ribu tahun yang lalu. Kalau film Back to the Future perlu DeLorean untuk time traveling, di Mammoth Cave, kita cuma butuh menelusuri tiap jengkal gua untuk menikmati masa lalu. Di mana lagi bisa melihat dengan mata kepala sendiri hewan marsupial yang sudah punah ribuan tahun lalu?
Berkunjung ke salah satu dari ratusan gua purba di Margaret River, adalah salah satu yang harus kalian masukkan dalam daftar #AussieBanget. Jika tidak Mammoth Cave, masih ada ratusan gua lainnya yang bisa jadi pilihan. Have fun.
Info:
Single entry Mammoth Cave: US$22,5 (dewasa), US$12,5 (anak-anak usia 4-16 tahun), US$58 (keluarga: 2 dewasa, 2 anak-anak)
Buka: 09.00-17.00
Telp: (08) 9780 5911
This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now
Menikmati Sisi Urban Brisbane: Mulai dari Tebing Batu di Tengah Kota Hingga Wheel Ferris
Posted: 17 May 2017 11:46 PM PDT

Kota yang merupakan ibukota Negara Bagian Queensland ini disebut-sebut sebagai kota terpadat ketiga di Australia. Dalam bayangan saya, Brisbane akan sangat padat. Tapi, ternyata tidak. Panas iya—itu pun karena sedang summer—, tapi tidak sesak.
Di antara gedung-gedung pencakar langit, saya jatuh cinta pada Brisbane yang tetap menawarkan petualangan di tengah kota; tanpa macet. Kehidupan urban di Brisbane adalah salah satu ihwal yang menarik hati. Lalu, pertanyaannya adalah, bagaimana caranya dan ke mana kita bisa menikmati kota yang sudah ada sejak era 1800-an ini?
Kangaroo Point Park
Dari kejauhan, tampak sculpture dari material stainless steel berbentuk seperti torpedo meninggi ke udara. Tubuh instalasi tersebut bersinar-sinar tertimpa matahari. Ia diciptakan oleh artist asal Inggris bernama Wolfgang Buttress. Ia diberi nama "Venus Rising: Out of the Water and Into the Light". Indah sekali. Sculpture ini, bersama empat sculpture lain, menandakan saya tiba di area Kangaroo Point Park.
Kangaroo Point Park terletak di pinggiran Kota Brisbane. Tepatnya, di seberang Sungai Brisbane. Bagi masyarakat Brisbane, Kangaroo Point Park ini adalah salah satu tempat nyaman untuk rekreasi. Tidak hanya karena taman yang rindang, tapi juga di sini tersedia beberapa kafe yang menghadap langsung ke panorama sungai.
Saya sempat duduk di salah satu kafe. Sembari menyantap salad dan jus, saya melihat beberapa kapal hilir-mudik di sungai. Mereka meninggalkan jalur ombak yang semenit kemudian hilang. Beberapa burung berbulu putih hinggap di pagar kafe. Angin bertiup sepoi. Gedung-gedung pencakar langit di seberang sungai terlihat gagah berbaris. Tapi, Kangaroo Point tidak hanya itu.
Selain menjadi tempat banyak orang untuk jogging atau bersepeda, Kangaroo Point memiliki satu daya tarik luar biasa. Wilayah Kangaroo Point sebetulnya terletak dari semenanjung yang terbentuk dari batu riolit. Bebatuan berwarna coklat terang ini memanjang di tepi Sungai Brisbane, dan membentuk tebing.
Tebing batu riolit ini menjadi idola bagi pencinta olahraga luar ruangan. Terutama, mereka yang menyukai rock climbing atau abseiling. Ketika berada di sana pun, saya melihat beberapa orang dari berbagai negara menjajal tebing tersebut. Mereka mengenakan tali pengaman dan mencoba memanjat tebing setinggi sekitar 10 meter tersebut. Ditambah lagi, harus bertahan di cuaca yang panas. Hebat.
Kangaroo Point juga terkenal karena menjadi wilayah berdirinya Gereja Anglikan St. Mary yang berusia lebih dari 160 tahun, Ellis Street—salah satu dari 20 tebing paling terjal di Brisbane—, dan dulunya adalah rumah bagi Nunukul Yuggera, kelompok penari beranggotakan Suku Aborigin yang sudah ada puluhan tahun lalu. Bagusnya lagi, Kangaroo Point ini selalu tampak indah, baik siang atau malam hari.
Chinatown
Terletak di Fortitude Valley, Duncan Street, Brisbane, kawasan Chinatown ini adalah salah satu area ramai sepanjang hari. Saya pada akhirnya menyempatkan diri mampir ke sini adalah karena, yaaa, sekali orang Asia tetap saja orang Asia. Saya perlu dan rindu makan nasi beserta lauk-pauk yang mendekati makanan Indonesia. Chinese food, it is.
Seperti laiknya pecinan di seluruh belahan bumi mana pun, Chinatown di Brisbane juga ditandai dengan gapura besar berwarna merah dengan lampion tergantung di beberapa titik. Di tengah-tengah kawasan ini, terdapat Chinatown Mall (buka pada 1987) yang sejajar dengan Brunswick Street Mall, dan terhubung dengan Wickham Street dan Ann Street.
Inilah menariknya Australia. Negeri ini menyediakan begitu banyak pilihan kuliner dari berbagai negara. Sudah bisa ditebak, kawasan ini dipenuhi dengan banyak restoran yang menyajikan menu dari Tiongkok. Tapi tidak hanya Chinese food, di area ini, saya menemukan juga banyak restoran dari negara Asia lain, seperti Korea, Jepang, Thailand, Vietnam, dan Melayu. Oh, surgawi sekali!
South Bank Parklands
Tak ada yang lebih membuat saya terpesona pada Brisbane melebihi South Bank. Penyebabnya memang banyak. Tapi, yang paling utama adalah karena South Bank yang sudah dibuka sejak 1992 ini, menawarkan lahan terbuka hijau untuk para Brisbanites dengan gratis. Yup, gratis.
Saya langsung berdecak kagum ketika pertama kali datang ke selatan Brisbane ini. Sampai rasanya hati ini melompat-lompat senang. Mungkin, excitement berlebih ini murni karena saya tidak pernah menemukan tempat seperti ini—gratis pula—di kota kelahiran saya; Jakarta.
Pelan-pelan, saya menelusuri South Bank dengan khidmat. Hal pertama yang saya temukan adalah padang rumput di tepi Sungai Brisbane, dengan pemandangan gedung pencakar langit di seberang.
Saya melihat masyarakat setempat asyik merebahkan diri di rerumputan; ada yang mengenakan alas piknik, ada yang tidak. Beberapa orang duduk-duduk di kursi malas yang tersedia. Ada yang membaca buku. Ada yang berbincang-bincang hangat. Ada yang mengajak anjingnya piknik. Ada yang mendengarkan musik. Saya mencoba berbaur dan merebahkan diri di rumput hijau. Ah nikmat betul. Sementara, di hadapan saya, melintas CityHopper, kapal berwarna merah yang dengan gratis mengantarkan kita dari sisi Sungai Brisbane yang satu ke sisi lain.
Ketika senja mulai datang, saya beranjak ke jalan setapak di kawasan ini. Beberapa orang terlihat khusyuk berlari dan bersepeda. Hingga tibalah saya di sebuah pantai buatan bernama Street Beach. Luar biasanya, ini adalah pantai buatan manusia yang termasuk The Eighth Great Man-Made Wonder of the World. Meskipun buatan, ia selayaknya pantai sungguhan. Ada pasir putih yang bersih di tepi pantai, lalu air yang sebiru lautan, dengan pepohonan tropis di tepi pantai. Street Beach memungkinkan masyarakat Brisbane—juga turis—untuk berendam dan berenang di tengah kota.
Jika membutuhkan hiburan yang lebih beragam, well, ternyata South Bank memiliki pilihan yang banyak di tepi jalan. Mulai dari restoran, bar, butik, sampai museum. Kalau jatuh cinta pada pandangan pertama itu adalah hal yang nyata, mungkin South Bank adalah salah satunya bagi saya.
Wheel of Brisbane
Kincir ria atau ferris wheel di Brisbane ini sebetulnya masuk dalam wilayah South Bank Parklands di atas. Tapi, saya merasa perlu menyebutkan ia di ranah terpisah karena Wheel of Brisbane memang istimewa. Seistimewa kecambah pada kuah rawon, atau daun bawang pada bakmi ayam.
Wheel of Brisbane dibangun pada 2008, untuk merayakan ulang tahun Queensland yang ke-150 dan ulang tahun ke-20 World Expo '88. Kincir ria ini dibangun setinggi hampir 60 meter, dengan 42 buah kapsul ber-AC yang bisa memuat hingga 6 orang dewasa dan 2 anak-anak di tiap kapsulnya.
Saya beruntung sempat mencoba kincir ria yang berputar selama 15 menit ini. Waktu yang saya pilih adalah saat senja. Lewat Wheel of Brisbane, saya bisa menikmati panorama Brisbane dengan pemandangan 360 derajat. Mulai dari Sungai Brisbane, gedung-gedung, area South Bank, hingga jalan raya yang menjingga karena matahari hendak terbenam.
Jika memang ingin menikmati makan malam romantis bersama pasangan atau keluarga, bisa juga menyewa kapsul VIP yang bisa memuat hingga 4 orang. Untuk VIP, disediakan fasilitas tambahan, seperti wine, dinner jika ingin, dan durasi 25 menit di atas kincir ria. Terdengar menggoda, kan?
Supported by:
http://www.fashionmasakini.com/
https://www.tokopedia.com/tunjukbutik


This post first appeared on Woko Punya, please read the originial post: here

Share the post

Mammoth Cave, Gua Batu Gamping Rumah Para Fosil

×

Subscribe to Woko Punya

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×