Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

PERAHU PENOPANG HIDUP

Tags: perahu

PERAHU PENOPANG HIDUP


Perahu dalam gambar itu merupakan salah satu dari puluhan perahu yang berbaris di tepi sungai payau kawasan wisata Green Canyon. Hiiik … hiiiik … masih ada yang terpeleset dengan nama kawasan itu. Nah, mereka yang terpeleset pasti menyebutnya Grand Canyon, sebuah lembah hasill pahatan proses alam yang luar biasa indahnya. Eh, jangan salah, tuh, kalau Green Canyon juga nggak kalah indah sama icon pariwisata Amerika itu.
Green Canyon memiliki aset yang selaras dengan nama itu. Jika kita menelusuri Green Canyon tersebut, mata kita akan tertuju pada barisan dinding warna hijau di sisi kiri dan kanan sungai payau. Eitt, jangan salah duga, ya, kalau dinding yang kumaksud seperti dinding rumah! Bukan! Dinding yang kumaksud adalah tebing sepanjang sungai itu yang sarat ditumbuhi aneka pepohonan. Mata kita yang sudah sumpek dengan kehidupan kota, terasa damai tatkala memandang pemandangan hijau itu. Tidak jarang kita temuka biawak berbagai ukuran sedang bertengger di tepi sungai sambil berteduh dari terpaan sinar matahari.
Seperti halnya proses erosi alami, tebing yang berbaris di sepanjang sungai itu bentuknya menonjol di tengah. Sementara bagian bawah yang tersentuh air menjorok ke dalam karena sering tergerus air sungai. Ada satu pemandangan unik yang kita dapatkan pada bagian tebing itu. Bagian tebing yang terkena air itu sarat lubang kecil yang diameternya seukuran lilin. Selintas, bagian tersebut seperti sarang lebah. Kemungkinan besar lubang-lubang itu juga menjadi tempat berlindung beberapa makhluk payau, seperti udang, ikan kecil, atau kepiting.
Kalau kita ingin menjajal kawasan Green Canyon, kita harus menyewa perahu senilai Rp.70.000,00/perahu. Jumlah penumpang yang dapat diangkut perahu itu sebanyak lima orang dewasa. Perahu-perahu yang ada di kawasan tersebut memiliki nama sendiri, seperti Sumber Rezeki, Rahayu, dsb. Bagian dalam perahu hampir semuanya dicat dengan warna biru cerah. Kita tidak perlu merasa khawatir jika naik perahu tersebut karena dua awak perahu akan mengawal kita. Satu orang duduk di ujung terdepan, tugasnya mengendalikan perahu dengan sebuah dayung. Sementara itu, satu orang lagi duduk di bagian belakang bertugas mengendalikan perahu dari belakang sekaligus operator mesin.
Mesin dijalankan dengan kecepatan penuh selama perjalanan. Namun menjelang sampai ke bagian hulu sungai, mesin dikurangi kecepatannya bahkan dimatikan ketika tiba di bagian hulu. Perahu pada bagian hulu memadat di sekitar batu besar alam yang berfungsi sebagai pengatur aliran sungai. Untuk sampai ke atas batu itu, kita harus melalui satu-dua perahu yang disewa oleh orang lain.
Di atas sebuah batu karang yang permukaannya juga berlubang di sana-sini, sudah banyak wisatawan yang lebih dulu tiba di sana. Sebagian wisatawan memilih untuk berdiam di atas batu. Tujuan mereka tidak lain untuk berfoto ria, hanya sekadar ingin tahu, atau menunggu kerabat/teman yang sedang berenang. Ya, tukang perahu tadi bisa merangkap sebagai watertour guide yang memandu pengunjung yang ingin berenang ke hulu sungai, yang katanya sering dijadikan sebagai tempat pembuatan film.
Berenang menuju hulu memerlukan perjuangan besar karena kita harus melawan arus sungai yang lumayan deras. Bagian dasar sungai dipenuhi bongkahan batu karang yang sebagian besar permukaannya berlubang. Di bagian hulu sungai itu terdapat sebuah cekungan alami yang kerapkali dijadikan sebagai tempat bertuah yang airnya dianggap sebagai obat awet muda. Untuk kembali ke batu tadi, wisatawan tidak perlu menguras tenaga karena tubuh kita dibantu dengan pelampung yang telah tersedia di dalam setiap perahu. Pelampung itu disewakan secara pribadi oleh awak perahu senilai Rp.10.000,00/buah.
Sementara penumpang berenang, perahu yang kita sewa akan setia menanti sampai mereka kembali dari bagian hulu sungai. Setelah itu, kita akan diantar kembali ke dermaga. Jika kita amati, harga yang ditawarkan oleh awak perahu itu tergolong murah. Kita bisa menyewanya lebih dari satu jam dari dan ke dermaga. Kita bisa berlama-lama berada di atas batu atau di bagian hulu bagi yang berminat untuk berenang.
Perahu itu merupakan salah satu sumber penghasil lembaran uang bagi para pengelolanya. Perahu sewaan itu merupakan imbas atas dibukanya kawasan green canyon sebagai tempat tujuan wisata di kawasan wisata terpadu, Pangandaran. Pariwisata senantiasa dikaitkan dengan derasnya perolehan penghasilan bagi penduduk di sekitarnya. Hal itu dapat kita saksikan sendiri jika kita berada di salah satu tempat wisata. Salah satunya di Pangandaran. Kita bisa mengamati bahwa pundit-pundi uang dapat diraih penduduk sekitar dengan berbagai produk wisata, seperti menjual oleh-oleh terutama produk laut, menyewakan penginapan, penjaja kuliner atau souvenir, penyewaan alat transportasi, atau sekadar sebagai panti pijat. Meskipun demikian, pariwisata juga tidak pernah terlepas dari hujan rezeki yang berbau erotis. Kita dapat menyaksikan sendiri betapa maraknya ‘bidadari malam’ berkeliaran di sepanjang pantai, aneka klub malam, atau bahkan mafia laut yang menjajakan barang-barang ‘ilegal’.
Pariwisata dapat kita jadikan sebagai pintu rezeki baik yang halal maupun yang haram. Semua bergantung kepada diri sendiri. Tentu, menyewakan perahu merupakan salah satu lahan pencari nafkah yang halal dan sangat urgen di kawasan wisata bahari seperti Pangandaran. Perahu dan air telah lama menjalin simbiosis mutualisme. Di mana ada air, di situ ada perahu.
Penghasilan sebagai awak perahu atau pengelola penyewaan perahu dapat dijadikan sebagai sandaran pendongkrak kehidupan. Sayangnya, kasus langkanya bahan bakar turut memotong volume penghasilan mereka. Perhatian pemerintah sangat diperlukan oleh pengelola perahu tersebut untuk menopang jalannya kehidupan kepariwisataan di kawasan yang menjadi salah satu tujuan wisata utama di kawasan Jawa Barat selatan itu. Apa iya wisatawan harus bersusah payah berenang sejauh beberapa kilometer untuk mencapai hulu sungai di Green Canyon hanya karena mesin perahu tidak bisa minum bahan bakar?


This post first appeared on Cahaya Penaku, please read the originial post: here

Share the post

PERAHU PENOPANG HIDUP

×

Subscribe to Cahaya Penaku

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×