Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Pasang Surut Semangat Menulis (Refleksi Diri di tengah Badai Kemalasan)

Oleh Ali Harsojo 

Gerakan Literasi di berbagai daerah, sepertinya kian marak. Saya cukup mencari bukti di jejak digital sahabat se-nusantara. Banyak sahabat guru yang selalu bergerak atas nama literasi. Misalnya, mereka seringkali memposting kegiatan pelatihan, workshop, dan seminar literasi. Ini sungguh membanggakan. Setidaknya, geliat literasi secara nasional sudah mulai kelihatan ke arah berkembang.

Bimtek Penulisan Buku Nonteks



Tak terkecuali gebrakan literasi di daerah. Banyak program kegiatan literasi yang sudah dijalankan. Baik oleh organisasi perangkat daerah terkait, komunitas, sekolah, dan bahkan di tingkat kelas. Gampangnya, kita juga bisa melihat perkembangan itu melalui kegiatan-kegiatan literasi yang dilaksanakan. 

Bahkan tidak itu saja. Aktivitas literasi seringkali diprogramkan pada siang hari, malam hari, dan hari libur. Ini semangat yang luar biasa. Kegiatan literasi, sudah mulai menjadi kebiasaan atau habit yang bagus.

Nah, bagaimana dengan literasi diri? Maksud saya, derajat semangat diri untuk berliterasi? Kalau saya, seringkali mengalami pasang surut. Kadang, saat pasang, semangatnya luar biasa. Tetapi, ketika sedang surut semangat, inginnya selalu tidur. Tidak ingin melakukan apapun apalagi Menulis.

Dokumentasi Kata Bintang



Memang, dimensi literasi itu luas. Apa saja yang berkenaan dengan dunia ini, cukuplah dikatakan sebagai literasi, bahan pengetahuan. Namun, yang sering saya lakukan hanya berkutat pada literasi baca tulis, sains, numerasi, budaya, dan kewarganegaraan serta finansial.

Katakanlah literasi membaca dan menulis. Saat pasang, hampir setiap waktu selalu membaca. Membaca apa saja. Apalagi membaca fenomena berita viral, membaca buku, dan majalah digital. Saat mengalami surut, yah, menonton youtube menjadi teman pengantar tidur. Membacanya terabaikan.

Begitu pula dengan menulis. Ketika sedang pasang, hampir saja menulis berkali-kali setiap hari. Baik menulis di blog pribadi, komunitas dan afiliasi maupun sekadar corat-coret dengan bolpoin sederhana. Merealisasikan ide dan gagasan yang barangkali akan mampet jika dibiarkan. Jangan tanya kalau sedang surut. Jangankan menulis artikel populer. Menulis sebaik pantun saja, tak kuasa. Terkulai lemas karena malas. Malas memang tidak memandang orang. Ketika ia datang, siapa saja bisa kena bandangnya.

Badai kemalasan bisa hadir setiap saat. Bahkan, justru bisa datang saat banyak orang, di keramaian dan saat berada di kelas sekalipun. Ini penyakit. Harus "diperangi".

Bagaimana cara menebalkan semangat dan menipiskan kemalasan? Mulailah Menghargai Diri Sendiri. Bahwa Allah SWT, sebenarnya telah memberikan potensi, ruang dan waktu, dan kecakapan yang harus dimanfaatkan. Tentu hal itu juga sebagai tanda syukur kepada-Nya. Kemudian, jadikanlah menulis dan berkarya lainnya adalah kebutuhan. Bukan persaingan apalagi persaingan yang kurang sehat. Jadikan momentum kesehatan untuk selalu bersyukur dan menggunakannya dengan baik. Berliterasi tanpa henti.


Dokumentasi Kata Bintang



Hal terpenting, selain menghargai diri sendiri, tetapkan dalam hati kita niat mencari ilmu kepada siapa saja. Jadikan setiap teman adalah guru. Sehingga kita bisa belajar kapan dan di mana saja. Hindari perasaan kita hebat atau merasa lebih baik dari orang lain. Tetap merasa sebagai murid, sehingga hati kita tenang dan damai.

Nah, berarti pasang surut aktivitas literasi kita, terutama dalam hal menulis juga bergantung hati, pikiran dan perasaan kita. Refleksi dirilah selalu, agar selalu mendapat ilmu. Salam bahagia. Ayo terus tergerak, bergerak dan menggerakkan. Diri kita.


This post first appeared on Kata Bintang, please read the originial post: here

Share the post

Pasang Surut Semangat Menulis (Refleksi Diri di tengah Badai Kemalasan)

×

Subscribe to Kata Bintang

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×