Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Atas Nama Wanita

Karya Joe Mawardy

I

Namaku Wanita
Orang-orang melihatku sebagai makhluk mempesona
Sekalipun aku tak senantiasa jelita
Aku adalah Rahim dunia
Tempat bertapa tunas-tunas bangsa

Namaku Wanita
Dalam bahasa Jawa, arti namaku menyiratkan sebuah tantangan;
Wani ta?
Akan tetapi, tanpa menantang pun, seluruh makhluk bernama Pria
Di muka bumi fana
Telah tertantang untuk menaklukkan
Bermodalkan kata, berdasarkan cinta, tahta hingga malapetaka



Setiap inc dari seluruh sel-ku, tercipta dengan klaim untuk menggoda
Menjadi perayaan dan ekstase kaum pria
Sehingga setiap musibah di dunia
Ditimpakan atas namaku. Dipersalahkan atas keberadaanku yang jelita
Kecantikanku adalah luka-luka kehidupan yang nyata
Bahkan keburukan rupaku pun adalah sumber malapetaka
Maka serba salahlah ada dan tiadaku
Sebab, jika aku tak ada, dunia ini menghentikan detak jantungnya begitu saja
Tanpa perlu kiamat tiba


II

Sejak zaman dahulu kala, ketika kehidupan begitu gelap tanpa cahaya
Diriku telah mendapatkan stigma sebagai sumber aib dan nestapa
Di suatu masa bernama Jahiliyyah
Jika terlahir seseorang bernama Wanita, merasa aib-lah sebuah keluarga
Wanita adalah makhluk hina, sumber kesusahan dan kemurungan keluarga
Sehingga aku mendapatkan keputusan untuk dikubur hidup-hidup
Karena khawatir mendatangkan kehinaan dan kemiskinan
Jika aku dewasa sebagai Wanita, maka aku diasingkan setiap kali datang kepadaku

Suatu kodrat yang tak akan dapat tertolak oleh kaumku
Aku diasingkan ke suatu tempat yang jauh
Sebab, aku hanya dipandang sebagai pemuas nafsu birahi semata
Dan jika kodratku yang bernama menstruasi datang, aku dianggap sebagai kekotoran
Yang harus dijauhkan dari lingkungan kaum Pria
Mereka terlupa, dirikulah ibu seluruh makhluk bernams Pria


III

Tetapi kisah-kisah kemuliaan tentangku, banyak dimaktubkan juga dalam kitab sejarah
Wanita-Wanita yang baik dan terhormat
Tak melulu berlabel kehinaan dan menjadi sumber klaim kedurjanaan dunia
Sebutlah Saudara Perempuan Musa, Siti Asia istri Fir’aun, Siti Maryam
Kemudian Sayyidah Khadijah dan Sayyidah Aisyah,
Kemudian Cut Nyak Dien, Kartini, Hillary Clinton, Bunda Theresa, Rabiah Al-Adawiyah,
Dan berlaksa nama lain bertitel Wanita yang bersematkan kemuliaan dalam hidupnya

IV

Tetapi kemudian, betapa banyaknya nama Wanita yang dipecundagi, dikalahkan
Sebab kelemahanku telah dianggap takdir, kelemahanku bukan untuk dilindungi
Melainkan untuk dikalahkan.
Betapa pengecutnya setiap siapa saja yang memerangi kelemahan.
Aku bernama Marsinah, sebuah nama Wanita, yang menyentak ingatan
Tentang perayaan sang durjana kaum penguasa atas kelemahanku sebagai buruh
Diriku diperkosa, disiksa, dimasukkan botol, kayu, ke liang vee,
Hingga aku mati karena pendarahan yang hebat.
Namaku Alianca, Wanita Timor-Timur yang disekap selama 14 hari
Dan dijadikan lahan penggarapan para tentara Indonesia.
Namaku Wu Fang dari Cina
Lantaran meminta hak talak dari suamiku sebab telah menerima
Pukulan-pukulan dalam jumlah tahun yang lama
Aku disiram air raksa oleh suami yang bersumpah janji di altar
Hingga muka serta payudara,
Dan sebagian besar tubuhku cacat seumur hidup.

V

Tetapi dunia juga mencatat kisahku, Lorena Bobitt
Kupotong alat vital suamiku lantaran terus-menerus memaksa untuk dilayani
Tak perduli diriku dalam keadaan tak berdaya
Sebagai Wanita, aku melawan dalam kelemahan dan keputus asaan
Melawan untuk menghancurkan
Sebelum diriku dihancurkan terlebih dahulu

VI

Kini, di dunia kompetisi yang meminta kepercayaan diri
Aku dipaksa menjadi barang komoditi
Diperjual-belikan untuk kesejahteraan diri
Dalam baliho iklan-iklan dan di televisi
Aku menjadi selebriti
Berebut mengumbar aurat dan lupa menutup sebagian bagi harga diri
Seolah aku dikutuk untuk melupakan kesucian diri

VII

Dalam rumah tangga yang suci
Aku diduakan ditigakan dalam hukum poligami yang dianggap tradisi dan sunnah Nabi
Padahal kubaca dalam kitab suci
Jika engkau tak sanggup berlaku adil dan arif pada setiap diri bernama istri
Cukuplah engkau bertahan dengan satu istri

Tahukah engkau, hai para Pria?
Keadilan cinta tak akan pernah dapat dikalkulasi
Bukan seperti dua ditambah dua menjadi empat
Bukan pula sama-sama empat atau sama-sama delapan
Keadilan dalam belanja dan materi dapat dikalkulasi
Tetapi keadilan cinta, hati pun tak dapat menimbang diri

Hanya arogansi kaum priyayi, pejabat dan kiai
Menyebut poligami sebagai sunnah Nabi
Mengapa bukan sunnah yang lain yang diagungkan?
Mengapa yang satu ini yang demikian dianut da diidolakan?
Tidakkah lantaran syahwat yang memerdekakan diri?
Mengatasnamakan ajaran agama untuk berpuas diri
Bagi ego dan nafsu birahi


VIII

Aku benci menyebut ini kemalanganku
Sebagai Wanita aku dapat menjatuhkan martabat Pria
Dalam kisah Bill Clinton dan Monica Lewinsky
Aku menjadi Wanita penakluk yang merobohkan tahta Pria
Dalam kisah pribumi, Ken Arok Sang Amurwabumi,
Tersungkur dalam keelokanku, Ken Dedes
Hingga pamor bertuah dalam keris Mpu Gandring
Memusnahkan Tunggul Ametung, Anusapati, Tohjaya, Kebo Ijo
Bahkan sang pencipta keris itu sendiri, Mpu Gandring

IX

Dalam kitab suci yang mensucikanku para Wanita
Disebutkan bahwa aku adalah pakaian bagi para pria,
Dan para pria adalah pakaian bagi kami para Wanita
Tetapi mengapa kenyataan begitu Patriarkhi?
Mengapa aku disebut sebagai makhluk kedua?

Bukankah telah Tuhan firmankan,
Bahwa jika di antara sekalian manusia, pria maupun wanita,
Berbuat baik dalam keadaan iman,
Maka akan mendapatkan pahala yang sama.
Dan jika di antara manusia, pria dan wanita,
Berbuat buruk dan lalim,
Maka akan mendapatkan hukuman yang serupa tanpa beda.

X

Dan di suatu kelokan jalan yang hitam
Aku berburu kesenangan dan materi
Mengumbar aroma birahi dalam labirin mimpi
Para pria bertekuk lutut di ujung jari kakiku
Kubisikkan janji surga pada telinga-telinga yang telah terlena
Dalam pukau yang tak kunjung sirna
Mereka terpejam dan pelan-pelan kugiring ke neraka
Aku tertawa
Meski dalam lubuk kalbu terdalam aku merasa nelangsa
Tawa dan pesona hanyalah fatamorgana
Lantaran diriku telah mendapat label sebagai pe es ka

Tetapi para pria memang hanya ingin senangnya sendiri saja
Mereka enggan memakai pengaman
Tak perduli aku akan kelabakan jika kebobolan
Mereka melupakan penyakit dan penyesalan di kemudian hari
Yang terpenting adalah detik ini, nikmat ini

Maka, inilah, silahkan nikmati, santap malam beraroma surga
Meski di ujung waktu akan bermuara di neraka
Aku menjualnya, mereka membelinya
Mereka merasa lebih suci dari padaku
Sebab mereka yang datang membeli kepadaku
Sebab aku yang menjajakan cinta palsu

XI

Di suatu tempat bermihrab
Aku dikelilingi hijab, menjadi istri yang sepenuhnya mengabdi dan melayani
Terhadap suami yang seringkali melukai harga diri
Tanpa bertanya dan diskusi
Aku dipaksa terus memproduksi generasi
Tak perduli rahimku protes lantaran diperlakukan tak berhati
Tak dibolehkannya aku menengok dunia luar sana
Lantaran tugasku sepenuhnya hanya di kasur, di sumur dan di dapur
Kata mereka, aku ini swargo nunut neroko katut
Di luar sana, suamiku berpoligami
Tumbalnya juga adalah aku, wanita
Aku tak berdaya, tak dapat keluar dari perangkap yang telah ditetapkan untukku
Di luar sana pun
Sesamaku, menangis ataupun tertawa, kebahagiaannya tak pernah sempurna
Sebab ia menjadi pihak kedua, ketiga, keempat hingga keentah

Atas nama agama,
Para pria melegalkan nafsu birahinya
Dan melalaikan perintah Tuhannya
Yang melekat dalam hati dan mata mereka
Hanyalah keindahanku, wanita

XII

Di dunia yang lain, negeri yang jauh
Aku menjadi buruh yang dikejar-kejar nasib
Aku berangkat dengan niat utuh
Mengejar kesejahteraan demi anak dan keluarga
Agar anak-anakku tak susah sepertiku
Agar mereka menjadi pintar dan dihormati lantaran berilmu
Aku memeras peluh dan merelakan sekujur tubuh
Bagi siksa dan hinaan yang menisbikan ruh
Di negeri orang yang hujan emas
Sebab di negeriku hanya hujan batu

Kemudian aku membunuh, kemudian aku melawan
Kemudian aku ditawan dan negeriku tak sanggup membebaskan
Tanpa berujung kematian
Hukum di negeriku lebih lemah dari tubuh yang cacat
Tak berdaya membela sasama bangsanya

XIII

Terlahir lagi diriku
Masih setia dengan nama Wanita
Kemudian ayahku berkata
Tak perlu aku sekolah tinggi-tinggi
Percuma aku menjadi polisi dan menteri
Sebab suatu hari nanti aku akan tetap menjadi istri
Yang patuh dan melayani
Merunduk di depan tungku berapi
Menyembah suami yang keliru memaknai cinta sebagai abdi

Lupakah para pria?
Bahwa cinta itu untuk tidak menyakiti
Cinta itu untuk menghargai
Melindungi dan menjaga pemilik hati
Bukan untuk diporakporandakan seperti tsunami

XIV

Kini, aku berada di belakang punggung kaum pria
Membayang-bayangi mereka dalam tahta
Tatkala demokrasi membenarkan kehadiranku
Dalam suatu kuota, kehadiranku dibutuhkan bagi banyak kursi
Dan aku tak sanggup berbaku hantam dengan budaya korupsi
Aku terjebak di dalamnya, terseret tanpa kekuatan diri

Pernah kupikir bahwa aku dapat memegang kendali
Untuk mengekang nafsu korupsi kaum pria
Akan tetapi di luar sana
Kaumku yang menduduki posisi sebagai istri
Telah membisikkan rayuan pada para suami
Untuk memanipulasi angka dan kejujuran
Menjadi sejumlah kesenangan pribadi
Tak perduli rakyat kecil semakin sengsara dan tersisih

Di manakah aku seharusnya berada?
Kupikir, tetap di sisi kaum pria
Menjaga negeri
Memelihara keluarga
Menentramkan tunas bangsa
Merawat dan mendidik generasi
Menjadi ibu pertiwi

Tetapi
Adakah jaminan?
Bahwa aku tak akan dilukai
Bahwa aku akan dijaga sebagai sebuah harga diri
Bahwa aku akan dicinta setulus matahari

Sekalipun aku hanyalah seorang Pe Es Ka
Sekalipun aku hanyalah seorang Te Ka we
Sekalipun aku hanyalah seorang Pe Er Te
Sekalipun aku hanyalah seorang Es Pe Ge
Sekalipun aku hanyalah sebuah nama; wanita

Adakah jaminan?
Bahwa aku sepenuhnya akan dihargai
Seberharga harga diri?
Bukan harganya, melainkan penghargaannya

Adakah jaminan?
Bahkan aku pun tak dapat menjawabnya
Apalagi yang bukan wanita

Maka,
Atas nama Wanita
Hanya satu yang ingin aku pelihara; makna digdaya cinta


Pulau Garam, 2023


This post first appeared on Kata Bintang, please read the originial post: here

Share the post

Atas Nama Wanita

×

Subscribe to Kata Bintang

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×