Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Cerita Akhir Tahun: Hatiku Meng-hujan

By R.O (Penerus Cerita Gadis Pantai: Pramoedya Ananta Toer)


"Menikahlah dengan lelaki yang bisa menerimamu seutuhnya."

"Dengan begitu akan menjadi rem buatku agar berhenti mengharapkan takdir yang tidak-tidak dan menjadi pembatas tinggi agar aku tak pernah mendekati dan mengejarmu lagi."




Kalimat terakhirmu saat itu, di sudut matamu setetes air menggenang dan kau berkilah sambil tersenyum: "ini hanya terkena debu, Jangan kau lihat dan jangan kau sangka aku cengeng."

Sudahlah, apa yang perlu dibicarakan lagi. Sepertinya aku hanya terkecoh permainanmu dan terjebak di dalam rasa nyaman yang Kamu ciptakan. Tak pernah terlintas aku akan menjadi seperti ini. Jadi tanpa aku menikah pun menjauhlah sejauh-jauhnya. Karena selagi kamu di sekitarku setiap ajakanmu tentang hal seremeh apa pun bagaikan sihir yang tak bisa kutolak. Jawabku.

Seketika dia menjotos jidatku pelan. "Aku bahkan sangat membenci diriku sendiri karena adanya perasaan sekonyol ini padamu sejak dulu, yang menurutku kamu notabene tidak cantik dan tidak menarik bahkan kamu yang biasa kulihat bermain bola dengan dekil saat kecil dulu, tapi akhirnya jebol juga rasa yang kupertahankan." Katanya sambil tertawa getir. 

Ya, kamu tidak bisa menahan diri untuk bicara padaku tentang semua yang kau rasakan padahal aku akan baik-baik saja andai kamu tidak pernah mengatakannya, tidak akan sesakit ini, tidak akan merasa sebersalah ini. Jawabku lirih.

"Perasaan ini tidak bisa dihukumi," tegasnya.

Oke, kamu benar, tapi aku wanita dan nuraniku tidak mati. Betapa rasa tak nyaman ini menghantuiku 24 jam setiap hari walau iblis mengatakan (tenang saja kau tak berbuat apa-apa), jawabku.

"Baiklah kita jangan berdebat. Semua sudah terjadi. Sekarang kau harus menikah agar semua ini lekas selesai, tapi jangan dengan sembarang orang juga!" Bujuknya padaku.

Aku diam tanpa jawaban. Aku hanya menatap kerutan di bawah matanya dalam jarak 1 meter. Seolah banyak hal yang ingin dia katakan. Suara mesin bor menderu seolah menjadi musik percakapan kami, Beberapa orang masih asik bergelut dengan mobil-mobil yang mereka perbaiki tanpa memperhatikan dua orang yang sedang berperang melawan hati mereka masing-masing. Logika adalah penasehat paling tinggi yang tak boleh mati walaupun terhimpit perasaan.

"Lihat aku. Tatap mataku! Aku sedang bersungguh-sungguh memohon agar kamu menikah dan hiduplah dengan baik. Kamu akan baik-baik saja bila kutinggalkan.  Aku juga harus baik-baik saja tanpamu." Katanya berusaha tegas.

Hidupku dulu baik-baik saja sebelum kamu kacaukan semuanya. Apa sulitnya kau pendam saja perasaanmu itu, jangan pernah mengejarku dan memberi kenyamanan saat aku terpuruk! Aku hanya wanita biasa yang bisa nyaman lalu ketergantungan atas semua kasih sayang yang kamu berikan. Tolong ingat baik-baik. Dulu aku bersikukuh tidak mau mempercayai yang kau katakan. Aku bahkan bertahan untuk tetap tidak percaya padamu dalam waktu yang cukup lama. 

Tapi, kamu tidak pernah menyerah untuk meyakinkanku dan kamu bilang: "Percayalah aku akan melindungimu dari gunjingan orang. Aku berjanji akan tetap membuatku berakal sehat, tapi aku hanya memintamu untuk tidak menghindariku. Jangan membuatku gila!" Ingatkah yang kamu katakan saat itu? Suaraku mulai meninggi. Ada rasa marah dan sedih yang berkecamuk. Apa haknya menyuruhku menikah? Pikirku.

"Ssssttt, jangan terlalu keras, jaga suaramu! Ayolah jangan cerewet saat seperti ini.  Aku rela kamu marah. Aku paham akulah yang salah pada awalnya. Kukira dengan mengatakan semuanya sakitku akan berkurang dan semua akan baik-baik saja, tapi bersama denganmu membuatku semakin nyaman. Akhirnya berharap kau juga terbuat dari salah satu tulang rusukku. Sudahlah, jangan kita perpanjang lagi. Tenangkan pikiranmu dulu. Kita bicara lagi nanti, nanti!" Bujuknya pelan-pelan setengah berbisik sambil tersenyum lebar kepada orang bengkel seolah mau menunjukkan kami hanya mengobrol ringan biasa.  


Bersambung ke halaman berikut





This post first appeared on Kata Bintang, please read the originial post: here

Share the post

Cerita Akhir Tahun: Hatiku Meng-hujan

×

Subscribe to Kata Bintang

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×