Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Toleransi Ala Nabi -shallallaahu ‘alaihi wasallam-

Event Natal dan Tahun Baru, dua event yang menjadi ajang untuk mengkampanyekan dan menyuarakan toleransi antar umat beragama. Sehingga jangan heran jika ada sebagian kaum muslimin yang dengan santai memberikan ucapan selamat Natal kepada para kaum penyembah salib. Bahkan bisa lebih dari itu, mereka juga turut andil dan hadir dalam perayaan Natal yang diadakan di gereja-gereja kaum penyembah salib. Bahkan ada sebagian tokoh masyarakat muslim (?) yang memberikan fatwa bolehnya memberi selamat kepada kaum penyembah salib. Mereka berdalih bahwa ucapan selamat itu sebenarnya ditujukan kepada Nabi Isa Al-Masih ‘alaihissalaam, dan toh ketika hari raya idul Fitri dan perayaan hari keagamaan Islam (?) mereka para penyembah salib pun mengucapkan ucapan selamat kepada kaum muslimin.

Seseorang yang ditokohkan oleh sebuah organisasi menyatakan bahwa ucapan selamat Natal yang kaum muslimin ucapkan kepada kaum penyembah salib tidak akan mempengaruhi keimanan kaum muslimin, sehingga organisasi tersebut menyiapkan pasukan khususnya untuk mengamankan dan menjaga kelancaran, kenyamanan dan keamanan acara “suci” yang (katanya) memperingati hari kelahiran Yesus Kristus atau Isa Al-Masih.

Hanya Islam Agama Yang Benar Di Sisi Allah

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِندَاللهِ الإِسْلاَمُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali ‘Imran: 19)

 

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَالإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya” (QS. Ali ‘Imran: 85)

Dua ayat di atas merupakan penegasan yang setegas-tegasnya dari Allah ta’ala bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar di sisi-Nya dan agama selain Islam merupakan agama yang batil. Oleh karena itu Allah hanya menerima dan ridha terhadap Islam dan tidak akan pernah menerima agama apapun selain Islam.

Keridhaan Allah terhadap Islam sebagai satu-satunya agama yang diterima di sisi-Nya tidak lepas dari kesempurnaan agama Islam itu sendiri. Islam membawa syari’at yang paripurna, tidak membutuhkan syari’at tambahan dan juga tidak perlu adanya pengurangan dari syari’at yang telah ada. Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِيْنًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Sebagai agama yang memiliki syari’at yang telah sempurna, segala sesuatu yang berkaitan dengan tatacara beribadah dan beragama sudah barang tentu telah ada keseluruhannya, termasuk masalah toleransi beragama.

Islam Agama Penuh Toleransi: Toleransi Ala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

Islam adalah agama yang mudah dan penuh dengan toleransi, termasuk kepada orang-orang di luar agama Islam. Allah berfirman,

يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسرَ(

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah: 185)

Diantara bentuk toleransi Islam terhadap orang-orang di luar agama Islam adalah bahwasanya Islam melarang para pemeluknya untuk memaksa orang-orang di luar agama Islam agar memeluk Islam, meskipun mereka adalah para pemimpin kaum muslimin. Allah ta’ala berfirman,

لَا إِكْرَاهَ فِى الدِّينِ، قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ

“Tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam; Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (QS. Al-Baqarah: 256)

Berbeda dengan kaum penyembah salib yang senantiasa gencar melakukan gerakan Kristenisasi yang dilakukan para missionarisnya. Mereka melakukan segala cara agar kaum muslimin meninggalkan agamanya. Mereka melakukan penindasan, pemerkosaan terhadap para wanita muslimah, penipuan berkedok muallaf (yang ingin menikah dengan seorang wanita muslimah. Ketika pernikahan telah berlangsung, mereka kembali kepada agama salibnya sehingga mau tak mau si wanita muslimah pun rela meninggalkan Islam) dan cara-cara picik dan licik lainnya yang hanya dilakukan oleh manusia-manusia hina.

Bentuk toleransi Islam lainnya adalah kaum muslimin tetap diperintahkan berbuat adil walaupun kepada orang-orang di luar Islam dan tidak boleh menzhalimi hak-hak mereka. Allah ta’ala berfirman,

لَا يَجْرِ مَنَّكُمْ شَنَءَانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا

“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat zhalim (kepada mereka)” (QS. Al-Maidah: 2)

Bentuk toleransi Islam lainnya adalah tetap berbuat baik, bermuamalah (perniagaan, sewa menyewa dan berbagai transaksi lainnya yang diperbolehkan Islam), hidup damai, rukun dan tidak memerangi orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin. Allah ta’ala berfirman,

لَايَنْهٰكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقٰتِلُوكُم فِى الدِّيْنِ وَلَم يُخْرِجُوكُم مِن دِيٰرِكُم أنْ تَبَرُّوهُم وَتُقْسِطُوْا إِلَيْهِم، إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Dari Asma’ Binti Abu Bakar, ia berkata, ‘Di masa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam masih hidup, ibuku pernah mengunjungiku dalam keadaan sangat berharap kebaikanku kepadanya dan takut kalau aku menolaknya dan merasa kecewa. Maka akupun bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Apakah boleh aku menyambung hubungan silaturrahmi dengannya?” Beliau berkata, “Ya.”

Ibnu ‘Uyainah menerangkan, “Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat 8 surat Al-Mumtahanah tersebut” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)

Dalam riwayat lainnya dari generasi salaf, Mujahid, beliau bercerita, “Saya pernah berada disisi Abdullah bin ‘Amr dan ketika itu pelayannya sedang menguliti seekor kambing. Kemudian Abdullah berkata, ‘Hai pelayan! Kalau engkau sudah selesai maka dahulukanlah tetangga kita si yahudi itu. ‘Tiba-tiba berkatalah salah seorang: “(Kau dahulukan) orang yahudi? Semoga Allah memperbaiki anda.” Abdullah berkata, ‘Saya pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berwasiat tentang tetangga, sampai-sampai kami takut atau bahkan kami menganggap bahwa beliau akan menggolongkan tetangga itu sebagai ahli waris.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)

Allah telah menurunkan satu surat pendek khusus untuk mengatur kehidupan beragama kaum muslimin dan orang-orang di luar Islam. Surat itu merupakan hijab yang menutup segala penyelewengan yang berkaitan dengan hubungan antara kaum muslimin dan orang-orang di luar Islam. Allah ta’ala berfirman,

قُلْ يٰأَيُّهَا الْكٰفِرُونَ، لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ، وَلَا أنْتُمْ عٰبِدُونَ مَا أَعْبُدُ، وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ، وَلَا أنْتُمْ عٰبِدُونَ مَا أَعْبُدُ، لَكُمْ دِينُكُمْ وَ لِيَ دِيْن

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kalian bukan penyembah (Rabb) yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Surat Al-Kafirun ini merupakan pernyataan berlepas diri secara menyeluruh dari seorang muslim yang mentauhidkan Allah dari seluruh amal yang dilakukan oleh orang-orang di luar Islam (kafir) yang meliputi segala peribadatan mereka, hari raya mereka, peringatan dan perayaan mereka dan hal-hal lain yang berkaitan dengan agama mereka. Dan pelepasan diri secara total itu ditutup dengan kalimat Allah (artinya), “Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku”, yakni bagi kalian agama kalian yang penuh kesyirikan, kekufuran dan kebatilan. Kami tidak akan pernah ikut campur sedikitpun dalam agama kalian yang penuh dengan kebatilan itu, meskipun hanya dengan ucapan selamat pada hari raya-hari raya kalian (semisal natal, tahun baru dan lainnya). Dan untukku agamaku, yakni agama Islam yang menjadikan tauhid sebagai dasarnya, yang penuh rahmat dan kesempurnaan, tidak ada sedikitpun urusan kalian terhadap agama kami ini.

Toleransi Ala Rasulusy Syaitan (Utusan Syaitan)

Demikianlah seharusnya seorang muslim bertoleransi. Akan tetapi patut disayangkan, toleransi yang senantiasa didengung-dengungkan oleh para tokoh Islam (?) sudah sangat melampaui batas sehingga cenderung mengarah kepada penyatuan agama (sinkretisme) yang menyatakan bahwa “Semua agama baik, sama, yakni sama-sama menuju Tuhan”. Pernyataan yang merupakan prinsip penyatuan agama tersebut telah meluluh lantakkan prinsip dasar Islam yang telah dijelaskan di atas dan membatalkan ayat-ayat Allah ta’ala.

Oleh karena itu, amat wajar jika mereka dengan sangat leluasanya mengucapkan selamat Natal kepada kaum penyembah salib, mengucapkan selamat tahun baru Imlek kepada para penyembah patung. Bahkan ikut juga di dalam perayaan-perayaan tersebut. Ditambah lagi adanya para dai-dai yang menyeru kepada neraka yang senantiasa mengkampanyekan toleransi keblinger semacam itu. Ketika datang perayaan Natal, para kroni-kroni syaitan itu sibuk menyuarakan toleransi kebliger mereka. Demikian juga ketika datang waktu perayaan Imlek, Waisak, dan perayaan para penyembah berhala lainnya.

Kampanye-kampanye semacam ini tidak lain merupakan upaya zionis dan salibis dalam memurtadkan kaum muslimin. Kaum Zionis dan Salibis membeli agama orang-orang yang mau menukarkan agamanya demi dunia dan menjadikan mereka sebagai wali dalam memurtadkan kaum muslimin. Maka, jadilah orang-orang yang menjual agamanya itu musuh yang sangat berbahaya bagi kaum muslimin: musuh Allah dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa mengajak manusia menuju neraka Allah ta’ala. Semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin dari makar-makar para musuh-Nya dan menghancurkan musuh-musuh-Nya dengan kehancuran yang sehancur-hancurnya sehingga kaum muslimin merasa aman dalam menjalankan syari’at Allah yang mulia ini. Aamiin, Allaahua’lam bish shawab.

Pekanbaru, malam hari menjelang perayaan kufur Natal 2012

Al-Faqir ilaa Rabbihi Abu Qonitah Aqil Azizi


Filed under: Aqidah, Hukum Tagged: aqil azizi, keblinger, natal, salah kaprah, sinkretisme, tahun baru, toleransi


This post first appeared on ||Catatan Aqil Azizi|| | Kebenaran Lebih Layak Dii, please read the originial post: here

Share the post

Toleransi Ala Nabi -shallallaahu ‘alaihi wasallam-

×

Subscribe to ||catatan Aqil Azizi|| | Kebenaran Lebih Layak Dii

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×