Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kisah Hukum Parkir Sembarangan: Memahami Dampaknya pada Kehidupan Sehari-hari


Sebuah kendaraan pribadi, khususnya mobil, adalah salah satu hal yang sangat dihargai dalam hidup. Tetapi bagaimana jika hak ini bertentangan dengan kenyamanan bersama dan kesusahan bagi orang lain? Ceritakanlah tentang bagaimana Parkir Sembarangan di jalanan dapat merubah dinamika keseharian kita.

Dalam kitab Manhaj Thullab, seorang cendekiawan bernama Syekh Zakariya al Anshori telah menegaskan bahwa jalanan umum tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bisa mengganggu para Pengguna Jalan raya. Penggunaan jalanan ini seharusnya tidak merintangi Lalu Lintas Dan mengakibatkan kesulitan bagi mereka yang menggunakannya. Syekh Zakariya pernah menyatakan:

"Jalanan umum tidak boleh dimanfaatkan untuk dibangun sebuah gedung atau tanaman. Demikian pula, dilarang menggunakannya (dalam bentuk apapun) jika dapat mengganggu para pengguna jalan." (Syekh Zakariyya Al-Anshary, Manhaj al-Thullab, Juz 3 Halaman 359).

Pada sisi lainnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan sangat jelas bahwa memarkir mobil di depan rumah yang bisa mengganggu pengguna jalan adalah tindakan yang dilarang. Bahkan ada larangan tegas terkait memarkir mobil di jalan umum. Pasal 38 dari peraturan tersebut menjelaskan:

"Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan."

Lebih lanjut, dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, dijelaskan bahwa setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor harus memiliki atau menguasai garasi. Ini adalah langkah konkret yang diambil untuk memastikan kendaraan bermotor tidak mengganggu jalanan.

Namun, selain larangan, ada juga sanksi bagi pelaku parkir sembarangan. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelaku parkir sembarangan dapat dikenakan denda maksimal sebesar Rp. 500.000,- yang diberikan oleh pihak kepolisian melalui tilangan slip biru.

Selain itu, kendaraan yang parkir sembarangan juga dapat ditarik atau diderek oleh petugas Dinas Perhubungan. Biaya penderekan kendaraan ini menjadi tanggung jawab pelanggar, dengan besaran biaya yang telah ditetapkan dalam Perda No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, yakni sebesar Rp. 500.000,- per hari per kendaraan.

Sebagai kesimpulan, hukum memarkir mobil di jalanan depan rumah yang dapat mengganggu pengguna jalan adalah haram. Dalam memarkir kendaraan, pemilik kendaraan seharusnya memperhatikan kenyamanan bersama dan selalu mencari solusi yang tidak mengganggu orang lain. Menggunakan lahan parkir pribadi adalah salah satu langkah yang bijaksana untuk menghindari masalah ini dan memberikan kenyamanan kepada masyarakat. Semoga cerita ini memberikan pemahaman lebih dalam tentang pentingnya mematuhi aturan parkir demi kebaikan bersama.



This post first appeared on My Personal, please read the originial post: here

Share the post

Kisah Hukum Parkir Sembarangan: Memahami Dampaknya pada Kehidupan Sehari-hari

×

Subscribe to My Personal

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×