Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Puncak Tertinggi Mencinta

Tags: louisa bisa hidup

Bagaimana rasanya ketika kita mencintai seseorang sampai rela memberikan seluruh Hidup, tapi ia malah menolaknya?

Terlebih, bagaimana jika orang yang kita cintai itu, ternyata sangat ingin mengakhiri hidup?

Louisa Clark, seorang gadis berusia 26 tahun yang tinggal di sebuah pedesaan Inggris, tengah bersedih karena baru saja kehilangan pekerjaan sebagai pelayan kafe yang telah enam tahun dijalaninya. Sebagai seorang anak yang kebetulan tengah menanggung hidup seluruh anggota keluarga karena ayahnya tak punya pekerjaan, Louisa harus bergerak cepat. Atas saran kekasihnya, Patrick, Louisa mendatangi sebuah agen pencari kerja dan mendapat panggilan interview di sebuah rumah sebagai perawat orang sakit.

Louisa datang ke rumah Nyonya Traynor. Saat ditanya mengenai motivasinya bekerja, Louisa yang minim keahlian, tidak Bisa menjawab banyak. Ia hanya berkata jika dirinya pintar membuat teh dan menyebutkan hal-hal konyol lain. Sikap ceria dan banyak bicara ini yang membuat Nyonya Traynor tertarik dan mempercayakan Louisa untuk menjaga anaknya, Will Traynor yang lumpuh karena kecelakaan beberapa tahun lalu.

Kehidupan Will bisa dibilang sempurna. Wajah tampan, pebisnis muda, sahabat baik, dan pacar yang cantik. Will juga mempunya hobi melakukan olahraga extreme dan mengunjungi tempat-tempat indah. Tapi semua itu berubah saat sebuah kendaraan berkecepatan tinggi menabraknya. Will terbangun dengan cidera tulang belakang yang membuat seluruh gerak anggota tubuhnya mati. Will hanya bisa berbicara dan menggerakkan telunjuk tangan, itu pun ia dapat setelah melakukan terapi selama satu tahun.

Bagaimana rasanya saat hidup sempurnamu diambil? Begitu mudah ternyata bagi Tuhan untuk membuat manusia keluar dari zona yang selama ini tak pernah ingin ditinggalkannya. Will yang penuh percaya diri berubah menjadi pendiam dan tak bersahabat. Sikapnya dingin dan selalu melakukan percobaan bunuh diri. Hingga akhirnya Will membuat keputusan untuk berhenti melakukan aksinya itu selama enam bulan, dengan perjanjian, setelah itu kedua orangtuanya harus merelakan Will pergi ke Swiss untuk mengakhiri hidup secara legal.

Louisa yang pada awalnya terus menerus ditolak Will, tidak putus asa. Ia butuh uang dan tak punya banyak keahlian. Ia benar-benar menggantungkan harapan pada pekerjaan ini. Perlahan, Louisa yang ceria dan spontan bisa menarik perhatian Will. Pria itu mulai mau berbicara dan pergi ke luar rumah. Ia bahkan berani datang di acara pernikahan mantan kekasihnya yang menikah dengan sahabat dekatnya sendiri.

Acara pacuan kuda, musik klasik, sampai liburan ke tempat jauh. Will dan Louisa terus menghabiskan waktu bersama. Louisa berharap, dengan melakukan ini, Will akan lebih menghargai hidup dan waktunya. Louisa ingin menunjukkan bahwa Will masih mempunyai kesempatan untuk berbahagia. Terutama dengan kehadirannya. Pada akhirnya, Louisa menyadari jika dirinya jatuh hati pada pria itu. Terlebih saat Patrick, sang pacar, selama ini ternyata kurang memahaminya.

Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang kau tahu tak akan bisa membalas cintamu? Bukan karena tak ingin. Tapi lebih karena ia tak mau membuatmu menghabiskan waktu berhargamu untuk terus berada di sisinya? Bagaimana rasanya saat kita bersedia memberikan seluruh dunia kepada seseorang yang bahkan ingin lekas pergi meninggalkan dunia?

Mungkin tak banyak wanita yang bisa bertahan di samping seorang pria yang memiliki keterbatasan sedemikian rupa. Tapi menurutku, tak banyak juga pria yang rela melepaskan ego untuk tak mengikat seorang wanita agar terus ada di dekatnya, sementara ia sendiri menyadari jika dirinya tak dapat membahagiakan wanita tersebut. Will tetap melaksanakan rencana awalnya untuk mengakhiri hidup. Ia tak peduli meski Louisa membujuknya. Will tak ingin wanita itu menghabiskan sisa usia di dekatnya. Menjaganya sepanjang waktu tanpa bisa melakukan apa-apa. Menurut Will, Louisa harus terus menjalani hidup dengan cara luar biasa. Will ingin Louisa lebih berani dan mendatangi tempat-tempat indah di luar sana. Will ingin Louisa mengembangkan sayapnya dan terbang tinggi. Hal yang tak akan pernah bisa dilakukan wanita itu jika mereka memaksakan untuk terus hidup bersama.

Banyak yang mengatakan film ini berakhir menyedihkan. Tapi jika dilihat dari sisi lain, film manis ini justru berakhir bahagia dengan caranya sendiri. Mirip seperti kisah-kisah dalam kehidupan nyata yang tak selalu berakhir dengan tawa bahagia. Film ini justru menunjukkan kalau kesedihan pun tetap mempunyai sisi yang perlu disyukuri. Will merasa beruntung mengenal Louisa di sisa hidupnya. Pria itu mendapatkan pengalaman luar biasa yang sudah lama tak dirasakannya. Sebelum benar-benar pergi, ia bisa mengingat Louisa sebagai kenangan indah yang mampir dalam hidupnya. Ia mendapatkan cinta dan ketulusan. Ia bahkan berkata jika gadis ceria itu sudah mencuri perhatian dari sejak pertemuan pertama mereka. Sementaraa Louisa, dari uang peninggalan Will, akhirnya ia bisa pergi ke Paris, tempat yang dulu disarankan Will untuk didatanginya. Di sana, menurut Will, Louisa bisa lebih mengekspresikan diri dan tak lagi perlu bersembunyi.

Bukankah sudah sering kita dengar dari banyak kisah, bahwa akhir cerita cinta tak selalu untuk bersama? Bukankah pada sisi yang lain, sisi yang kebanyakan orang anggap sebagai cerita sedih, kita temukan para manusia luar biasa yang rela melepaskan orang yang dicintainya, agar bisa bebas, mengepakkan sayap, dan terbang tinggi?

Bukankah pada akhirnya, puncak tertinggi dari mencintai adalah merelakannya bahagia, meski tidak bersama kita?

*Ria Soraya seorang novelis, aktif di komunitas Buku Berkaki, Jakarta.



This post first appeared on KuasaKata.com, please read the originial post: here

Share the post

Puncak Tertinggi Mencinta

×

Subscribe to Kuasakata.com

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×